Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anomali Politik dan Habitus Politisi

31 Januari 2022   11:58 Diperbarui: 4 Februari 2022   13:01 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuatu yang memalukan. Sistem demokrasi di Indonesia yang belum baik, seharusnya diperbaiki politisi. Dengan praktek kejujuran, keadilan, etika moral, saling hormat menghormati, toleran, solider, dan gotong royong. Bukan makin merusak demokrasi.

Merujuk pada pemikiran Antropolog Indonesia, Koentjaraningrat, disebut kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan, dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar.

Perilaku buruk politisi yang doyan korupsi dapatkan dikategorikan kebudayaan?. Sebuah kebudayaan baru yang amoral. Bagi saya, semua tindakan yang dilakukan berulang-ulang dapat dikategorikan kebudayaan. Sekalipun itu perilaku curang, mencuri (korupsi). Potret kebudayaan yang buruk. Sejatinya politisi menunjukkan karya positif.

Ramai-ramainya memproduksi karya nyata presitisius yang membanggakan dirinya, partai politiknya dan keluarganya. Jangan berbondong-bondong melakukan korupsi berjamaah. Wahai politisi jahat, janganlah meninggalkan warisan buruk dalam berpolitik.

Korupsi merupakan penyakit membahayakan jiwa. Jangan karena termotivasi menjadi kaya raya. Lantas mencuri uang dan hak-hak rakyat. Menyalahgunakan kekuasaan untuk memonopoli kekayaan merupakan perbuatan terkutuk yang dimurkai Allah SWT.

Kenapa dimurkai Allah SWT?, karena korupsi itu bagian dari perilaku boros. Sang khalik tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Mencuri hak rakyat, sama seperti menindas rakyat. Dari uang ratusan Miliar, Triliunan yang dijarah koruptor itu terdapat hak-hak rakyat. Kalian membunuh rakyat secara kejam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun