Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Ada Pemimpin Tiran, Kades Urus Saja Desa

6 April 2022   21:59 Diperbarui: 6 April 2022   22:46 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kartun politisi ‘gaek” (Isahamahameru) via jurnalfaktual.id


Indonesia
mengenal sistem distribution of power "pembagian kekuasaan". Yang secara detail mengatur soal periodisasi kepemimpinan. Juga terkait pembatasan wewenang. Tentu berbeda dengan spirit dari segelintir orang yang meminta masa jabatan Presiden Jokowi menjadi 3 periode.

Jelas, 3 periode Presiden adalah inkonstitusional. Ini pelanggaran dan pembegalan konstitusio yang harus diberikan sanksi tegas. Tidak tepat beralibi karena demokrasi. Telah nyata dalam konstitusi negara kita bahwa Presiden hanya cukup 2 periode.

Tidak ada yang namanya separation of power "pemisahan kekuasaan". Begitupun pembatasan kekuasaan ini menjadi penting. Sehingga tidak lahir pemimpin yang absolute. Konstitusi Indonesia telah mengatur itu (batasan kepemimpinan). Artinya, jangan dipaksakan kepentingan politik pribadi dan kelompok disini.

Tidak perlu lagi ada orkestrasi yang didorong-dorong untuk memperpanjang masa periode Jokowi sebagai Presiden. Belum lagi kita jauh berdebat untuk urusan kesejahteraan. Janji pemimpin yang belum tertunaikan. Kenaikan harga bahan pokok, bahan bakar minyak, dan kebijakan pro neoliberal lainnya.

Jangan merampas kedaulatan rakyat. Ketika Presiden Jokowi 3 periode dibunyikan, maka Indonesia mengarah pada negara gagal. Rakyat mesti dikonsolidasi di tengah harga BBM dinaikkan. Kepala Desa juga begitu, jangan sibuk berteriak Jokowi 3 periode.

Sirkulasi elit politik sekarang memang sedang memanas. Komunikasi dan pendekatan intens dilakukan. Aksi penolakan 3 periode dari mahasiswa makin meningkat tensinya. Ketika tidak dikendalikan, maka Indonesia akan berujung chaos.

Karena kita sama-sama tahu, melanggengkan kekuasaan kebanyakan membawa dampak buruk pada pemerintahan. Dimana peluang untuk menjadi pemimpin tirani dan otoriter mudah terwujud. Pemerintah kita harapkan tidak menggampangkan adanya resistensi publik yang terlahir.

Di penghujung kepemimpinan Presiden Jokowi, sejatinya kesan positif ditinggalkan. Bukan hura-hara demokrasi. Dan sudah pasti Presiden Jokowi bercita-cita meninggalkan impresi kebaikan tersebut. Perilaku rakus tentu tidak mau dilakukan Jokowi.

Indonesia telah punya pengalaman atas lahirnya kepemimpinan tirani. Dimana pemimpin tirani adalah mereka yang brutal. Menempatkan diri dan golongan di atas kepentingan rakyat banyak. Inilah yang patut diwaspadai.

Brutal bisa dilihat bentuk kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat. Kepada Desa "Kades" jangan menyibukkan diri dengan urusan Presiden Jokowi 3. Melainkan urus urusan mereka sendiri, yakni yang berkaitan dengan pembangunan Desa. Jangan genit dengan urusan politik nasional.

Cukup fokus memajukan Desa. Bukan Kepala Desa melalui APDESI atau apalah itu, lalu keluar jalur. Sibuk teriak dan termobilisasi untuk berteriak Presiden Jokowi 3 periode. Mengurus urusan rakyat di Desa lebih penting dan prioritas.

Jangan lagi ikut sibuk mendorong Presiden Jokowi 3 periode. Dimana disatu sisi, Jokowi juga telah tegas menolak wacana menjadi Presiden 3 periode. Presiden Jokowi juga secara tegas melarang jajaran Kabinetnya untuk tidak membuat polemik.

Teriak Presiden Jokowi 3 periode, menurutnya hanya membuat Menterinya tidak fokus bekerja. Ketegasan Jokowi kita berharap memberi pelajaran kepada seluruh generasi Indonesia, bahwa Jokowi benar-benar negarawan. Tipe Presiden yang tidak tergoda dengan perpanjangan kepemimpinan. 

Kemudian lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Berbeda dengan pemimpin tiran atau tirani. Yang merupakan model kepemimpinan bengis, kejam, dan brutal. Pemimpinan tiran tidak memikirkan rakyat. Mereka hanya memikirkan dirinya dan kelompok politiknya semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun