Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketum KNPI Dikeroyok, Mafia dan Wajah Buram Indonesia

23 Februari 2022   17:15 Diperbarui: 23 Februari 2022   19:52 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketum Haris Pertama (Dok KNPI)

KEJAHATAN, tindakan kekerasan yang dipamerkan. Tidak lain adalah perilaku barbar yang sengaja melucuti kewibawaan negara. Kaum terdidik, rakyat umum juga tentu menolak atas tindakan kekerasan (premanisme). Negara Indonesia tak boleh dikuasai preman, mafia, atau badit. Kita negara hukum yang kita kenal dengan istilah 'rechtsstaat'.

Regulasi tersebut menegaskan bahwa cara-cara penyelesaian masalah yang brutal. kriminal, dan biadab, mengabaikan hukum sangat ditentang. Kejadiaan naas yang dialami Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Bung Haris Pertama, Senin, 21 Februari 2022 melukai wajah Indonesia.

Praktek barbar. Model lama menyelesaikan masalah seperti ini sangat bertentangan juga dengan nilai-nilai demokrasi kita. Indonesia yang teguh dengan tradisi etika, kesopanan, toleransi, tidak boleh dikotori dengan sikap main hakim sendiri. Era post kemerdekaan tidak mentolerir adanya tindakan pengeroyokan, penganiayaan.

Syukurlah, Polisi Republik Indonesia (Polri) bertindak cepat. Sehingga, Selasa, 22 Februari 2022, para pelaku pengeroyokan terhadap Haris hingga babak belur, memar, dan kesakitan fisik ditangkap Polda Metro Jaya. Harapannya, diusut tuntas dan dihukum seberat-beratnya. Jangan sampai perilaku premanisme meluas di tengah masyarakat.

Sebetulnya tidak lagi relevan. Pendekatan yang umumnya dilakukan oknum atau orang-orang yang kehabisan akal sehat. Dengan otot, bukan otak ditunjukkan. Negara ini dianggap seperti tidak bertuan lagi. Hukum rendahkan serendah-rendahnya. Mereka beranggapan menindas dan kriminal, membuat orang lain ketakutan. Kemudian tunduk.

Sungguh sebuah salah kapra yang serius. Tentu kita kaum muda, kelompok yang sadar posisi, realitas, dan Alhamdulillah masih rasional akan menolak mati-matian. Pendekatan kolonial tersebut kita tolak mentah-mentah. Relasi kekerasan hanyalah mengundang petaka dalam skala yang lebih besar lagi.

Selain melawan hukum, cara ini mengundang reaksi publik. Membuat wajah buram Indonesia, makin semraut, kusut, dan hancur berantakan. Akan ada gelombang protes aksi massa. Karena yang dianiaya pimpinan besar, Imam Besar, Presiden generasi muda di Indonesia. Pasti, jika Polisi tidak serius menyelesaikan kasus ini, maka ledakan demonstrasi terjadi.

Di tiap penjuru Indonesia, generasi-generasi terbaik pemuda yang berhimpun di KNPI akan turun bergiliran, massif melakukan demonstrasi. Meminta keadilan atas tindakan jahat, biadab yang dilakukan para gerombolan preman kepada Ketum Haris. Sudah tepat, Polisi bergerak secepat kilat.

Bayangkan saja, bila kekerasan yang dilakukan dan memakan korban Ketum KNPI saja dibiarkan. Pelakuknya tidak diadili, bagaimana dengan masyarakat umumnya. Pasti hukum dibuat tidak jalan. Aturan sekedar dekorasi, bahkan menjadi sampah. Itu artinya, fungsi konsitusi, regulasi hukum harus dijalankan penegak hukum.

Sekali saja pemerintah (negara) diam. Bersikap pasif mengurus para preman, maka negara akan berubah dikuasai maling. Orang-orang yang gemar kekerasan mengendalikan interaksi sosial. Disinilah kematian dan kehancuran Indonesia melanda kita semua.

Apalagi jika aparat penegak hokum bersekongkol dengan penjahat. Masa depan penegakan hukum pasti suram. Gelaplah kita semua. Syukurlah, Polri bersikap cepat tanggap. Layak diberi apresiasi. Walau kerjanya baru dimulai untuk mengusut kasus yang menyeret Ketum Haris ini. KNPI, pemuda Indonesia akan mengawal ketat peristiwa ini.

Segeralah meringkus, memberi efek jera kepada pelaku kekerasan terhadap Ketum Haris. Dan kita berharap keadilan ditegakkan. Jangan lagi membiarkan embrio kekerasan bersarang, terwarisi kepada anak cucu kita. Kita mengawal proses hukum secara transparan.

Proteksi sampai tuntas. Polri harus total, praktek main hakim sendiri di republik segera diakhiri. Lebih luas lagi, dampak dari insiden ini harus membawa angin segar bagi masyarakat dari sisi penegakan hukum. Usut kasus ini sampai ke akar-akarnya. Tegakkan keadilan, diterapkan secara merata. Penegakan hukum prioritas menjadi panglima.

Siapapun dia, bagaimana luas dan kuatnya dia. Hukum wajib menyentuhnya. Menyeret yang bersalah ke penjara. Tangkap aktor intelektual (intelectual dader). Pihak dan kelompok yang membayar, menyuruh melakukan kekerasan terhadap Ketum Haris. Kepolisian kita imbau untuk tidak main-main. Hukum harus dijalankan dengan asas kepastian dan keadilan.

Perlu ada equality before the law. Kini berkeliaran pembunuh bayaran, yang rupa-rupanya menyasar dan menyintai aktivis yang kritis bicara kebenaran. Oknum bermental jahat harus dimurnikan perilakunya di Indonesia. Solusinya, penegakan hukum dijalankan secara benar. Tidak ada standar ganda. Tidak ada kolusi, 'main mata'. Ketum Harus kita harapkan tetap Istiqomah tak gentar untuk kebaikan dan kebenaran.

Usut pelaku kekerasan dan pengancaman terhadap Ketum Haris, juga kepada siapapun. Negara tidak boleh kalah dengan para preman. Aparat penegak hukum jangan sampai dikendalikan, dibayang-bayangi, dan ditakut-takuti kelompok radikal penyuka kekerasan.

Ideologi kekerasan, merupakan bagian nyata dari praktek melawan Pancasila. Ini mesti dihapus. Tidak bisa diabaikan, tidak bisa pula dianggap hal sepele. Kejahatan, kekerasan, penindasan, dan perbudakan seperti ini perlu ditangan serius. Pemerintah diharapkan segera merespon bahaya laten intimidatif seperti ini.

Cara melawan kekerasan yang efektif yaitu dengan tertib, rutin, disiplin, konsisten menjalankan hukum seadil-adilnya. Tanpa kompromi. Ketika perilaku kekerasan dibiarkan, berarti derajat hukum kita terus-menerus dilecehkan. Lantas kita pasrah membiarkan kejahatan merajalela.

Ketika orang baik diam, pastilah kejahatan merjalela. Akan kekal, tumbuh subur. Sama artinya kesadaran bersama elemen rakyat untuk menyampaikan dan bersikap yang benar tidak diterapkan. Tak ada keresahan. Miris. Kiranya pembunuh bayaran tidak ada di Indonesia. Polisi sekali lagi tidak boleh kalah dari para preman, pelaku kekerasan. Sebagai effort positif, kita akan mendukung penuh kerja-kerja Lembaga Kepolisian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun