Mohon tunggu...
Amarfan Rasid
Amarfan Rasid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

INTJ

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Masa Depan Daerah dalam Bilik Suara

27 November 2024   03:12 Diperbarui: 27 November 2024   05:40 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Foto; Meme Pemilu 2024/suara.com)

Bilik suara telah lama dianggap sebagai simbol kekuatan rakyat dalam sistem demokrasi. Di ruang kecil ini, setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk menentukan masa depan daerah. Namun, pertanyaan mendasar yang terus muncul adalah: apakah bilik suara benar-benar mewakili harapan atau justru menjadi cerminan keputusasaan rakyat. Sikap skeptisisme terhadap penyelenggara sering terjadi setiap lima tahun sekali. Sikap partisipatif pemilih sangat dibutuhkan dalam menjaga integritas demokrasi. Pencegahan manipulasi suara merupakan aspek penting dalam mewujudkan pemilukada demokratik dan berintegritas (Maidani, 2020)

Bagi sebagian orang, bilik suara melambangkan harapan untuk memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan, memperjuangkan kepentingan rakyat, dan memajukan daerah. Namun, sebagiannya lagi menganggap bilik suara hanyalah formalitas, tempat di mana pilihan mereka terasa tidak berarti di hadapan kekuatan politik yang besar dan sulit dijangkau.

Keputusasaan ini sering muncul dari hilangnya kepercayaan terhadap kandidat yang dipilih. Pemilih kerap dihadapkan pada pilihan yang dianggap kurang ideal—antara tokoh lama yang gagal memenuhi janji dan tokoh baru yang kapasitasnya masih diragukan. Ditambah lagi, praktik politik uang, manipulasi media, dan janji-janji kampanye palsu semakin memperburuk apatisme masyarakat.

Ironisnya, sikap putus asa terhadap pemilukada justru memperkuat lingkaran ketidakadilan dan korupsi. Ketika rakyat kehilangan keyakinan pada kekuatan suara mereka, pemimpin yang terpilih pun cenderung semakin jauh dari aspirasi masyarakat. Kini, tantangannya adalah: mampukah kita menjadikan bilik suara sebagai alat perubahan nyata, atau justru terus terjebak dalam lingkaran keputusasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun