Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Waspada, Penumpang Gelap dan BuzzeRP Mengintai

13 April 2022   19:05 Diperbarui: 14 April 2022   00:32 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyampaian aspirasi tidak lagi leluasa, kini. Mereka yang bersuara kritis, mengoreksi kebijakan pemerintah akan dituding kelompok pembenci. Iklim represif kian meluas dirasakan rakyat. Tidak saja dirasakan mahasiswa, aktivis LSM, dan faksi prodem. Kebebasan tersandera, terbatasi.

Kalangan intelektual, pengamat, mereka yang ahli di bidangnya (profesional) juga menjadi khawatir menyampaikan kritik pada pemerintah. Ketakutan mereka ialah jangan sampai diserang bazzeRP. Takut dikriminalisasi, dijerat UU ITE. Beringas memang buzzeRP, menyerang tak tau takut. Mereka merasa dilindungi kekuasaan.

Gerombolan manusia yang terhimpun karena motif tertentu. Mereka bezzeRP digerakkan atas uang. Dibayar mahal untuk pujian-pujian kepada pemerintah. Pembelaan yang berlebihan mereka lakukan. Tanpa malu. Realitas dan fakta ditutup rapat-rapat. Apalagi terkait keburukan kebijakan pemerintah, mereka bela habis-habisan.

Kebebasan sipil diberangus. Rakyat yang menyampaikan pendapat melalui demonstrasi disalahkan. Akan dicari-cari masalahnya. Supaya gerakan kritik terhadap pemerintah bisa dibungkam. Bermacam alasan akan dibuat. Begitu ironis, kehadiran buzzeRP membuat demokrasi kian serampangan. Kebebasan demokrasi terancam. Kalangan akademis, kaum intelektual terdidik akhirnya memilih diam.

Bahkan lebih ekstrim lagi, mereka yang disebut kelas menengah, agen transformasi mengambil sikap apatis. Dan itulah yang diharapkan buzzeRP laknatullah. Target buzzeRP tidak lain ialah melahirkan citra bahwa pemerintah selalu benar. Pemerintah di mata mereka selalu sukses, dan mesti dipuji rakyat. Jangan ada kritik untuk pemerintah.

Luar biasa, anti demokrasi bukan. Sebuah sikap yang kontraproduktif dengan nilai-nilai kebebasan yang kita anut. BuzzeRP tak mau tau apakah rakyat merasa tertekan, kesusahan karena situasi ekonomi. Yang mereka kehendaki hanyalah mendapatkan uang dari kerja memuji-muji pemerintah. Membuat framing pemberitaan terus-menerus.

Para buzzer yang berburu rupiah kita sebut buzzeRP ini mempersatukan keutuhan nasional. Kerjaan mereka membuat opini, menggiring, dan memperkuat opini yang dibuat. Perangkat yang dipakai adalah media sosial. Dengan melakukan reproduksi, duplikasi, atau menjadi peternak media sosial, mereka meraup untung dari situ.

Satu orang buzzeRP memegang lebih dari satu dua akun. Baik di Facebook, Twitter, maupun di platform media sosial lainnya, mereka berkeliaran. Dalam bekerja, sesama merekapun saling sikut. Saling menerkam. Yang penting dalam otaknya adalah uang. Tidak peduli soal standar etika. Kebenaran dan keburukan bagi mereka tidaklah penting.

Yang benar bisa disalahkan. Begitu kemahiran dan kafasihan mereka memutar balik fakta. Salah bisa menjadi benar. Cara rekayasa massif dilakukan. Sesama buzzeRP memang satu frekuensi, solid dan saling mendukung. Kelompok buzzeRP berkoalisi bukan karena panggilan moral, bukan demi rakyat. Seperti mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Mereka terkumpul atas motivasi uang (dibayar).

Penumpang gelap dan buzzeRP saat ini tengah beroperasi. Publik patut waspada. Sebelum aksi mahasiswa, BEM SI Senin 11 April 2022, hingga sesudah aksi tersebut mereka penumpang gelap dan gerombolan buzzeRP intens melakukan operasi. Tentu dengan metode masing-masing. Sesuai skill, sesuai kecenderungan, dan keahlian. Sasarannya menggiring perjuangan pokok dari mahasiswa.

Yang diekspos, digoreng malah Ade Armando yang dikeroyok hingga babak belur. Problem itu yang diperpanjang dan didalami, siapa oknum yang menganiaya Ade Armando. Memiriskan, hingga ke soal-soal yang buruk yakni tudingan bahwa aksi mahasiswa hanyalah bersifat kekerasan. Sebuah generalisasi yang tidak etis. Janganlah, karena satu hal membuat perjuangan suci mahasiswa dituding bermasalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun