Pemimpin yang lupa diri itu selalu menghitung-hitung kinerjanya. Mencatat prestasi, mengkapitalisasi kebaikan politiknya. Agar rakyat mengingat. Tapi dia tidak mau sisi kekurangannya dikritik. Dalam benaknya, apa yang dilakukan tersebut harus diapresiasi rakyat.
Jangan ada sedikitpun rakyat berkeluh-kesah. Ketika rakyat menyampaikan situasi yang dialami, malah pemimpin yang lupa diri ini merasa dirinya ditampar. Dirinya dipermalukan, kinerjanya tidak dihargai. Ini merupakan kesalahan berfikir. Kalau benar-benar pemimpin negarawan, ia tak akan tinggi hati. Apa yang dilakukannya merupakan pengabdian.
Kesadaran pemimpin yang demikian harusnya dimunculkan. Bahwa dia mengerti betul tugasnya sebagai publik service. Pemimpin hanya budak rakyat. Jangan gila hormat dan mau terus-menerus rakyat bertepuk tangan atas prestasi yang diraih. Ketika pemimpin berprestasi, itu biasa saja.
Karena memang dia digaji untuk bekerja pada rakyat. Keliru jika pemerintah itu over memaknai prestasinya. Yang seolah-olah itu karya monumental sehingga meminta dan memaksa rakyat untuk berterima kasih kepadanya. Fatal bagi pemimpin saat ini, yang selalu memaknai kritik sebagai sikap antipati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H