Mohon tunggu...
Shita Rahmawati Rahutomo
Shita Rahmawati Rahutomo Mohon Tunggu... Penulis - Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lost In Bali,.... Sebuah Proses Pencarian Jati Diri di Pulau Surga

8 November 2015   02:32 Diperbarui: 8 November 2015   04:11 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                         "Just get lost.... and you will find your way....!"

Itulah kalimat yang dituliskan Rene Suhardono dalam bukunya yang saya beli, yang berbicara tentang passion apa yang kita miliki dalam hidup, tentang karier, cinta, masa depan yang kita inginkan, keluarga..... segala masalah klasik yang dihadapi manusia biasa.  Saat itu sebenarnya saya agak kecewa, mengapa Rene tidak menuliskan kalimat-kalimat yang super macam kalimat Pak Mario Teguh agar aku merasa hebat. Just get lost..... dan aku akan menemukan diriku sendiri. jadi selama ini dalam pandangan Rene, aku belum mengenal diriku sendiri. Setahun lebih kubiarkan buku itu tak terselesaikan untuk di baca. Hingga kutemukan waktu yang tepat.

Pengumuman itu terbaca sepintas, tapi hati kecil membisikkan untuk melihat lebih seksama. Lomba Blogtrip! Hal yang sudah lama kucari. Ada tiga jenis kompetisi tentang pesona Indonesia, yaitu pesona bahari, pesona eco resort dan pesona budaya. Nah! Tunggu apalagi. Hati kecil berbisik bicara, jika saya akan menjadi yang "terpilih" menikmati Bali, Pulau surga yang sudah lama ingin dikunjungi lagi karena menyimpan banyak memori.

Dan ya,... firasat itu benar. Terpilih sebagai salah satu pemenang tur ke Bali membuatku bersemangat untuk segera mendapatkan tiket. Mungkin saat inilah aku belajar lebih mengenal diri sendiri, mungkin saat inilah aku menemukan jalanku, menemukan diriku, dalam sebuah perjalanan panjang menikmati pesona budaya. Budaya Bali yang cantik. Bukankah semesta raya telah memberiku  pintu untuk menikmati Museum Antonio Blanco yang tlah lama ingin kukunjungi.

Hari berlalu, menuju saat keberangkatan. Tiba-tiba kabar buruk terdengar. bandara Ngurah Rai ditutup! Semua penerbangan dibatalkan. Kacau! Dan ketidakpastian berangkat berlanjut esok hari. Dua kali batal terbang, membuatku berani memutuskan melalui jalur darat, naik kereta api. Apapun halangannya aku akan tetap pergi! Menikmati pesona budaya Bali, mengeksplorasi Ubud, tempat yang sudah lama ingin kukunjungi. Keyakinanku satu, Tuhan akan memberi perlindungan dan pertolongan di manapun aku berada. Sepuluh menit terakhir yang mendebarkan untuk mendapatkan tiket kereta Jayabaya. Dapat! Berlari, menabrak beberapa orang agar tak ketinggalan masuk kereta kujalani. Seperti drama? Banget!

Aku telah berhasil menyakinkan diriku untuk bertindak sesuai kata hati, memutuskan pergi dibanding diam dan berspekulasi untuk bisa terbang. Bukankah selalu ada seribu jalan menuju Roma? Dan Tuhan Yang Maha Baik mengabulkan doa. Dalam perjalanan di kereta, berita baik kembali tiba.  Bandara Ngurah Rai telah dibuka dan dengan gerak cepat kudapatkan tiket pesawat menuju Bali. Yes! Aku memberi tepukan pada diri sendiri yang mengambil keputusan dengan cepat. Bali,... Ubud, Hotel Courtyard JW Marriot Seminyak, Antonio Blanco,.... tunggu aku,.. aku pasti tiba dengan selamat.

Dan sambutan hangat itu bergema di hati ketika sampai di Hotel Courtyard JW Marriot Seminyak, Bali. Semua saling bantu, saling menyemangati para peserta yang belum tiba. Tidakkah Bali surga dunia dan jiwa, telah menyatukan jiwa kami untuk selalu bersama, menyukseskan acara yang menjadi kehendak bersama?

Ketika pesawat mendarat, acara  eksplorasi pesona budaya Bali di Ubud dimulai. Perjalanan pertama adalah mengunjungi Museum Antonio Blanco yang terletak di tepi Sungai Campuan, Ubud. Pada saat kami menjejakkan kaki ke sana, bangunan yang indah telah menyapa kami. Suguhan minuman selamat datang di Restoran Ni Rondji membasuh tenggorokan kami. Lalau kami menuju museum utama. Lihatlah betapa cantik tanda tangan beliau yang diabadikan sebagai gerbang menuju bangunan museum bernuansa gothic Eropa yang menyimpan kurang lebih 150 buah lukisan.

[caption caption="diambil dari koleksi Museum Antonio Blanco, Ubud Bali"][/caption]

Antonio Blanco, sepertiku datang ke Indonesia karena kita berdua adalah orang-orang yang selalu merasa gelisah, mencari jati diri. Antonio menemukan jawaban kegelisahannya yaitu Bali. Di sini ia berteman baik dengan penguasa Ubud karena kepandaiannya menulis akhirnya dihadiahi dua hektar tanah untuk mendirikan sanggar seni. Di sini ia mengabadikan keindahan para perempuan Bali yang cantik-cantik. Ke 150 lukisan menggambarkan kekaguman seorang Antonio kepada istri tercintanya Ni Rondji dengan mengabadikannya dalam bentuk lukisan.

Perjalanan selanjutnya menuju daerah Batu Bulan untuk menyajikan Tari Kecak yang diadakan para penggiat seni. Tari kecak adalah tari yang harus dilakukan secara bersama-sama dengan mengeluarkan bunyi-bunyian dari suara perut. Dibutuhkan 6 tangga nada dasar untuk membunyikan kecak. Jika sang pemandu lagu tidak bersikap hati-hati dalam memimpin, maka lagu akan kacau balau begitupun dengan gerakan tari kecak. Tari kecak sebenarnya merupakan tarian ritual yang diadakan di pura untuk mengucapkan bentuk syukur pada Tuhan akan hidup yang damai dan berkelanjutan. 

Tari kecak membutuhkan banyak sekali penari. Mereka harus bekerjasama dalam menyajikan tarian. Dalam tarian ini digambarkan Shinta dan Rama yang diasingkan ke hutan oleh ibu tirinya hidup bahagia didampingi adik lelakinya Lasmana. Suatu hari, seekor kijang cantik berlari-lari menggoda Shinta. Shinta lalu merayu sang suami untuk menangkap kijang itu untuknya. Demi rasa cinta pada istrinya, Rama akhirnya memutuskan untuk menangkap sang kijang namun sebelumnya ia berpesan pada Shinta untuk tetap di rumah, dipagari oleh kekuatan doa yang dimantrakan Rama. Sepeninggal Rama Shinta merasa sedih dan kuatir karena Rama tak kunjung pulang. Ia lalu mendesak Laksmana untuk mencari kakaknya. Sepeninggal Laksmana, Shinta diculik oleh Rahwana yang memang telah lama mengejar, ingin memiliki Dewi Shinta. Akhirnya ia menculik Dewi Shinta dari rumahnya dan Sang Jatayu yang melihat tragedi penculikan itu berusaha melepaskan Dewi Shinta dari kejamnya Rahwana. Tapi Jatayu kalah tanding melawan Rahwana. Setelah bertahun-tahun disekap Rahwana, Hanoman membantu memberikan cincin Rama untuk Shinta sebagai perlambang ia baik-baik saja. Maka terjadilah peristiwa Hanoman Obong yang membumihanguskan istana Rahwana. Singkat cerita, Rahwana akhirnya kalah melawan Rama dan Shinta akhirnya berkumpul lagi dengan suaminya.

Setelah sendratari Ramayana, penampilan ke dua adalah tari Sang Hyang Jaran, di mana sang penari mengalami trash atau kesurupan lalu bermain api. Sang penari menginjak-injak api, menendang-nendang api yang panas bahkan memakan bara api. Tari inilah yang membuat para penonton tercekam. Beberapa kali penari kuda lumping menendang bara api yang berasal dari sabut kelapa. Orang-orang bergidik ngeri.

Para penari dalam tari ini adalah orang-orang yang berdedikasi. Mereka menari karena mereka cinta menari meski bayaran tidak seberapa. Tapi kekuatan cinta itulah yang membuat para penari tetap menari sepenuh hati. Cinta pada tarinya, cinta pada tanah airnya, karena tarian kecak merupakan tarian rasa terima kasih kepada alam yang telah memberikan kehidupan pada manusia. Pak Ketut, yang menyajikan tarian Sang Hyang Jaran, telah menari semenjak kelas dua SMP hingga saat ini. Ia selalu berusaha untuk selalu berinovasi, ingin selalu menyajikan tarian yang jauh lebih baik dari waktu ke waktu agar tetap banyak pengunjung yang datang menyaksikan tarian mereka.

Seperti Made Wulan, pelajar kelas 2 SMP ini telah belajar menari sejak ia kelas 2 SD. Dalam seminggu Wulan bisa pentas 4 kali. Jika ia sedang ulangan, Wulan akan membawa buku pelajarannya ke tempat pentas. Ketika bersiap-siap dan berdandan ia akan melakukannya sambil belajar. Yang membuat salut adalah,... disaat sanggar lain "menjual" para penarinya ketika berpose dengan pengunjung, sanggar batu bulan Gianyar menawarkan piring cenderamata yang dijual kepada para pengunjung yang berfoto bersama penarinya, namun tanpa bersikap memaksa. Begitulah seharusnya hidup,.. tetap memiliki harga diri yang tak bisa ditukar dengan lembaran rupiah.

"Setiap pekerjaan pasti ada resikonya. Tapi saya mencintai pekerjaan saya sebagai penari." Demikian Pak Wayan berkisah. Meski honor menari tak banyak, meski resiko tangan melepuh terkena bara selalu terjadi tapi ia akan tetap menari sampai tak mampu lagi. Itulah passion,...bagian dari cinta terhadap pekerjaan. Baju tarinya yang mulai lusuh, manik-manik di leher yang mulai lepas dan kusam, tapi ia,... tetap bersemangat menari.

Setelah menikmati tarian kecak kami kembali ke Seminyak. Sebelumnya, kami berhenti untuk makan malam di sebuah warung makan bernama Nasi Pedas, sepertinya sudah terkenal, karena rasanya yang memang pedaaaas,.....!! Setelah kenyang ya,... tidur! Kegiatan paling tepat setelah perjalanan panjang yang melelahkan adalah berbaring di kasur yang empuk dan nyaman dengan lampu redup dan atmosfer yang sunyi seperti di Courtyard Marriot Seminyak. Tak berapa lama kemudian kutelah lelap dalam mimpi.

[caption caption="by shita rahutomo"]

Kegiatan apa yang paling menarik, ketika baru bangun tidur dengan perut keroncongan? Jawaban paling tepat adalah sarapan di Kitchen Courtyard, tempat sarapan para penghuni hotel. Hidangan dalam berbagai jenis disiapkan, beserta pelayan yang ramah dan setiap saat selalu bersedia membantu. Mau hidangan sehat seperti salad, jus segar dan potongan buah? Tinggal mengambil. Atau sarapan ringan dengan menu wafel dengan topping red bean ice cream with chopped almond? Semuanya enak! 

Eksplorasi hari ke dua menuju Goa Gajah di desa Beda Hulu. Disebut Goa Gajah karena ada patung Ganecha (gajah) yang merupakan penjelmaan Dewa Pengetahuan.  Uang tiket hanya Rp 20.000,00 saja perorang. Ingat, perempuan sedang datang bulan dilarang memasuki puri. Kita pun harus memakai kain saat ke pura untuk menjaga kesopanan.

Pak Made, sang guide mengajak kami berkeliling. Terdapat reruntuhan bangunan pintu gerbang yang kini menjadi batu-batu berserak tak beraturan. Terjadi gempa bumi pada tahun 1925 yang membuat bangunan pintu gerbang runtuh. Di sana kita bisa melihat petirtaan tempat Raja Udayana dan Ratu Mahendradatta bertapa. Tempat pemandian merupakan bagian tak terpisahkan dari peribadatan agama Hindu, karena air merupakan perlambang penyucian diri.

Ah,..saya sudah lelah. Lain waktu kita sambung cerita lagi dengan kisah-kisah yang lebih menarik dan inspiratif. Demikianlah kunjungan para kompasioner ke Bali dalam rangka Blogtrip Pesona Budaya di Bali. Sampai ketemu di lain waktu!

 

 

 

 

.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun