Menanggapi kasus korupsi pajak BCA yang justru perkembangannya semakin memburuk, itu membuat citra peraturan hukum di Indonesia masih kurang. Pada dasarnya, suatu kasus yang sudah memiliki bukti yang otentik maka kasus tersebut dapat terselesaikan di Pengadilan. Jika kita lihat dalam konteks korupsi pajak BCA sangat jelas memiliki bukti otentik. Kasus korupsi pajak BCA memiliki bukti sebuah nota dinas yang di kirim Hadi Poernomo kepada Direktur PPh. Selain itu, kasus terdapat beberapa kejanggalan juga dalam kontek pengiriman nota dinas dan kasus kasus yang sama seperti kasus BCA tersebut.
Namun, apabila kita mengaitkan dengan prosedur hukum di Indonesia boleh dikatakan tidak adil. Mengapa? Kasus korupsi pajak BCA tersebut sudah melalui beberapa tahun proses namun hasilnya nihil. Ketika Pengadilan memutuskan bahwa Hadi Poernomo menjadi tahanan rumah hingga sidang pra peradilan, hal itu tak dapat juga diselesaikan. Pasalnya, pasca pengadilan tersebut, KPK mengajukan Peninjauan Kembali justru dibiarkan begitu saja. Hingga akhirnya diserahkan kepada Mahkamah Agung.
Akan tetapi hasilnya, justru tidaklah pantas dalam menanggapi kasus korupsi pajak BCA tersebut. Pasalnya, Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali yang diajukan KPK karena tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku. Memang, apabila kita tinjau, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan peraturan baru bahwa pengajuan Peninjauan Kembali tidak berlaku untuk sidang praperadilan. Sejalan dengan itu, Mahkamah Agung membuat peraturan baru bahwa yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali hanya tersangka dan ahli waris. Lucu memang peraturan peraturan baru tersebut baru disahkan bulan april lalu, terus korupsi pajak BCA sudah di proses hingga lebih 2 tahun.
Lalu bagaimana dengan KPK pasca keputusan tersebut? Ya, KPK berencana untuk mengeluarkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) baru. Namun, hingga kini justru tidak ada aksi dari KPK dalam mengimplementasikan rencana tersebut. Perlu kita ketahui, dengan diterbitkannya Sprindik baru bukan untuk menjadikan Hadi Poernomo sebagai tersangka, justru diterbitkan Sprindik baru tersebut ialah untuk menjerat tersangka baru. Bukankah korupsi pajak BCA yang dilakukan Hadi Poernomo tidak sendirian? Pasti ada beberapa oknum yang terkait dalam tindakan tersebut.
Sekilas terjadinya korupsi pajak BCA berawal dari BCA mengajukan keberatan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, Direktur PPh menelaah pengajuan tersebut namun hasilnya ditolak. Hasil penelaahan tersebut, harus diserahkan kepada Dirjen Pajak yang saat itu dipimpin oleh Hadi Poernomo. Uniknya, sehari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak, Hadi Poernomo mengirim sebuah nota dinas kepada Direktur PPh. Nota dinas tersebut berisi bahwa keberatan pajak yang diajukan oleh BCA sebelumnya ditolak, menjadi diterima sepenuhnya. Hal inilah, yang menjadikan KPK semakin curiga adanya kasus korupsi pajak BCA.
Sumber:
http://nasional.sindonews.com/read/860021/18/kasus-hp-dalam-pajak-bca-1399101780
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H