Dikabulkannya permohonan praperadilan Hadi yang didasarkan pada pertimbangan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum karena dilakukan oleh penyelidik dan penyidik independen yang pengangkatannya tidak sah. Meskipun demikian KPK tetap akan terus lanjutkan penyidikan terhadap Hadi Poernomo dalam kaitannya kasus dugaan korupsi pajak Bank BCA.
Mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 2002-2004. Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Ketika itu, BCA mengajukan keberatan pajak atas non-performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Atas perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 375 miliar yang terus berkembang hingga pada penghitungan terakhir Negara merugi sebesar Rp 2.000 T, angka tersebut didapat dari potensi penerimaan dari sektor denda pajak Bank BCA.
Dalam kasus ini BCA diuntungkan oleh putusan Hadi Poernomo yang kala itu memuluskan permohonan keberatan pajak Bank BCA. Fakta tersebut menjadi dasar bagi KPK untuk mengusut keterlibatan pihak BCA dalam dugaan gratifikasi yang diberikan untuk Hadi berkat jasanya muluskan permohonan keberatan pajak Bank BCA.
Atas dasar kecurigaan tersebut, KPK kemudian mendalami harta kekayaan Hadi Poernomo melalui LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Menurut LHKPN Hadi yang diakses dalam laman acch.kpk.go.id, mantan Direktur Jenderal Pajak ini memiliki banyak lahan dan bangunan yang tersebar di sejumlah tempat. Bahkan, Hadi memiliki lahan seluas 60 x 160 meter persegi di Los Angeles, Amerika Serikat. Selain harta berupa lahan dan bangunan, Hadi tercatat memiliki harta bergerak berupa logam mulia, batu mulia, barang seni, dan barang antik yang nilainya sekitar Rp 1,5 miliar pada LHKPN 2010. Lalu, ada pula kepemilikan giro dan setara kas sekitar Rp 293 juta.
Selain adanya harta kekayaan yang tercata di LHKPN, KPK juga sempat menemukan transaksi lain yang mencurigakan. Dalam laporan tersebut KPK berhasil mendapati fakta bahwa laporan harta kekayaan Hadi meningkat secara tidak wajar, padahal Hadi tak melaporkan satu pun kepemilikan kendaraan dalam LHKPN 2010. Dia pun tak melaporkan punya usaha seperti perkebunan, peternakan, perikanan, pertanian, pertambangan, atau usaha lainnya.
Dengan gagalnya KPK dalam praperadilan Hadi beberapa waktu lalu, tentu KPK tak bisa melanjutkan penyidikan untuk mengungkap dugaan gratifikasi dari pihak BCA. Seluruh kecurigaan KPK yang didapat dari LHKPN Hadi Poernomo yang meningkat secara tidak wajar juga sia-sia. Lebih parahnya lagi, pintu gerbang terhadap pengusutan kasus BLBI atas Bank BCA pun juga tidak bisa dilanjutkan. Hukum seolah-olah tidak berdaya menghadapi taipan-taipan yang biasa kita sebut sebagai “klan para naga”. Atau lebih tepatnya Negara dimiliki oleh “para naga”.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H