Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Katakan Tidak, Ketika yang Lain Mengatakan Ya

4 April 2022   15:50 Diperbarui: 4 April 2022   16:14 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tidak
mudah memang, dalam lingkup pergaulan maupun kerja. Ketika seseorang diperhadapkan dengan situasi dilematis, antara harus mengatakan tidak disaat semua orang mengatakan ya. Tentu membutuhkan nyali, keberanian yang cukup.

Terdapat benturan dalam dirinya, jika ia benar menjaga marwah dan idealisme. Lantas diminta atau diintimidasi, dan diberi iming-iming agar berdusta. Sesuatu yang harusnya, tidak. Karena situasi, diharuskan mengatakan ya.

Pengalaman ini termasuk seperti yang dispaikan Angelina Sondakh, pada acara Rossi, di Kompas TV, 31 Maret 2022. Saat diwawacarai. Acara yang dipandu Rosiana Silalahi itu memberi impresi kepada publik bahwa yang dilewati Angelina tidak mudah.

Juga pelajaran berharga. Yang menjadi muhasabah bagi kita semua. Kelak, kita harus menjauhkan diri dari kekeliruan dan kesalahan semacam itu. Jangan karena faktor rasa tidak enak, segan dan tidak berani mengatakan tidak. Atau tidak berani menolak, alhasil kita ikut terjerumus dalam kubangan korupsi. Dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya.

Dimana Angelina, Putri Indonesia tahun 2001 yang kemudian terjerat kasus korupsi membuka tabir. Bahwa dalam realitas tertentu, seseorang menjadi tidak berani mengatakan tidak. Pernyataan itu disimpulkan Angelina dengan kalimat "saya bodoh".

Tidak mudah memang. Apalagi pergaulan elit politik yang serba mewah, diselimuti kekayaan fasilitas yang plus plus. Menjadi refleksi kita bersama, dimana sikap dan penanaman karakter sangat diperlukan.

Karakter kuat harus dibangun sejak dini. Agar kita berani mengatakan bahwa yang salah itu salah. Berani menolak takluk. Tidak mau diperdaya, atau diatur orang lain. Apalagi untuk kepentingan jahat, distruktif. Mengatakan tidak, disaat hampir semua orang mengatakan ya, tidak semudah yang dibayangkan.

Latihlah diri kita untuk tegas. Percaya diri, dan optimis ketika diperhadapkan dalam situasi sulit. Diajak berkompromi untuk berbuat jahat, kita mesti punya kemampuan melawan. Minimal menyelamatkan diri sendiri. Ketika menyelamatkan yang lain kita belum mampu lakukan.

Manakala kita ikut arus, diam saja saat diajak atau dipaksa sekalipun. Disitulah nasib buruk akan mengancam kita. Kehidupan kita akan berubah, diselimuti rasa bersalah. Itu sebabnya, sebelum penyesalan tiba, mulailah melatih diri kita. Katakan tidak, bila sesuatu itu membawa keburukan.

Lakukan hal yang mendatangkan manfaat, kebaikan. Bukan aktif, ikut serta melakukan sesuatu yang berdampak melahirkan mudharat. Ingat sang khalik, ingat keluarga kecil kita. Kita mesti punya alarm pengingat diri.

Dengan begitu, kontrol terus dilakukan. Kita tidak menjadi korban atau mengorbankan diri untuk sesuatu hal yang hina. Berani mengatakan tidak, memang tidak semua dilakukan manusia. Hanya, manusia yang bermoral tinggi, punya integritas, dan beriman yang mempunyai modal keberanian itu.

Biarlah, kawan baik, orang-orang disekitar disekitar kita menyebut kita penakut. Lalu kita ditinggalkan, dibuat menjadi termarginal dilingkungan tertentu. Biarkan saja, tidak mengapa. Lebih mulia itu, ketimbang kita ikut larut dan berkonspirasi melakukan hal-hal jahat.

Kita harus lebih rela dituding buruk, saat melakukan hal baik. Atau sedang berupaya menjauh hal-hal buruk, daripada terlibat, pasrah mengikuti godaan untuk melakukan hal buruk. Bahkan dicaci maki, difitnah sekalipun. Tidak membuat luka. Langit tidak runtuh dengan sikap kita yang mulia itu.

Setidaknya kita meliterasi diri kita untuk tidak menjadi sampah masyarakat. Kita telah membentengi dan menyelamatkan diri kita dari perbuatan-perbuatan buruk. Baik itu korupsi, atau perilaku menjatuhkan orang lain, kita sedapat mungkin menghindarinya. Jauhkan kita semua, dan keluarga kita dari hal-hal buruk.

Percayalah, setelah kita menerapkan sikap konsisten dan berani menolak bujukan berbuat hal negatif. Akan tumbuh kebiasaan baik, akan terbangun kepercayaan diri dan terlindungi kita. Diselamatkan dari jeratan fitnah dunia, perbuatan ejekan, pengunaan dari publik.

Kita perlu membiasakan diri mengatakan tidak, ketika yang lain mengatakan ya. Selain menegaskan kemandirian, kita juga belajar memperjuangkan prinsip hidup kita. Karena kita bukan sampah yang hanya mengikuti arus.

Tanpa punya keberanian melawan arus. Hanya menikmati penjajahan atas dikte dan pengaruh orang lain. Sama artinya kita pasrah memenjarakan kebebasan kita. Seperti kita memberi peluang pada orang lain untuk leluasa menindas diri kita. Dari hal kecil, menentukan sikap saja kita gagal. Bagaimana untuk urusan yang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun