Mohon tunggu...
Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah Mohon Tunggu... Human Resources - seorang Ibu dengan dua orang anak

Mengaji, mendidik, berdiskusi dan memasak indahnya dunia bila ada hamparan bunga tulip dan anak-anak bermain dengan riang gembira mari kita isi hidup ini dengan dzikir, fikir dan amal soleh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dampak Membentak Anak

15 Oktober 2017   13:15 Diperbarui: 15 Oktober 2017   13:20 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa bentakan bisa membuat anak-anak cepat menangis, bahkan serentak memeluk dan terhuyung amruk? dahsyatnya dampak membentak anak benar-benar membuat orang tua harus berfikir ribuan kali dan tak lagi mengulanginya. 

Saya membaca buku Matthew McKay Phd, seorang Profesor Psikologi Klinis di Wrigh Institut Barkeley California, yang telah melakukan penelitian perilaku marah orang tua dan efeknya terhadap anak-anak. Hasilnya sebanyak 2/3 dari 285 orang tua yang diteliti mengungkapkan rasa marah dengan berteriak atau membentak rata-rata 5 kali dalam seminggu. 

Apakah ada yang merasa lebih? Hmm.. itu artinya setiap hari anak-anak menerima bentakan dan teriakan kemarahan orang tua. Apa dampaknya, sungguh mencengangkan, tanpa disadari orang tua telah melukai anak secara psikis. Efek buruk ini kelak akan berpengaruh terhadap perkembangan psikologisnya.

Apa saja dampak buruk terhadap anak? pertama anak akan merasa minder dan tidak percaya diri. Dalam jiwanya akan tertanam bahwa dia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak bisa berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Kedua, menjadi anak yang Cuek dan tidak peduli. akibat sering diperlakukan demikian anak cenderung apatis, sering mengabaikan nasihat dari orang tua, mungkin pada saat orang tua bicara ia mendengarkan, namun sesaat kemudian menjadi angin lalu. 

Ketiga, anak melihat orang tua menjadi sosok yang menakutkan. Oleh sebab itu ia akan menjadi pribadi yang tertutup, tidak suka membicarakan apapun pada orang tua, dan komunikasi terganggu. Hal ini sangat berbahaya karena anak akan menghadapi semua masalah seorang diri, jiwa anak dapat sangat tertekan.

Keempat, anak menjadi pemberontak dan penentang. sikap ini dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yakni tipe penentang aktif. ia menjadi keras kepala, suka membantah dan menentang apa saja kejendak kedua orang tua. Dia akan senang jika melihat orang tua jengkel dan marah padanya. Berikutnya tipe penentang dengan cara yang halus, anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, walau tidak juga memenuhi perintah orang tua. Dan terakhir adalah tipe selalu terlambat. anak seperti ini mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak.

Kelima, anak menjadi Pemarah, temperamental, dan suka membentak. Anak akan memaksimalkan potensi hidup dia dalam meniru keadaan disekitarnya, apa yang orang tua lakukan akan ia tiru. Mereka akan berfkir sah-sah aja membentak teman atau saudaranya karena toh orang tua juga suka membentak dan berteriak walaupun pada hal-hal sepele. 

Bagaimana menghindari semua itu, masih banyak jalan yang harus kita perbaiki dalam mengasuh anak-anak kita. Menjadi pemarah tidaklah baik, namun membolehkan/memberikan semua permintaan dan mengabulkannya tanpa ada edukasi dan perhatian juga harus dihindari. Perlahan-lahan mari kita turunkan tensi kemarahan pada anak-anak dengan meningkatkan kemampuan jiwa raga kita, pertama dengan mampu mengelola perasaan. 

Menahan Rasa, memanage emosi kepada mereka, mampu menahan amarah dan tidak meluapkan kemarahan dengan membentak, kenali pemicu kemarahan dengan edukasi, perhatian penuh dan mendisiplinkan dengan cara-cara yang positif.  Orang tua secara wajar bisa marah dan kesal, namun tetap butuh kontrol yang tinggi demi perlindungan dampak buruk dari amarah orang tuanya.  

Berlanjut kepada mengutamakan ketenangan. Saat amarah datang, kendalilan diri kita, dengan kata-kata yang mungkin mampu menguatkan diri sendiri, " sabar..dia anakmu, darah dagingmu, sabarrr...", dan Mencobalah untuk realistis. Artinya mereka butuh kita, mereka butuh waktu, mereka butuh bermain, mereka butuh bereksperimen dan mereka butuh pendampingan yang lekat dengan orang tua. 

Andai anak sudah pecahkan jendela rumah kita karna main bola dalam rumah, ambil bolanya ajak main di lapangan. bukan lantas menghukumnya di kamar mandi. Seperti itulah contohnya.  Siapapun dapat melakukan kesalahan, apalagi anak-anak kita, namun pengelolaan diri orang tua agar mampu menjaga mereka akan sangat membantu pada pengasuhan positif dan menahan hal-hal yang membahayakan dari diri orang tua kepada anak-anaknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun