Can we still believe in humanity?
"Courage, dear heart," adalah kutipan dari C.S. Lewis yang sudah lama tergantung di dinding kamar saya dan merupakan kutipan yang sama yang selalu saya ulang-ulang seperti mantra setiap kali saya merasa tidak tenang, yang mampu memberikan sedikit dorongan untuk mengeluarkan pikiran-pikiran berat yang membebani saya akhir-akhir ini.
Pada saat saya menulis ini, saya akan berbohong jika saya mengatakan bahwa saya tidak takut. Saya hanya lelah diam. Setidaknya, saat ini saya mencoba untuk berani.
Saya harap ini sudah cukup.
Can we still believe in humanity?
Saya sudah cukup vokal mengenai kondisi Palestina saat ini---genosida yang sedang terjadi di depan mata kita. Namun, saya menyadari bahwa postingan yang saya bagikan, retweet di media sosial, dan pemikiran tengah malam yang berubah menjadi tulisan yang keluar dari amarah, hingga jeritan untuk kemanusiaan yang saya lontarkan di grup chat keluarga saya (mengapa ada yang tega untuk melakukan hal yang begitu mengerikan kepada seseorang yang setara dengan mereka sebagai manusia? mengapa masih ada orang yang mendukung mereka yang saat ini sedang melakukan genosida? mengapa orang-orang yang berkuasa memutuskan ini dan itu?), rasanya masih belum mampu mengangkat beban di hati saya. Itulah mengapa saya memutuskan untuk menulis tulisan ini, katakanlah sebagai sebuah seruan frustasi agar manusia menjadi manusiawi.
Untuk Palestina.
Can we still believe in humanity?
Sejujurnya, dengan banyaknya berita mengenai genosida di Palestina yang terus-menerus membanjiri media sosial, hal ini membuat saya merasa semakin sulit untuk melanjutkan menulis cerita dan puisi di platform menulis saya. Saya terus melihat kembali draft-draft tulisan saya, tanpa ada sumber kekuatan untuk melanjutkan menulis sama sekali. Namun saya menyadari bahwa jauh di dalam lubuk hati saya, itu karena saya tahu bahwa ada hal yang lebih penting untuk ditulis saat ini.
Palestine matters.