Mohon tunggu...
Amar fan
Amar fan Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar

Sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi YOGYAKARTA Ngopi suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suudzon Sahabat Anshar pada Nabi Berujung Tangisan Penyesalan

16 Maret 2023   20:53 Diperbarui: 16 Maret 2023   20:55 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Prasangka merupakan salah satu virus dalam berpikir. Hal ini mau tak mau berdampak kompleks, di antaranya, seseorang yang terserang prasangka akan sangat membenci sesuatu yang tak diinginkannya. Selain itu juga menyebabkan seseorang akan mudah menuduh orang lain karena prasangka yang berkelindan dalam isi kepalanya.

Tindakan prasangka ini lambat-laun dianggap menjadi hal yang lumrah dan terbiasa secara alamiah. Padahal Tindakan semacam itu harus dijauhi, karena dunia dan segala peristiwa yang terjadi tak berjalan sesuai dengan isi kepala kita.

Dalam Islam sendiri, tindakan prasangka secara khusus dibahas dan menghasilkan kesimpulan yang sama: harus dijauhi. Tindakan prasangka dikenal dengan kata su'udzon, yaitu tindakan yang selalu menjustifikasi orang lain dengan hal-hal buruk. Padahal justifikasi yang diberikan tersebut belum terang duduk perkaranya. Singkatnya, klaim sepihak yang diberikan seseorang atas orang lain dan berkonotasi negative.

Islam, dalam menyikapi sikap su'udzon ini sangat tegas. Tindakan prasangka tersebut dimasukkan ke golongan sifat tercela dan "harus" dijauhi oleh manusia. Al-Qur'an sendiri telah mewartakan bahwa ada ancaman bagi orang yang melakukan tindakan tersebut. Berjibun dalil dapat ditemui dalam al-Qur'an maupun hadits yang memerintahkan umat Islam untuk menjauhi tindakan tersebut.

Maka dari itu, istilah open minded hari ini perlu dimaknai bahwa kita tak dapat semena-mena menjustifikasi seseorang atau suatu peristiwa yang terjadi. Bersikap open minded ini perlu diterapkan ketika kita mengalami ketidaksesuaian dan perbedaan dengan yang lain. Dalam artian bahwa saat ada sesuatu yang berbeda, alangkah patutnya kita menunda penilaian, lalu bertanya dan mengetahui apa yang membuat hal itu berbeda. Sehingga prasangka negatif dan justifikasi sepihak tak sempat terlontarkan.

Meskipun ada Sebagian ulama yang membolehkan su'udzon dalam kasus dan keadaan tertentu, namun hal itu bukanlah legitimasi untuk kitab oleh berprasangka negatif pada orang lain. Dalam hal ini tak akan saya ulas, karena dalam artikel ini saya berfokus untuk mendedah betapa merugikannya sebuah tindakan prasangka negatif.

Sebenarnya tindakan menjustifikasi ini bukanlah hal baru dalam dunia yang tua ini. Tindakan justifikasi, prasangka, atau su'udzon sudah ada sejak awaal manusia diciptakan. Apa penyebabnya? Yaitu tertutupnya pemikiran seseorang terhadap maksud dan tujuan apa yang ada di balik sebuah peristiwa atau tindakan seseorang yang lain. Dalam hal ini, sekaliber Nabi Besar Muhammad SAW sendiri pun yang sudah pasti ma'shum (terbebas dari dosa) saja sempat menjadi korban dari prasangka.

Naifnya Prangsangka Sahabat pada Zaman Nabi

Bermula ketika pasca perang hunain yang begitu banyak mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang). Hasil yang didapat perang tersebut yaitu sekitar 6000 tawanan, 14 000 ekor unta, lebih dari 40.000 ekor kambing, dan perak sebanyak 4000 uqiyah. Jika dihitung valuasinya sekitar 1,747 triliyun

Hasil yang begitu besar pun sangat digadang-gadang oleh umat islam yang berkontribusi dalam perang melawan kaum hawazin. Dengan ekspektasi mendapatkan jatah ghanimah yang lebih besar saat pembagian sebab besarnya hasil rampasan yang didapat. Hal ini sudah menjadi ketentuan, bahwa tetara umat islam yang ikut perang mendapatkan sebagian seperlimanya dari harta rampasan.

Namun bayangan-bayangan harta besar pun patah akan kebijakan nabi muhammad SAW. Alih-alih beliau membagikan ghanimah sebagian besarnya hanya pada orang-orang muallaf pasca fathul makkah. Ekspektasi sangat jauh diluar dugaan sahabat terkhusus yang ikut dalam peperangan. Bahkan dari tetara golongan anshar tak mendapatkan sepeserpun dari ghnaimah tersebut.

Hal itu menimbulkan kegaduh serta munculnya konflik dikalangan sahabat nabi muhammad SAW. Tanpa berpikir dan bertanya, para sahabat yang sebagian besarnya didominasi oleh sahabat muda anshar melakukan su'udzon kepada Nabi SAW. Dan yang lain, terutama golongan sahabat  tua memilih untuk diam tak ikut berkomentar.

Para sahabat tersebut menjust negative bahwasannya Nabi SAW telah berbuat semena-mena, tidak atas dasar ridha Allah SWT, nabi telah berpihak pada kaum makkah saja dsb. Hingga Hasan bin tsabit membuat syiir berbalut kritikan pedas yang isinya menganggap Rasulullah SAW telah bertindak berat sebelah serta nepotisme (yang hanya mementingkan kerabat dan kaumnya sendiri).

Kaum badui yang tak tau apa-apa pun ikut terprovokasi, ketika nabi SAW membagikan ghanimah, dia mengatakan dihadapan Nabi SAW secara langsung "Sungguh kau Nabi Muhammad telah berbuat tidak adil". Umar bin khatab yang ada pada saat itu, begitu geram ingin memenggal kepala badui tadi, Yang kemudian nabi mencegah dan bersabda "jika aku tidak adil siapa lagi yang bisa berbuat adil".

Konflik begitu mencuat dikalangan sahabat,  Abu ubaidah bin jarrah yang merupakan salah satu pembesar kaum anshar menghadap nabi dan menceritakan atas apa  yang telah terjadi. Lantas nabi menyuruhnya untuk mengumpulkan semua sahabat anshar.

Setelah berkumpulnya sahabat anshar, nabi SAW membuka dialog dengan sebuah pertanyaan menohok pada sahabat,"wahai kaum anshar! Pembicara apa dari kalian hingga sampai kepadaku?". Perkumpulan pun hening seketika, Para sahabat yang sebelumnya garang atas menjudge negative tak berkutik sepatah kata atas prolog nabi penuh rasa kasih sayang.

Keheningan pecah menjadi tangisan ketika nabi melanjutkan sabdanya, "Wahai kaum Anshar! Apakah kalian tidak rela orang-orang itu pergi dengan membawa dunia sementara kalian pulang membawa serta Muhammad ke rumah-rumah kalian?". Rasa isak tangis mengiri para sahabat menjawab pertanyaan Nabi SAW serta menyesali atas apa yang telah diperbuat "Tentu kami sangat ridha ya Rasulullah".

Kemudian Nabi SAW memberikan analogi "(Bagiku) kaum Anshar itu ibarat pakaian yang menempel di badan sementara orang-orang itu ibarat selimut. Seandainya bukan karena hijrah, tentu termasuk kaum Anshar." Dan meneruskan sabdanya "Sesungguhnya aku memberikan ghanimah kepada kaum (orang-orang) yang saya khawatirkan hati mereka akan gelisah dan resah serta tidak memberikan sesuatu kepada orang-orang yang Allh anugerahi kebaikan dan perasaan berkecukupan di hati mereka."

Diriwayat lain "Sesungguhnya aku memberikannya kepada orang-orang yang baru meninggalkan kekufuran".

Mendengar pernyataan nabi, Sahabat anshar menangis hingga membasahi jenggotnya. Merasa sangat bersalah dan berkata "sudah cukup ya Rasulullah" yang diulanginya tiga kali "Kami ridha sepenuhnya atas kebijakanmu".

Dari kisah diatas, bisa dilihat bagaiamana sikap nabi SAW menangani Ketika ada konflik dimasyarakat pada saat itu. Sebuah konflik yang menyangkut kerukunan umat, sebab beda-bedanya informasi atau penilaian yang diperoleh. Hingga melahirkan berbeda-beda pula sikap dan aksi yang dilakukan. Klarifikasi menjadi tawaran solusi apabila terjadi seperti kisah yang sangat kompleks seperti diatas.

Klarifikasi dalam islam disebut tabayyun. Tradisi tabayyun merupakan sebuah tradisi islam dalam mengahadapi problematika Atau permassalahan lainnya. Dengan harapan supaya mendapatkan hasil kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan yang ada. Selain itu menghindarkan prasangka atau asumsi negative yang marak menyebar apabila tidak dicegahnya. Ditambah dizaman sekarang, digital menjadi perantara mudahnya penyebaran konflik tersebut yang dapat mengguncang kerukunan dan keamanan public.

Kisah diambil dari Hadis dalam kitab Hadis Shahih Bukhari dan sirrah nabawiyyah karya Ibnu Hisyam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun