Perjalanan di awal terasa sangat menyenangkan karena pemandangannya yang indah, pohon=pohon rimbun dan jalan datar beralas batu. Perjalanan mulai terasa menyiksa ketika jalan menanjak atau melewati ladang-ladang berlumpur. Untunglah kami memakai porter kalau tidak tak yakin sampai di atas. Seorang peserta pingsan di tengah perjalanan. yang lain terhenti sementara karena kram kaki. Memang perjalanan yang menantang. Capeeee,...heh..heh..he... apalagi saat melalui tanjakan cinta yang bersudut 85 derajat mungkin. Curam, licin, tanpa pegangan. Pakailah sepatu dengan alas grip besar agar tidak terpeleset.
Perkampungannya bersih. Jalan dibuat dari susunan batu. Di depan rumah disediakan ember bambu berisi air untuk mencuci kaki. Rumahnya kecil, dengan diameter sekitar 6x6 dibagi atas 3 atau 4 ruangan. Ruang tamu yang merangkap ruang keluarga sekaligus menjadi tempat kami makan dan tidur malam itu dan dua kamar tidur, karena rumah kami ditempati 2 keluarga. Anaknya yang sudah menikah, masih tinggal di rumah orang tuanya karena suaminya belum mampu membuat rumah baru. Jadi kamar si anak juga menjadi dapur bagi keluarga baru itu. Rumah ini sangat sederhana. Pencahayaan dari lampu minyak 1 buah, dinding terbuat dari anyaman bambu sehingga udara malam yang dingin masih masuk menerobos dalam rumah. Dapur di dalam rumah dan tanpa jendela!Inilah yang menyebabkan banyak penduduk Badui menderita ISPA karena asap berputar-putar di dalam rumah. (Pernah membaca artikelnya di Kompas Minggu). Satu lagi, tak ada toilet di rumah. Jika kebelet pipis atau ingin BAB harus segera menuju sungai yang jaraknya lumayan dari rumah. Dalam keremangan malam yang mencekam. Repooot...!!
Pagi itu setelah sarapan, kami pamitan kembali pulang. Kembali menuju realitas hidup. Pengalaman tinggal di perkampungan Badui ini menambah rasa syukur tentang hidup yang penuh kemudahan yang kami miliki. "Aku jadi merindukan kamar kos-ku. Biarpun tidak mewah tapi nyaman dan bersih. Hidup itu memang harus penuh bersyukur ya..." kata Hafizah yang cantik.
[caption caption="by shita"]
Yah,..itulah manfaat menjelajah. Membuat kita memiliki pengalaman baru, menambah pertemanan, meluaskan wawasan dan orang yang telah mengelanan ke banyak tempat akan lebih bijak menjalani hidup. Aaamiin. Semoga. salam petualang!
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H