Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Berkolaborasi, Berfikir Inklusif dan Integral untuk Indonesia

3 April 2022   14:01 Diperbarui: 3 April 2022   14:24 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persatuan pemuda, modal utama (Dokpri)


SEMUA manusia rasanya mencintai kedamaian dan kebenaran. Sejahat apapun pemimpin diktator dalam kebijakannya, ia pasti punya sisi kemanusiaan. Ya, nilai-nilai kamanusiaan atau human values itu memiliki nilai universal.

Disana ada keadilan, kasih sayang, kebajikan, kebenaran, kedamaian, dan tanpa kekerasan maupun diskriminasi. Nilai dasar inilah yang harus menjadi titik sentral bagi kita semua dalam bersikap. 

Terlebih kaum muda yang mengaku progresif dan populis. Tanpa mengejawantahkan itu semua, keberanian berpihak pada rakyat marginal hanyalah menjadi kamuflase.

Kita hanya dianggap bertameng pada kepentingan murni dan cita-cita luruh rakyat. Wacana, minimalnya konsep yang kita ajukan resikonya berlahan tidak akan digemari rakyat. Mereka akan menjauh dari gerakan moral "moral movement" yang diperjuangkan mahasiswa, termasuk KNPI.

Era pasca reformasi, Indonesia sepertinya telah kekurangan semangat untuk mewujudkan apa yang kita sebut dengan tanggung jawab sosial. Konstruksi sosial tersebut mengharuskan adanya pemicu dilahirkannya moral force. Kenapa penting?, karena penguat moral menjadi intisari gerakan. Mengintegrasikan kelompok transformasi sosial, menjadi kekuatan maha dahsyat.

Yang tujuannya menjadi alat kontrol pemerintah. Penyeimbang dari wakil rakyat (DPR) yang mulai terlelap dalam tidur. Wakil rakyat yang terbuai kekuasaan, mereka perlu diingatkan dengan kritik pedas. Tidak layak, puji-pujian diberikan kepada wakil rakyat yang apatis dan tumpul nalar. Tidak peka pada kebutuhan rakyat kecil.

Mantan Menteri Penerangan Republik Indonesia, Mohammad Yamin, pernah berkata bahwa cita-cita persatuan Indonesia itu bukan omong kosong. Tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri. Excellent pesan tersebut. Posisi pemuda Indonesia, harus mengambil peran strategisnya disini.

Sedikitnya, saya punya pengalaman berkolaborasi. Waktu itu dipercayakan mengemban amanah sebagai Sekretaris DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Manado periode 2016-2019. Mendampingi Erick Kawatu, sebagai Ketua DPD KNPI Manado. Singkatnya, kesadaran membangun gerakan kolaborasi memerlukan cara berfikir yang inklusif dan pluralis.

Dengan kesadaran itu, maka perubahan-perubahan besar akan terlaksana. Rencana yang masih dalam bentuk programatik dapat diubah, dilaksanakan dalam kerja-kerja konkrit dengan baik. Juga dengan mudah, sukses dilaksanakan kalau niat bersinergi, niat bekerja dikedepankan. Belakangi, tenggelamkan dulu sifat monopoli. Mau tampil dan menang sendiri.

Kaum muda dari berbagai latar belakang organisasi mesti terintegrasi dan diintegrasikan. Yang berbeda etnis dan agama juga harus berkolaborasi majukan Indonesia. Konsolidasi dikuatkan, saling melengkapi untuk mengawal agenda bersama. Ketika lalai, saling bertikai dan mendzalimi antar sesama, musuh bersama yang tidak lain adalah politisi korup serakah makin mendapat tempat untuk mengeruk uang rakyat.

Para oknum penjahat yang berseragam politisi akan sewenang-wenang menaikkan harga BBM. Menyetujui di Lembaga DPR, lalu aspirasi dan keluhan rakyat mereka abaikan. Ketika konflik sesama kaum muda meruncing, yang diuntungkan ialah oknum politisi rakus. Politisi yang hanya mau memperkaya dirinya.

Mereka tidak tergerak hati nuraninya untuk membela rakyat. Walaupun kehadiran mereka di Perlemen karena mandat rakyat. Begitulah wajah politisi kita hari ini. Banyak contoh bisa kita petik. Maling teriak maling juga sering dipertontonkan politisi kita di Indonesia.

Artinya, rakyat juga harus mengetahui bahwa penetapan harga BBM dan kebijakan publik yang dikeluarkan tetap atas persetujuan DPR. Bagaimana tidak, penyelenggaraan pemerintah notabenenya adalah eksekutif dan legislatif (DPR). Tidak boleh lagi ada politik cuci tangan disini.

Marak terjadi tradisi buruk di kalangan aktivis pemuda, yaitu praktek saling menjatuhkan. Pembunuhan karakter "character assassination" terus dilakukan demi merebut kuasa. Semangat memberi diri, berkontribusi untuk negeri ditafsir hanya pada soal struktur semata.

Menyedihkan, semua fokus dikerahkan untuk pertarungan merebut jabatan. Setelahnya, mereka menjadi tidak produktif. Tidak inovatif, tidak kreatif, tidak mau berkolaborasi. Yang ada hanya saling sikut. Mendzalimi antara sesama, sungguh-sunggu memiriskan. Fenomena ini harus diakhiri.

Dari sekarang. Juga dari kita sendiri, jika merindukan kemajuan besar terlahir di Indonesia. Ketika masih dibiasakan praktek saling menjatuhkan, merendahkan, teror antar sesama aktivis pemuda, maka karma akan terus mengintai. Legacy kebaikan tidak dilestarikan. Yang ada hanya dendam dan saling sikat.

Berhentilah. Kita kaum muda Indonesia harus bersatu. Saling memaafkan, saling ikhlas, bila ada salah. Tidak perlu memelihara dendam, karena itu membuat hina diri kita sendiri. Memulailah untuk saling support, mengoreksi untuk kebaikan. Bukan menebar fitnah, mencari salah, dan menyerang privasi masing-masing.

Berkolaborasi, kemudian berfikir inklusif dan integral melalui kebiasaan itu agenda pembangunan dalam skala besar akan terwujud. Jika tidak, perpecahan hanya akan mendatangkan petaka. Membawa musibah bagi pemuda, rakyat, bahkan negara kesatuan republik Indonesia.

Konflik dan pertentangan kepentingan yang kontinu hanya akan membuat rapuh persatuan. Konflik sudah pasti melahirkan keretakan, meninggalkan luka. Itu membahayakan. Memberi akibat buruk pada konsolidasi massal, dan konsolidasi akbar yang kita lakukan untuk memajukan Indonesia. Berhentilah menebar sentimen dan dendam, hal itu hanya membuat perpecahan bangsa ini makin meluas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun