SAFARI politik dan bahkan deklarasi untuk bakal calon Presiden Republik Indonesia (RI), telah dilakukan partai politik. Sebut saja partai NasDem. Yang mendeklarasikan, memutuskan Anies Rasyid Baswedan (ARB) sebagai calon Presiden dalam Pilpres 2024. Berbagai analisis juga mencuat. Tensi politik terus meningkat.
Beredar kabar nama Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo juga dalam waktu dekat akan menggelar deklarasi sebagai bakal calon Presiden. ARB yang lebih dahulu diusung sebagai calon Presiden oleh NasDem mendapat peluang, sekaligus ancaman secara elektoral.
Peluangnya, ARB akan meraup dukungan publik. Bagi floating mass ARB telah jelas bersikap. Akan menjadi magnet yang memikat hati mereka. Ancamannya, tentu ARB akan dimangsa para makelar politik. Termasuk rival politiknya. Skandal politik, jika ada, akan diubar ke publik. Praktek character assassination dilakukan terhadapnya.
Kehadiran ARB di pentas Pilpres secara terang-terangan membuat dirinya menjadi episentrum baru dalam percaturan demokrasi kita. RAB menjadi tema yang dipercakapkan secara politik. Menjadi makin populer. Di media sosial, baik yang bernampak meningkatkan elektabilitas, menambah sentimen positif, maupun sentimen negatif, ARB intens dibicarakan publik.
Tantangan besar bagi ARB ialah ketika dirinya tidak tepat menentukan koalisi. Terburu-buru dan kurang selektif memilih paket calon Wakil Presiden, membuat ARB terseret dalam jurang kekalahan. Sejumlah pengamat memprediksikan ARB akan menang dalam Pilpres 2024 jika berpasangan dengan Ganjar Pranowo. Simulasi pasangan telah dilakukan. Bahkan jika Anies-Prabowo, peluang menangnya besar.
Menurut saya, ARB akan menang jika berkoalisi dengan KIP (Khofifah Indar Parawansa), Gubernur Jawa Timur. Ini alternatif kedua. Selain sebagai Kepala Daerah, KIP merupakan simbol dan representasi politik perempuan. Tak kalah pentingnya, KIP sebagai jebolan aktivis pergerekan mahasiswa, seorang kader terbaik Nahdlatul Ulama (NU).
ARB dari HMI, KIP dari PMII. Dua organisasi kemahasiswaan yang luar biasa memiliki kader luar di Indonesia. Bahkan di Luar Negeri. Kedua sosok ini sejak menjadi mahasiswa masing-masing pernah aktif di HMI dan PMII. Solidaritas dan spirit kekeluargaan tersebut tidak bisa diabaikan. Artinya, unsur-unsur pendukung itu akan menjadi modal besar. Menjadi resource dalam pemenangan politik.
Dari sisi kualitas, ARB dan KIP sangat memiliki kompetensi kepemimpinan. Mereka terdidik, terpelajar, berpengalaman, memiliki visi masa depan. Rekam jejak mereka jelas, penuh dengan dialektika intelektual, akademis.
Untuk kiprah politik, keduanya menjadi Kepala Daerah. ARB sebagai Gubernur DKI Jakarta, lalu KIP sebagai Gubernur Jawa Timur. Tidak main-main, daerah dengan jumlah pemilih terbanyak kedua (Jatim), dan terbanyak ke-enam (DKI Jakarta).
Dari sisi pertalian darah atau keturunan, ARB dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat. Dimana Jabar adalah wilayah dengan jumlah pemilih terbesar atau terbanyak pertama di Indonesia. Yakni Daftar Pemilih Tetap (DPT) 33,27 juta jiwa, ini sesuai data Pilpres 2019.
Perpaduan kekuatan yang tidak bisa dipandang remeh. Karena posisi KIP, bisa menarik kecenderungan politik perempuan, Jawa, NU, dan kelompok pemilih nasionalis. Putra asal tanah Pasundan ini dikenal kalem, santun dalam menyajikan pandangan-pandangan politiknya.
Bekerjanya dengan metode merangkul. Tidak memukul, begitulah ARB terpotret. Kepemimpinannya dinilai punya ciri khas, ia melahirkan banyak perubahan, kemajuan untuk DKI Jakarta. ARB dinilai memiliki dukungan dari kelompok politik Islam.
Dari posisi tersebut, tidak sedikit kelompok politik nasionalis memusuhinya. Padahal, ARB sendiri terlahir dari akademisi. Pikirannya inklusif. Ada sebagian kawan dekatnya menyebut ARB sebagai intelektual liberal. Ketika diringkas, ARB tidak tepat dikategorikan sebagai politisi yang menghidupkan atau menjadi biang dari praktek politik identitas.
Bila ARB mendapat simpati dari tokoh-tokoh agama Islam, itu hal lumrah. Bisa jadi, karena kebijakan-kebijakan yang diambil ARB dinilai pro dan menunjang kegiatanh-kegiatan keagamaan Islam. Itupun tidak perlu kita marah-marah menanggapinya. Demokrasi kita tak melarang itu. Yang dilarang itu adalah menyebar kebencian. Memicu perang dan konflik sosial. Merusak kerukunan, menghidupkan intoleransi.
Tidak mungkin ARB mau menjadi korban. Lantas ia tampil menjadi mesin pembakar, memprovokasi umat beragama dan menjatuhkan lawan politiknya demi meraih suara elektoral dalam Pemilu 2024. Kecuali akal sehatnya sudah hilang. Atau kecuali, ARB telah dirasuki setan.
Alternatif pertama, yakni posisi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Keunggulan AHY yaitu dirinya memiliki kendaraan, mesin partai politik. AHY Ketum DPP Partai Demokrat. Tidak sedikit kader Partai Demokrat yang menjadi Anggota DPR RI, hingga DPRD. Ada kader, simpatisan yang banyak. Belum lagi kekuatan struktur partai, ditambah kekuatan SBY yang notabenenya ayah dari AHY.
Siapa yang meragukan kemampuan SBY dalam politik?. Sang Presiden RI 2 periode itu dikenal memiliki keahlian, mahfum dalam menerapkan strategi. Dari sisi lainnya, logistik SBY sudah tentu masih ada. Tentu SBY tidak tinggal diam. Apalagi politisi senior itu telah mengatakan sikap siap turun gunung untuk memenangkan Pilpres dan Pemilu 2024.
Pemilih kita harus diedukasi agar mereka menghargai sistem politik. Hentikan polarisasi politik, yang berkonsekuensi sampai pada polarisasi agama. Seperti inilah cara kita mendorong transformasi demokrasi. Menjadi starting point dalam membenahi kerusakan pilar-pilar politik. ARB jika mau menang paketnya AHY atau KIP.
Kelihaian dan ketelitian membaca tanda-tanda kemenangan politik memang perlu dimiliki politisi. ARB mesti mempunyai kekuatan itu. Jika salah menentukan skema koalisi, sudah pasti ARB menelan kekalahan. Pilpres 2024 diharapkan melahirkan iklim demokrasi yang kondusif dan produktif. Motivasi berkompetisi dalam Pemilu dan Pilpres tidak sekedar menang. Lantas mengabaikan sisi edukasi, moralitas, serta integritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H