Perdebatan mengenai RUU Tax Amnesty sepertinya akan mendekati babak akhir. Walaupun menuai banyak kritik, elit politik di negeri ini nyatanya toh tetap lebih memilih cara yang Instan untuk mendapatkan dana segar.
Paket Kebijakan Pemotongan Pajak
Disisi lain memang Pemerintah tak perlu ragu memberikan insentif pajak kepada dunia usaha, baik berupa penurunan tarif, tax holiday, maupun tax allowance. Insentif pajak hanya menurunkan penerimaan dalam jangka pendek, namun dapat melipatgandakan penerimaan dalam jangka menengah dan panjang. Pemberian insentif pajak bukan berarti pemerintan hanya berpihak kepada pengusaha (business friendly), tapi juga kepada pekerja (employment friendly). Sebab, insentif pajak akan mendorong masuknya investasi yang pada gilirannya membuka lapangan kerja di dalam negeri.
Insentif tax holiday diberikan dalam bentuk pembebasan PPh badan selama minimal 5 tahun sejak operasi komersil. Diberikan kepada investor yang memenuhi investasi Rp 1 triliun dan dibidang yang pionir, bahkan insentif ini akan berlaku bagi investor yang sudah berinvestasi satu tahun lalu. Pada tax allowance fasilitas PPh yang diberikan adalah pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing sebesar 5% per tahun), penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10%, dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun
Disini dapat kita lihat sejak diberlakukannya prinsip Business Friendly dalam Waktu 8 tahun merupakan bukti yang cukup kuat bahwa prinsip  business friendly banyak mudhorot-nya. Sejak Paket UU Perpajakan yang lebih business friendly  diberlakukan itulah target pajak selalu meleset, dengan rasio pajak yang cenderung menurun, dan membeludaknya jumlah perkara banding yang masuk ke Pengadilan Pajak dengan kemenangan telak di pihak wajib pajak, rata-rata 70% berbanding 30%.
Baca: http://koran.bisnis.com/read/20151203/270/498084/memahami-pengunduran-diri-dirjen-pajak/3
Nyatanya sudah diberikan banyak potongan, para pengemplang pajak yang rakus ini masih menyimpan dana nya di Luar Negeri dan tidak membayar Pajak. Lalu sekarang mau kita ampuni? Semakin besar kecurigaan saya dengan RUU Pengampunan Pajak yang terkesan dipaksakan ini. Seperti pada artikel saya sebelumnya semuanya seperti serba kebetulan. Kebetulan muncul Panama Papers, kebetulan juga dalam Panama Papers terdapat daftar pengemplang yang berasal dari Indonesia, kebetulan RUU Tax Amnesty mandeg akhir tahun 2015 kemarin.
Anthony Salim dalam daftar Panama Papers
Ketika menelisik Dokumen Panama Papers saya tidak terkejut dengan munculnya nama Bos besar BCA, Anthony Salim.
Seperti yang sudah kita ketahui Anthony Salim melalui Bank BCA terjerat beberapa kasus korupsi. Mulai dari kasus BLBI dan Korupsi Pajak BCA hingga dugaan akan adanya Korupsi terhadap dua gedung Menara BCA dan Apartemen Kempinsky yang tidak tercantum dalam perjanjian kontrak BOT (built Operate Transfer) antara PT. Hotel Indonesia Natour (BUMN) dengan PT. Grand Indonesia. Anehnya kasus BOT ini langsung terhenti sesaat setelah Presiden Jokowi bertitah, bahkan semua media tiba-tiba hening.
Dan pada akhirnya sekarang kita hanya akan bisa menunggu apakah kasus Korupsi yang melibatkan BCA ini akan diampuni? Atau jangan-jangan setelah disahkannya RUU Tax Amnesty justru akan muncul Kasus Korupsi RUU Tax Amnesty? Pada akhirnya sama saja, kedua spekulasi tersebut jika terwujud hanya akan memendam lebih dalam kembali kasus Korupsi Pajak BCA dan kasus yang lebih besar dibalik kasus tersebut.
Mari kita ramaikan Diskon Besar-besaran ini, Big Sale!
Referensi:
http://www.kaskus.co.id/thread/563332d6c0cb17967f8b4568/indonesia-di-bawah-kendali-bank-bca/
https://rusdiyanis.wordpress.com/2011/08/25/tax-holiday-dan-tax-allowance/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H