Kita berharap tidak hanya kasus Ade Armando, yang membuat mereka bicara soal anti gerakan dan praktek kekerasan. Semoga semua praktek kekerasan di Indonesia ini mereka kutuk. Tidak pilih-pilih kasus. Ringkasnya, Ade Armando berhasil mengalihkan isu.
Demonstrasi mahasiswa tercemar dengan aksi kekerasan yang dilakukan satu dua oknum tersebut. Padahal belum tentu, mereka pelaku pemukulan Ade Armando adalah mahasiswa yang ikut dalam simpul-simpul massa aksi. Tapi, boleh jadi hanya penumpang gelap.
Pada tahap tertentu untuk kepentingan politik, Ade Armando bisa disimpulkan mengetahui permainan playing victim. Berlagak, siap menjadi korban untuk alasan tertentu. Kemudian, posisinya yang terzalimi dieksploitasi, dikapitalisasi, dipolitisasi media massa. Sehingga kelemahan, insiden atau musibah itu menjadi kekuatan positif bagi kelompok tertentu.
Publik tentu tidak mudah percaya, bahwa Ade Armando begitu bodoh bermain di pentas yang dibuat orang lain. Beda ketiban sial, dengan skenario untuk menjadi korban. Dimana-mana seseorang yang menari dan menyanyi dalam genderang yang dimainkan orang lain, bukan saja tidak elok. Melainkan terlalu beresiko dan bodoh, nekat bila itu dilakukan.
Dari beberapa alasan, analisis menggambarkan bahwa kejadian naas yang memakan korban Ade Armando adalah parade politik. Sebuah momentum menguntungkan pihak tertentu yang membenci demonstrasi dilakukan. Framing media massa berhasil menggeser fokus. Kian menambah isu prioritas demonstran menjadi kabur bahkan hilang.
Jadinya publik disuguhi, suasana keributan aksi massa. Kegiatan yang dipertontonkan dan kesakitan, kerugian, penderitaan yang dirasakan Ade Armando. Sisi tersebut yang akan dieksploitasi berkali-kali. Mereka yang tidak bersimpati dengan Ade Armando, dianggap kurang rasa empatinya. Dituding macam-macam. Tragisnya, isunya diperluas. Yang menggebuki Ade Armando diduga pendukung Anies Baswedan, eks HTI dan eks FPI.
Tudingan yang bertubi-tubi datang. Tujuannya tak lain ialah mencari kambing hitam. Buzzer sedang mencari siapa orang yang dapat mereka persalahkan. Dari upaya seperti itulah, maka perjuangan humanis dari mahasiswa tidak diapresiasi sama sekali. Para pendemo dengan teganya disalahkan. Lihat saja Koordinator Nasional BEM SI saat salah bicara saja menjadi bahan bullyan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H