Mohon tunggu...
Amartya Esa Kaniyasari
Amartya Esa Kaniyasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya's Goverment Science 2020

Hello!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghapuskan Stereotip Peran Gender di Indonesia Melalui Keluarga

15 April 2021   11:17 Diperbarui: 15 April 2021   11:33 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi dan modernisasi saat ini sedang berlangsung dengan gencar-gencarnya di seluruh penjuru dunia. Banyak bidang yang terpengaruh oleh globalisasi dan modernisasi, salah satunya adalah bidang ilmu pengetahuan. Termasuk juga di Indonesia. Melalui perkembangan ilmu pengetahuan yang banyak didominasi oleh negara-negara barat ini, masyarakat Indonesia menyerap banyak sekali informasi dari berbagai macam sumber yang ada. Dari penyerapan informasi ini, masyarakat Indonesia kemudian banyak mengetahui hal-hal baru dan memiliki pemikiran yang lebih terbuka.

Salah satu pemikiran baru yang terserap oleh masyarakat Indonesia sebagai akibat dari modernisasi adalah pemikiran tentang gender. Banyak sekali pemikiran-pemikiran barat tentang gender yang kemudian ikut memengaruhi pemikiran masyarakat Indonesia. Seperti tentang pembagian peran bagi laki-laki dan perempuan di berbagai sektor di lingkungan sekitar. Selain itu, muncul juga berbagai gerakan feminisme yang bersumber dari pemikiran-pemikiran yang muncul akibat modernisasi.

Pembagian peran-peran yang muncul dalam masyarakat di era modern sekarang ini, tentu banyak variasinya. Beberapa orang menganggap bahwa pria dan wanita memiliki perannya sendiri-sendiri dan tidak bisa disamakan. Beberapa lagi menganggap bahwa pria dan wanita tidak masalah memiliki peran apa saja terlepas dari jenis kelaminnya. Pembagian peran ini yang kemudian disebut dengan peran gender. Peran gender ini terdapat di berbagai lingkungan bermasyarakat di Indonesia. Lingkungan yang akan saya bahas kali ini adalah lingkungan keluarga. Lingkungan paling sederhana yang menjadi tempat seorang individu untuk bertumbuh.

Namun, masih banyak sekali masyarakat Indonesia yang mengklasifikasikan peran gender dalam masyarakat sehingga memunculkan berbagai stereotip yang melekat pada jenis kelamin setiap orang. Klasifikasi-klasifikasi dan stereotip ini lah yang harus perlahan kita ubah dari masyarakat Indonesia. Hal ini adalah isu besar di masyarakat yang harus terus dibahas dan diperdalam lagi karena berkaitan dengan HAM dari setiap individu. Masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa setiap orang terlepas dari jenis kelamin yang mereka miliki, memiliki hak untuk menentukan peranan gender yang mereka inginkan. Hal ini dapat dimulai dari lingkup yang sederhana yaitu keluarga.

Sebagai langkah awal, maka kita harus mengerti terlebih dahulu, apa itu yang dimaksud dengan gender. Banyak orang yang masih saja menyalah artikan gender dan jenis kelamin. Padahal, gender dan jenis kelamin adalah 2 hal yang berbeda. Jenis kelamin adalah pemberian biologis dari Tuhan kepada setiap manusia dan tidak bisa diubah. Gender, secara sederhana, adalah suatu sifat yang ada dan terbentuk pada laki-laki maupun perempuan tetapi terlepas dari jenis kelaminnya. Gender ini sifatnya dapat berubah-ubah dan tidak bergantung pada unsur biologis dari setiap individu melainkan berdasarkan sikap yang dapat dilihat dari sisi sosial-budaya sehari-hari.

Dari penjabaran di atas, maka dapat kita ketahui bahwa gender adalah imej yang mucul dari diri seseorang berdasarkan bagaimana sikapnya dalam bermasyarakat. Gender seorang perempuan tidak harus selalu lemah lembut dan feminim, begitu pula seorang laki-laki tidak harus selalu gagah dan memimpin. Gender memiliki peranan besar dalam masyarakat. Salah satunya adalah membagi tanggung jawab yang dimiliki tiap individu, terutama di masyarakat modern. Dalam masyarakat modern yang sudah berkembang, jenis kelamin tidak lagi terlalu berpengaruh, tetapi gender lah yang memegang peranan besar.

Setelah memahami tentang gender, kita juga harus memahami apa itu yang dimaksudkan dengan keluarga. Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa keluarga adalah "Ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat." Keluarga adalah pranata sosial yang paling kecil dan sederhana dalam masyarakat yang tentu saja terdiri atas 2 jenis kelamin yang kemudian terbentuk karena adanya suatu pernikahan dan memiliki tempat tinggal yang sama. Keluarga berperan untuk menanamkan nilai-nilai sosial dalam seorang individu sejak dini dan menjadi tempat untuk bertumbuh dan berkembang. Keluarga lah yang memengaruhi bagaimana pola pikir dan pola perbuatan yang dimiliki seorang individu ke depannya.

Gender dan keluarga tentu saja berkaitan satu sama lain. Gender bersifat membagi tanggung jawab yang ada dalam keluarga. Pembagian yang paling umum kita ketahui adalah ayah sebagai seorang laki-laki harus memimpin dan mengatur keluarganya, ibu sebagai perempuan harus mengikuti perintah ayah dan memenuhi kebutuhan keluarganya dengan melakukan berbagai pekerjaan rumah, anak-anak selanjutnya mengikuti apa yang ayah dan ibu lakukan sesuai dengan jenis kelamin mereka. Jarang sekali kita temui pria memasak di rumah sedangkan perempuan bekerja di luar dan memimpin keluarganya.

Imej atau peran gender yang sudah terbentuk sejak lama adalah salah satu faktor yang membuat peranan seperti yang dijabarkan di atas terbentuk dan dianggap wajar dan harus terus dilakukan. Padahal, banyak perempuan yang kemudian merasa terbebani atas hal tersebut. Banyak perempuan yang merasakan adanya beban ganda yang harus dipikul. Mereka ingin berkarya di lingkup publik yang luas sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan cita-citakan, namun mereka harus mengurus keluarga mereka sesuai dengan pembagian gender dalam keluarga yang tradisional tadi. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab dari gagalnya modernisasi peran gender.

Di sisi lain, tentu saja ada laki-laki yang juga merasa terbebani atas peran gendernya dalam keluarga. Tidak semua laki-laki ingin menjadi seorang pekerja kantoran yang terlihat gagah. Beberapa mungkin memiliki keinginan menjadi juru masak hebat yang harus banyak bekerja di dapur, beberapa juga ingin lebih mendekatkan diri pada anak-anaknya sehingga memilih bekerja menjadi freelancer dari rumah dan membiarkan istrinya juga bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, hal seperti ini dianggap aneh bagi sebagian masyarakat Indonesia.

Namun tentu saja, karena adanya modernisasi, peran gender dalam keluarga sudah tidak sekaku dulu lagi. Sudah banyak wanita karir yang juga berhasil menyeimbangkan pekerjaannya dengan urusan keluarganya. Dengan adanya modernisasi peran gender, wanita dalam keluarga tidak hanya harus berkutat di kasur, dapur, dan sumur saja, tetapi juga bekerja di kantor besar sembari mengurus keluarganya. Seorang suami juga dapat bekerja di rumah dan mengurus anak-anaknya, tidak harus pergi ke kantor dan bekerja di luar.

Tetapi, bagi beberapa wanita karir juga ditemukan banyak masalah untuk menyeimbangkan karirnya dengan kehidupan keluarga. Lagi dan lagi, wanita harus dihadapkan dengan beban ganda. Beberapa wanita merasa bingung untuk menjaga anak-anak mereka saat mereka harus bekerja dan suami juga harus bekerja di luar rumah, mereka kemudian membutuhkan tenaga pengasuh untuk merawat anak-anak mereka. Selain itu, banyak wanita karir yang sulit menentukan prioritas antara keluarga dan mereka sehingga mereka juga terkadang kekurangan waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga mereka akibat dituntut oleh pekerjaan kantor. Hal-hal di atas juga dapat memengaruhi perkembangan anak. Anak yang kurang mendapat perhatian dari ibunya tentu akan memiliki perilaku yang sedikit berbeda dari anak-anak yang mendapat perhatian penuh dari ibunya bahkan ayahnya.

Jika kita perhatikan lagi, peran gender dalam keluarga ini menjadi lebih dinamis dan fleksibel lagi saat pandemi covid-19 terjadi. Seperti yang saya jabarkan di awal, ada banyak kebiasaan baru yang harus diadaptasi dalam menghadapi pandemi covid-19 ini. Lebih dinamis dan fleksibelnya peran gender dalam keluarga terjadi karena saat pandemi covid-19 terjadi, orang tua yang bekerja di rumah menjadi bekerja di rumah dan anak-anak melakukan kegiatan sekolah di rumah. Setiap anggota keluarga memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dalam satu rumah. Sehingga, peran gender dapat bergeser satu sama lain.

Dalam kegiatan pembelajaran di rumah selama masa pandemi ini, orang tua tentu saja berperan lebih besar untuk mendorong pembelajaran anak. Tanpa memandang jenis kelamin, peran gender akan terbentuk lagi di sini. Sosok ayah dapat menjadi penyemangat sekaligus tempat di mana anak dapat menanyakan banyak hal dan melakukan eksperimen yang berkaitan dengan pembelajarannya. Sosok ibu dapat menjadi pemberi motivasi bagi anaknya dan mendampingi anaknya dalam belajar. Orang tua merasa kegiatan pembelajaran di rumah ini lebih efektif di berbagai bidang dan berhasil mendekatkan mereka dengan anak-anak mereka lagi.

Karena kedua orang tua yang harus bekerja dari rumah, ada lebih banyak waktu yang bisa diluangkan untuk berkumpul dan bercengkrama dengan anggota keluarga satu sama lain. Banyak peran gender yang kemudian tergeser saat hal ini berlangsung. Sebagai contohnya, ayah dapat mencoba memasak bagi keluarganya bersama dengan anak-anak untuk mengisi waktu luang dan bersenang-senang. Ibu juga dapat mencuci kendaraan atau belajar memperbaiki beberapa peralatan rumah tangga dengan diajarkan oleh ayah. Peran gender ayah dan ibu menjadi lebih fleksibel dan tidak ada konflik yang terjadi karena semuanya menikmati peran gender baru mereka yang timbul saat pandemi covid-19 ini.

Tidak hanya itu, seluruh anggota keluarga juga menanamkan kesataraan gender antara perempuan dan laki-laki. Pekerjaan rumah tangga dapat dilakukan oleh ayah dan anak-anak laki-laki, dan ibu serta anak-anak perempuan dapat melakukan berbagai pekerjaan yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh laki-laki. Dari hal-hala tersebut, setiap individu anggota keluarga akan menyadari bahwa perempuan dan laki-laki dapat memiliki kesamaan peran gender dalam bermasyarakat.

Kesadaran mengenai persamaan peran gender ini akan terus bertumbuh bagi anak-anak, bukan hanya di lingkungan keluarga, tetapi lingkungan bermasyarakat yang lebih luas. Mereka akan menjadi manusia yang menghormati semua orang tanpa membedakan jenis kelamin. Mereka juga tidak ragu untuk melakukan berbagai pekerjaan yang dianggap tidak sesuai untuk jenis kelamin mereka. Anak-anak yang sudah ditanamkan persamaan peran gender dalam masyarakat sejak dini akan menjadi manusia yang adil pada sesamanya.

Maka, dapat kita simpulkan beberapa hal berdasarkan pembahasan di atas. Peran gender di Indonesia semakin bervariasi karena adanya modernisasi. Hal ini adalah sebuah hal yang baik dan harus terus dilanjutkan dalam masyarakat agar tidak terjadi pembatasan peran gender. Laki-laki dan perempuan di Indonesia harus memiliki peran gender yang sebebas-bebasnya tanpa perlu diatur oleh orang-orang lain. Laki-laki dan perempuan harus dapat menentukan peran gender mereka sendiri sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan mereka dapat jalankan.

Peran gender di dalam lingkungan keluarga juga ikut menjadi lebih fleksibel dan dinamis saat pandemi terjadi. Banyak peran gender yang tradisional menjadi lebih beragam dan tidak terpaku. Ayah dapat melakukan berbagai tugas yang biasa dilakukan seorang ibu dan begitu juga sebaliknya, ibu dapat melakukan berbagai tugas yang biasa dilakukan seorang ayah. Hal ini akan menimbulkan kesadaran kesamarataan gender pada anak sejak dini yang akan membawa banyak dampak positif ke depannya. Ikatan keluarga juga dapat terjalin dengan lebih baik saat pandemi covid-19 seperti sekarang ini.

Semua perubahan dan pergeseran peran gender dalam keluarga terutama pada saat pandemi seperti ini, kembali lagi dipengaruhi oleh modernisasi yang terjadi. Karena masuknya berbagai ilmu pengetahuan, masyarakatpun menjadi memiliki pemikiran yang lebih terbuka daripada sebelumnya. Peran gender tidak lagi didasarkan pada jenis kelamin dan menjadi lebih terbuka. Jadi, dapat kita ketahui bahwa modernisasi di bidang ilmu pengetahuan ikut membawa modernisasi di bidang peran gender di Indonesia.

Daftar Pustaka

Aisyah, N. (2013). Relasi Gender Dalam Institusi Keluarga (Pandangan Teori Sosial dan Feminis). Jurnal Muwazah Volume 5, No.2, 205-209.

Devi, N. U. (2020). Adaptasi Pranata Keluarga Pada Proses Pembelajaran E-Learning Dalam Menghadapi Dampak Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan, dan Sosial (Publicio) Volume 2, No.2, 2-5.

KBBI Online. (2016). Keluarga. Dipetik April 14, 2021, dari kbbi.kemdikbud.go.id: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/keluarga

Rahmawaty, A. (2015). Harmoni dalam Keluarga Perempuan Karir : Upaya Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Keluarga. Jurnal Palastren : Jurnal Studi Gender Volume 8, No.1, 15-16.

Rustina. (2014). Keluarga Dalam Kajian Sosiologi. Jurnal Musawa : Jurnal Studi Gender dan Islam Volume 6, No.2, 291.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun