Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka dari Hegemoni Kelas

16 September 2022   10:22 Diperbarui: 19 Oktober 2022   14:10 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


DALAM
menata hidup. Semua orang punya rancang bangun, skema sendiri. Tersimpan dalam memorinya, dan menjadi harapan yang akan diwujudkan. Bahwa kita harus menjadi mandiri. Maju, tidak statis. Merdeka, lepas dari pola-pola perbudakan. Gaya hidup yang tidak berkembang. Hidup yang progresif dan produktif.

Intensitas kerja penuh waktu, yang kadang tidak dibarengi dengan hasil penghargaan yang memadai. Dalam situasi tertentu, setiap orang akan jenuh. Akan menemui kondisi membosankan atas pekerjaannya. Apalagi, yang ditemukannya ada kesenjangan. Berjarak antara kerja keras dan hasil sebagaimana ekspektasinya.

Kunci menjadi manusia merdeka ialah mengatur pikiran, serta sikap secara independen. Tanpa berfikir perasan tidak enak terhadap siapapun. Tanpa merasa terbebani dengan keadaan apapun. 

Tanpa merasa berada dalam ruang represif. Menjadikannya kusut. Semangat juang dan kekritisannya runtuh. Tidak ada kebebasan berekpresi. Kemampuannya terpendam, tidak mendapat ruang. Tidak diberikan kepercayaan untuk ursan-urusan yang lebih naik kelas. Menjadi manusia merdeka memang tidak mudah.

Tapi, semua orang merindukan menjadi manusia merdeka. Saya, punya gembaran besar soal itu. Berkerinduan memiliki usaha sendiri. Namun, dalam situasi sekarang masih sulit kita mendapat modal untuk usaha sendiri. Rasa-rasanya, hampir separuh jatah hidup kita habiskan untuk mencari uang.

Namun untuk mendapatkan modal usaha saja, susahnya minta ampun. Kita baru mampu bertahan hidup. Juga baru punya kemampuan merangkai, mendeskripsikan masa depan yang gemilang. Baru sebatas merencanakan. Pada level memanifestarikannya, belum mampu. 

Lepas dari perbudakan tidaklah mudah. Perbudakan ekonomi. Perbudakan pekerjaan, dan perbudakan di wilayah lainnya juga tidak semudah yang dipikirkan. Get down, bosan, perasaan pesimis menghampiri. Rasanya semua ikhtiar perjuangan kita tak ada nilainnya. Terus berbenah, yakinlah waktu menjadi manusia merdeka mesti digenggaman kita.

Menuju kesuksesan, tidaklah mudah memang. Begitu kata banyak pihak, mereka yang telah melewati proses yang penuh keringat dan air mata. Perjuangan panjang yang melelahkan. Di tengah perjalanan menuju sukses, kebanyakan kita berhenti di tengah. Ketika dihadang ujian kehidupan.

Bagi para aktivis, kalimat Anti Penindasan paling senang kita dengar. Begitupun melawan hegemoni absolutisme atau kesewenang-wenangan. Pada tataran praktis, anti penindasan menjadi berubah nilai dan kekuatannya jika dihadapkan dengan kebutuhan ekonomi. Kepentingan situasional, membuat idealisme kadang lentur.

Kondisi situasional yang dimaksudkan disini ialah kebutuhan keluarga. Ya, karena kelurga dan usaha mencari nafkah. Merubah seorang idealis menjadi pragmatis. Membuat petarung berubah haluan. Lalu memilih menjadi pengecut atau pecundang. Kebutuhan ekonomi dapat meruntuhkan semua kemewahan itu.

Realitas tersebut juga tidak boleh kita ingkari, karena sering dan selalu datang pada kehidupan kita semua. Sebuah struktur penguasaan (hegemoni) kelas masih berjalan. Dimana hegemoni kekuasaan, dari penguasa kepada pihak yang dikuasainya berlangsung. Yang kaya menaklukkan yang miskin.

Mereka yang kuat dalam segala hal, mempermainkan, merendahkan, dan memerintahkan yang lemah dalam segala urusan. Tapi, apalah daya mereka yang belum berkesempatan kaya raya. Atau mereka yang tidak ditakdirkan Tuhan menjadi kaya raya, akhirnya pasrah. Menjalani hidup apa adanya, tanpa obsesi.

Lepas dari hegemoni diperlukan keberanian. Sebab, tidak mudah konsekuensi-konsekuensi yang datang padanya. Melakukan perlawanan kelas memerlukan alat dan modalitas yang kuat pula. Rumusnya untuk melawan kapitalisme, arogansi, kesombongan harus dengan cadangan kekuatan lahir batin.

Agar supaya perlawanan berhasil. Kecongkakan dapat dilawan. Bahkan dipermalukan dengan kekuatan rakyat jelata. Karena kapitalisme dekat dengan kekuasaan, maka kekuatannya begitu super power. Mereka punya keunggulan lebih. Penguasa atau elit yang mengendalikan kekuasaan, juga dekat dengan kemewahan.

Di sana melekat kesombongan. Sehingga ada rasa dan perasaan merendahkan orang lain juga dipelihara di dalamnya. Kalau kita benar-benar Anti Penindasan, perlu diperkuat basis ekonomi. Jangan terus-menerus mengabdi pada ketidakpastian. Absurditas akan selamanya membawa kita pada bayang-bayang penaklukan. Nihilisme.

Kita berada dalam ruang abstraksi, yang pada kenyataannya tidak semanis yang kita bayangkan. Realitas kegamangan. Kita akan menjadi manusia dependen. Sukar menjadi independen. Bagaimana cara bangkit, maju?. Berarti segera bersikap dan tunjukkan keberpihakan, mengambil langkah revolusioner.

Karena yakinlah, baik secara ekonomi, sosial, dan relasional, kita tidak akan pernah maju dalam ruang interaksi yang intoleran. Tidak berimbang. Seperti menempatkan, menguatkan dimana posisi tuan dan budak. Hubungan interaksi yang sudah pasti tidak sehat jika. Idealnya, ruang pengabdian tidak tersekat pada bos dan anak buah. Itu kurang bermartabat, dan akan menjadi toksik.

Inilah yang saya sebut hegemoni kelas. Hanya merusak sendi perkawanan dan kekeluargaan. Merendahkan sinergi kolaborasi. Meniadakan apa yang namanya egaliter. Jangan sampai kita menjadi pelaku hegemoni kelas. Ataupun menjadi tumbal dari hegemoni. Insya Allah, hal yang demikian hanya terjadi di era kerajaan. Tidak terjadi pada hidup keseharian kita saat ini.

Ingat ekspektasi kita ialah lahirnya harmonisasi hidup. Tidak boleh menjadi penindas. Tidak boleh juga mau ditindas, atau pasrah sebagai yang tertindas.

Generasi kita hadir dengan senyum penuh harapan. Memperjuangkan narasi, kebenaran, keadilan, dan prinsip kemanusiaan yang selama ini kita genggam, yang kita telah yakini bahwa itu benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun