Biarlah, kawan baik, orang-orang disekitar disekitar kita menyebut kita penakut. Lalu kita ditinggalkan, dibuat menjadi termarginal dilingkungan tertentu. Biarkan saja, tidak mengapa. Lebih mulia itu, ketimbang kita ikut larut dan berkonspirasi melakukan hal-hal jahat.
Kita harus lebih rela dituding buruk, saat melakukan hal baik. Atau sedang berupaya menjauh hal-hal buruk, daripada terlibat, pasrah mengikuti godaan untuk melakukan hal buruk. Bahkan dicaci maki, difitnah sekalipun. Tidak membuat luka. Langit tidak runtuh dengan sikap kita yang mulia itu.
Setidaknya kita meliterasi diri kita untuk tidak menjadi sampah masyarakat. Kita telah membentengi dan menyelamatkan diri kita dari perbuatan-perbuatan buruk. Baik itu korupsi, atau perilaku menjatuhkan orang lain, kita sedapat mungkin menghindarinya. Jauhkan kita semua, dan keluarga kita dari hal-hal buruk.
Percayalah, setelah kita menerapkan sikap konsisten dan berani menolak bujukan berbuat hal negatif. Akan tumbuh kebiasaan baik, akan terbangun kepercayaan diri dan terlindungi kita. Diselamatkan dari jeratan fitnah dunia, perbuatan ejekan, pengunaan dari publik.
Kita perlu membiasakan diri mengatakan tidak, ketika yang lain mengatakan ya. Selain menegaskan kemandirian, kita juga belajar memperjuangkan prinsip hidup kita. Karena kita bukan sampah yang hanya mengikuti arus.
Tanpa punya keberanian melawan arus. Hanya menikmati penjajahan atas dikte dan pengaruh orang lain. Sama artinya kita pasrah memenjarakan kebebasan kita. Seperti kita memberi peluang pada orang lain untuk leluasa menindas diri kita. Dari hal kecil, menentukan sikap saja kita gagal. Bagaimana untuk urusan yang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H