[caption caption="by shita rahutomo"][/caption]
I am Hope, adalah sebuah gerakan sosial kemanusiaan yang dipelopori oleh Wulan Guritno, Nanda Sukasah dan Jana Sukasah Yusuf untuk memberi bantuan moril dan dana bagi para penderita kanker yang tak mampu. Diinspirasi oleh ntGhea Sukasah, seorang perancang senior, gelang yang dibuat dari kain sisa-sisa bahan rancangan Ghea Sukasah ini dijual untuk menggalang dana. Sampai saat ini sudah 20.000 gelang harapan yang telah terjual. Mereka telah melakukan Cancer Journey yang dimulai di Trenggalek Jawa Timur untuk memberi bantuan pada pihak tak mampu sekaligus penderita kanker. Lalu dibuatlah film I am Hope, yang berkisah tentang survivor kanker untuk mengedukasi masyarakat agar lebih mengenali kanker, tahu bagaimana harus bersikap saat menghadapi penderita kanker. Sebagian laba dari penjualan tiket film ini akan disumbangkan pada Yayasan Kanker Indonesia.
Bertempat di Grand Theater, Taman Ismail Marzuki pada Kamis 3 Februari 2016 mulai pukul 19.00 diadakan acara live scoring theme song I am Hope sekaligus pemutaran film dan penggalangan dana. Acara ini juga diselenggarakan untuk merayakan Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada tanggal 4 Februari 2016. Scoring diisi oleh Alexa, Ran dan Yura yang semuanya tampil memukau.
Selain itu, puluhan artis, sosialita dan pejabat datang meramaikan acara. Hadir pula istri Gubernur DKI, Veronika Basuki Purnama. Tak ketinggalan artis pendukung film I am Hope, si cantik Tatjana Saphira, Fachri Albar,dan Tio Pakusadewo. Hadir pula para selebritis lainnya untuk memeriahkan acara seperti Herjunot Ali, Nadhine Candrawinata, dll.
I am Hope berkisah tentang seorang gadis bernama Maia (Tatjana Saphira) yang terlahir dari ayah seorang komposer besar Raja Abdinegara (Tio Pakusadewo) dengan ibu, yang merupakan sutradara teater terkenal. Sebagai satu-satunya putri, tentu Maia sangat disayang kedua orang tuanya. Hidup mereka bahagia seperti kisah dongeng. Tapi setiap kehidupan pasti memiliki cobaan. Maia memiliki teman imajiner yang selalu hadir mendampinginya, terutama saat ia bersedih ketika ibunya divonis menderita kanker.
Keluarga ini berjuang keras untuk menyembuhkan sang ibu, dengan segala daya upaya namun akhirnya menyerah kalah. Kanker telah merenggut orang tercinta dan harta keluarga. Bersama ayahnya Maia pindah ke sebuah rumah sederhana sambil melanjutkan hidup dan merajut mimpinya sebagai penulis dan sutradara. Berkat kerja keras, akhirnya naskahnya diterima Rama Sastra, untuk dipentaskan. Rama bahkan setuju, menjadikan Abdi sebagai pengisi scoring pentas drama tersebut. Maia bertemu David (Fachri Albar) yang menjadi pendukung utama kesuksesan karirnya sebagai sutradara.
[caption caption="by shita rahutomo"]
Ditengah kebahagian karena mimpi terwujud, ujian kembali datang. Maia tervonis kanker paru dengan potensi mengganas. Raja yang telah trauma dengan kehilangan orang tercinta, meminta Maia meninggalkan mimpinya sebagai sutradara dan fokus dalam upaya penyembuhan karirnya. Maia menolak keras karena baginya hidup adalah ketika kita berjuang mewujudkan mimpi. tanpa itu, manusia bukan apa-apa. Mereka bersitegang. Bagaimana kelanjutan film ini? Tonton sendiri doong. Anda bisa menyeksikan kelanjutan film ini di bioskop.
Sebagai pendatang baru di bidang penyutradaraan, Aldila Dimitri cukup mampu menerjemahkan naskah yang ditulisnya bersama Reno Samsara. Akting Tio Pakusadewo terlihat mendominasi film ini. Seluruh gerak-gerik tubuhnya adalah akting. Sayang akting Fachri kurang terlibat memberi warna dalam film ini, padahal biasanya ia total saat berakting. Sebagai kekasih kurang terlihat kekhawatirannya pada kondisi Tatjana. Emosi mereka berdua kurang diekpose di sini. Padahal chemistry diantara keduanya terlihat cukup bagus. Tatjana, pendatang baru yang mengkilap dan sedang naik daun ini bermain natural, cukup apik dalam menjiwai peran, apalagi ditunjang wajahnya yang imut cantik itu. Fauzi Baadila, meski hanya tampil sebagai cameo, namun memberi warna dan mencuri perhatian penonton.
Dari awal kisah bergulir hingga 70% saya masih melihat alur cerita terlihat runtut dan mengalir. Mungkin karena film ini bermuatan misi pengenalan kanker pada masyarakat, jadi kurang bebas menciptakan alur. Jadi terlihat seperti ada upaya menggurui, yang bisa mengurangi kenikmatan kita dalam menguyah keseluruhan cerita. Tapi film ini mampu menyentuh hati kita, saya saja sampai berurai air mata ketika melihat beberapa adegan film yang menyentuh hati, apalagi dengan soundtrack sura Yura yang cesss..... menyentuh hati. Film ini sukses menyampaikan misi untuk mendorong penonton melakukan lebih banyak bagi kemanusiaan. Karena itulah tugas kita di muka bumi.
Â
Saat kita punya harapan, hidup menjadi lebih bermakna. Kita memiliki alasan untuk hidup. Alasan untuk berjuang mengalahkan kanker. Itulah yang harus kita gali dari para penderita kanker. Bangkitkan mimpi dan harapannya agar punya keinginan untuk sembuh.
Semoga gerakan kemanusiaan ini mampu menginspirasi banyak pihak untuk turut berperan melakukan kegiatan sosial. Semoga film ini mampu menyuntikkan semangat bagi para penderita kanker agar terus bersemangat untuk sembuh dan membuka kesadaran masyarakat tentang kanker.
Banyak pihak mendukung gerakan I am Hope. Sebanyak 20.000 gelang semangat telah terjual yang hasilnya disumbangkan seluruhnya untuk penderita kanker. Banyak pula yang memberikan bantuan dana. Wardah menyumbangkan Rp 1 miliar, begitupun banyak perusahaan lainnya seperti Bank Mandiri, dll. Semoga gerakan ini terus berkembang dan meluas ke seluruh Indonesia.
NB : Terima kasih ya Teh Gya dari uplekpedia.com, diundang dalam acara ini . Salam sukses!
[caption caption="by shita rahutomo"]
I am hope, you are hope, we are hope!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H