Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Lebay, Politik Identitas Bukan Barang Haram

19 Oktober 2022   17:27 Diperbarui: 19 Oktober 2022   17:39 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


SEJUMLAH pihak seperti salah tafsir, berlebihan menafsir soal politik identitas. Mulai bergeser maknanya, politik identitas seolah menjadi sesuatu yang haram. Mereka lupa bahwa nilai-nilai demokrasi telah mengakomodasi itu. Untuk praktek politik identitas, adalah sesuatu yang lumrah.

Itulah bagian dari pilihan 'choice'. Demokrasi menghormati tentang keberagaman. Belum lagi identitas secara terminologi menjelaskan tentang ciri. Tanda-tanda, kode, atau penanda. Identitas itu terkait simbol. Jadi, kalau mau dilihat dari 18 partai politik sekarang yang sedang diverifikasi faktual, menampilkan realitas indentitas.

Artinya, perihal identitas politik tidak perlu dipersoalkan. Sebab, identitas itu sesuatu yang kita bawa atau lahirkan sejak manusia ada di muka bumi ini. Dari partai PKS, hingga PDI Perjuangan, semua partai politik mempunyai identitas berbeda. Dan publik telah akrab dengan perbedaan itu. Kita telah toleran dengan warna-warni parpol.

Dari sisi lambang, plat form partai politik, metodologi kampanye, juga menegaskan tentang identitas. Maka dengan itu, politik identitas bukan barang baru. Bukan pula sesuatu yang tabu. Bagi yang protes terhadap politik identitas, berarti mereka yang tidak tuntas, tidak komprehensif mengerti politik. Identitas itu melekat pada tubuh manusia.

Yang didebatkan politik, terutama bagi para pendukung kandidat kepada daerah, kandidat Presiden di republik ini. Terlebih para calon anggota Legislatif yaitu 'melawan politik identitas', rasanya tidak tepat. Mesti yang dilawan itu adalah kampanye destruktif. Cara berpolitik yang menjatuhkan orang lain.

Dalam urusan domestik, sampai urusan publik, semuanya akan berkaitan erat dengan identitas. Baik berbicara politik, sosial, ekonomi, ideologi bernegara, tetap melibatkan lambang 'identitas'. Cegah dini atau peringatan dini 'early warning system' yang perlu dilakukan yakni pada politik adu domba. Korupsi, politik transaksional.

Mengajak pemilih memilih politisi tertentu karena satu suku. Atas kesamaan agama tertentu, lantas memprovokasi pemilih untuk melawan, menyerang lawan politiknya. Hal ini yang tidak diperkenankan. Itu tidak boleh. Politik meruntuhkan, politik merusak, ini yang layak dan wajib dihindari.

Dalam menatap tahun politik 2024, konstituen perlu dibekali. Diberi bimbingan, edukasi, dan literasi politik. Mengajak mereka untuk membangun politik akal sehat. Rasional dalam menilai, sampai memilih figur yang layak dipilih sebagai pemimpin publik. Bukan memotong nalar pemilih dengan agitasi propaganda yang merusak.

Pemilih tidak dibelokkan kesadarannya, pada ruang-ruang sempit. Mengarahkan pemilih untuk berkonflik. Terlibat pada like and dislike. Pokoknya yang tidak boleh dipelihara dalam kultur demokrasi ialah cara berpolitik, dan cara memilih pemimpin yang terbangun atas sikap antipati terhadap satu kelompok. Sentimentil, lantas membangun semangat mendikotomikan pemilih.

Begitupun politisi, calon pemimpin yang akan tampil dalam Pemilu 2024. Tidak boleh membangun narasi pecah-belah. Hadir memberi contoh, teladan yang mempersatukan rakyat. Bukan menghasut rakyat lalu saling memelihara kebencian. Menyerang, menjatuhkan satu pihak. Lalu mengkultuskan satu pihak secara membabi-buta. Itu yang tidak demokratis namanya.

Kalau mau benar-benar demokratis. Antara yang dipilih dan pemilih, harus berada dalam satu frekuensi yakni mempunyai kesadaran saling menghargai keberagaman. Tidak boleh didistorsi nilai demokrasi yang kental dengan kemajemukan. Demokrasi itu berorientasi pada toleransi. Gotong royong akan hadir jika kita toleran. Saling menghargai keberadaan masing-masing pihk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun