Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Senator Djafar Alkatiri, Politisi Futuristik Bersikap Toleran

29 Mei 2022   01:00 Diperbarui: 29 Mei 2022   05:50 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


TIDAK
semua politisi berfikir jauh ke depan. Yang berpandangan futuristik, teratur dan terintegrasi tidak banyak. Untuk politisi yang bersikap toleran, begitu pula. Tidak banyak. 

Ini merupakan penyebab dari minimnya literasi. Akibatnya ada politisi yang malas mikir. Tapi doyan bicara. Selalu memperlihatkan sensasi, bukan prestasi. Kepentingan rakyat hanya dijadikan kapitalisasi politik.

Yang lahir kemudian adalah kegaduhan sosial. Karena yang dibicarakan ke publik tidak berdasarkan fakta, analisis yang matang, dan cara berfikir sistematis. Paradigma inklusif mestinya digaungkan. Pemikiran yang tidak diperkaya dengan bacaan, wacana kritis, membuat politisi menjadi intoleran. Mudah emosi.

Ekstrimnya, politisi semacam itu mudah menolak perbedaan pendapat. Tidak terbiasa dengan perbedaan. Demokrasi yang memberi ruang kemajemukan, diabaikan. Dari deretan politisi nasional yang futuristik dan toleran itu, nama Ir. H. Djafar Alkatiri, M.M.,M.PdI ada dalam deretan tersebut.

Pemikiran futuristik tercermin dari sosok Djafar Alkatiri, Senator asal Sulawesi Utara. Wakil Ketua Komite I DPD RI ini berwawasan luas, rekam jejaknya terukur. Kaya pengalaman. Akrab dengan ragam dialog terkait hal sosial, ekonomi, budaya, politik, ideologis dan kepentingan keumatan. Pandangannya futuristik dan terbuka.

Kebanyakan orang salah kapra menginterpretasi soal toleransi. Senator Djafar, tidak parsial memaknai itu. Baginya kegagalan mengimplementasikan toleransi menjadi kebablasan, karena sempitnya kita mengartikulasi toleransi. 

Bersikap toleran dalam beragama. Bukan menjadikan atau memaksa kita untuk mengikuti kegiatan ritual keagamaan dari pemeluk agama tertentu. Toleransi bukan berarti memaksa.

Toleransi secara holistik, ialah menghormati perbedaan. Menghargai, tidak berisik, tidak bersikap diskriminasi terhadap orang atau kelompok lain. Di luar diri kita. Dengan perlakuan hormat, menghargai kebebasan beragama atau berbudaya, disitulah nilai pentingnya toleransi. Lahirnya sikap kesetaraan, adil dan penuh rasa hormat antar sesama.

Pemikiran tersebut tidak saja disampaikan Senator Djafar dalam ruang diskusi formal maupun pidato saat sambutan di atas podium yang terhormat. Lebih dari itu, Senator Djafar telah mempraktekkannya.

Beliau bertindak sebagai role model. Memberi legacy kebaikan. Politisi yang aktif di dunia pergerakan "aktivisme" sejak di bangku Sekolah itu menyadari bahwa toleransi hukan jualan kata-kata. Bukan dagangan dan dagelan politik.

Baginya, toleransi tidak bersifat memaksa. Melainkan rasa yang termanifestasikan dalam akal sehat, kesadaran profetik. Dimana orang-orang yang toleran itu hidupnya tenang. Tidak mengintimidasi pihak lain untuk bersikap toleran pada pihak tertentu. Melainkan cukup dengan ia memposisikan diri, membawa diri, menghormati perbedaan. Sikap toleransi menempatkan kedamaian dalam diri tiap manusia.

Toleransi bukan sekedar pengakuan. Melainkan tindakan. Sikap dari hidup rukun, dan damai. Toleran berarti bersikap jujur, terbuka, humanis, adik, tidak munafik. Menghormati pluralitas, dan tidak bersikap standar ganda. Tidak ada sikap ambigu dalam jiwa, pikiran, tindakan kaum yang mengaku toleran.

Bagi Senator Djafar, tak ada istilah dan diksi mayoritas maupun minoritas. Yang rata-rata bersifat dikotomis. Mempolarisasi masyarakat pada ruang yang tidak produktif. Seolah-olah ada kelompok masyarakat yang merasa superior, lalu yang lainnya menjadi inferior.

Yang memiriskan, Djafar mengakui masih ada yang tersisa dari ruang dialektika sosial kita. Dimana toleransi dijadikan sekedar kamuflase politik. Fungsi dan perannya dikapitalisasi dalam kompetisi politik. Alhasil, ada pihak yang dituduh toleran, dan intoleran. Narasi kebencian dilahirkan.

Menelisik jejak politik Senator Djafar tidak membangun karir politik dengan jualan isu sektarian. Politik berbasis suku agama ras dan antar golongan tidak mau dieksploitasinya. Pantang baginya mengkanalisas isu primordial. 

Sentimen sektarian zonasi, teritorial "kewilayahan", bahwa Djafar milik warga Manado. Milik warga Nusa Utara, milik warga Bolong Raya. Milik warga Minahasa, atau perwakilan Dapil Sulawesi Utara semata bukan jualan politiknya. Djafar berdiri di atas kepentingan seluruh masyarakat.

Melampaui situasi itu, Senator Djafar adalah aset Indonesia. Politisi vokal ini sudah menjadi "properti publik". Itu artinya, tidak boleh ruangnya dipersempit warga tertentu. Yang menonjol dari pemaknaan Djafar tentang toleransi yaitu, tidak saling menggangu.

Sikap tegas untuk soal-soal seperti itu ditunjukkan. Menurutnya hidup toleran berarti tidak menggangu pemeluk agama atau orang lain. Tidak marah-marah melihat masyarakat tertentu beribadah. Tidak saling memprovokasi untuk merusak rumah ibadah. Tidak saling mencari maki. Toleransi menegasikan sikap arogansi subyektif.

Selain membaca teks dan konteks. Senator Djafar juga menganjurkan agar kaum muda, aktivis, politisi, masyarakat luas, membangun relasi pergaulan yang luas. Tidak sekedar cermat dalam merancang narasi, menyampaikan ke publik. 

Senator yang pernah memimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sulawesi Utara itu, mampu mengamalkan dalam tindakan nyata. Apa yang disampaikan. Baginya praktek politik memerlukan keteladanan. 

Seperti membangun negara, dengan pemerintahannya. Keteladanan amatlah penting. Tanpa keteladanan, perjuangan politik umatan menjadi sia-sia. Menjawab tantangan zaman akhir-akhir ini, bagi Senator Djafar adalah harus dihadapi.

Seperti kata Buya Syafi'i Ma'arif, hidup tanpa tantangan, itu bukan hidup. Kalau takut dengan tantangan, maka jangan datang ke muka bumi. Hal tersebut menjadi pesan penting Senator Djafar ketika membimbing kader-kader penerus bangsa.

Mantan Anggota DPRD Kota Manado, juga pernah menjadi Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara itu mengerti betul bahwa toleransi memang berbeda dengan kompromi. Bersikap toleran lebih bermakna menghormati. Tegak berdiri pada prinsip moral, kemanusiaan. Sementara, kompromi lebih pada kepentingan pragmatis materialistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun