Mohon tunggu...
Amar Alfian
Amar Alfian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasaman Barat

Amor Fati Fatum Brutum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Korban Menjadi Penindas: Siklus Kekuasaan dalam Sejarah Indonesia

15 September 2024   08:42 Diperbarui: 15 September 2024   08:42 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jatuhnya Jenderal Soeharto pada tahun 1998 membawa harapan baru bagi rakyat Indonesia. Gerakan Reformasi yang dipimpin oleh mahasiswa, aktivis, dan berbagai elemen masyarakat berhasil menggulingkan kekuasaan Orde Baru dan membuka jalan menuju demokrasi yang lebih baik. Demokrasi multipartai, kebebasan pers, dan desentralisasi adalah beberapa buah dari perjuangan Reformasi.

Namun, dua dekade setelah Reformasi, harapan tersebut perlahan memudar. Korupsi masih merajalela, praktik nepotisme tetap ada, dan pelanggaran HAM belum sepenuhnya dihentikan. Kasus-kasus seperti penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik dan pengabaian terhadap janji Reformasi membuat banyak orang merasa bahwa siklus korban menjadi penindas terus berlanjut. Meskipun pemerintah lebih demokratis, kekuasaan masih berada di tangan segelintir elite politik.

Pasca-Reformasi, meskipun Indonesia berhasil menerapkan demokrasi multipartai, oligarki kelompok kecil elite yang menguasai kekuasaan politik dan ekonomi menjadi kekuatan dominan. Para oligark ini, baik dari kalangan bisnis maupun politik, menggunakan kekuasaan mereka untuk mempertahankan status quo dan mengontrol institusi-institusi negara demi keuntungan pribadi.

Banyak perusahaan besar, terutama di sektor pertambangan dan perkebunan, memiliki hubungan erat dengan elite politik, menciptakan kolusi yang memperkuat ketidakadilan ekonomi. Seperti contoh dalam proyek Hilirisasi dan Food Estate serta Proyek Strtegis Nasional lainnya sering kali dilakukan tanpa transparansi yang memadai, sehingga hanya menguntungkan segelintir oligark. Pengaruh oligarki ini juga meluas dalam pendanaan kampanye politik, di mana mereka mendukung kandidat tertentu untuk memastikan kebijakan yang mendukung kepentingan mereka.

Ironisnya, banyak aktivis Reformasi yang dulu gigih menentang oligarki dan sentralisasi kekuasaan kini justru terlibat dalam praktik yang sama. Beberapa mantan aktivis kini menjadi bagian dari sistem politik yang mereka tentang dulu, terlibat dalam partai politik besar yang dikuasai oleh elite. Mereka harus berkompromi dengan para oligark demi mempertahankan jabatan dan pengaruh, mengulang pola yang mereka lawan di masa Orde Baru.

 

Oligarki dan Ketimpangan Ekonomi

Ketimpangan ekonomi semakin terasa di era Reformasi, di mana sebagian kecil elite politik dan ekonomi semakin kaya, sementara sebagian besar rakyat masih hidup dalam kesulitan ekonomi. Oligarki mengontrol sektor-sektor strategis, sementara rakyat harus berjuang menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok dan sulitnya akses layanan kesehatan serta pendidikan. Konflik agraria, penggusuran lahan, dan kerusakan lingkungan sering kali menjadi hasil dari kebijakan yang dikuasai oleh kepentingan oligarki.

Teori cyclical history memberikan perspektif bahwa sejarah kekuasaan sering kali bergerak dalam siklus, di mana perubahan besar menghasilkan harapan baru, namun pada akhirnya kembali pada bentuk penindasan yang serupa. Pada era Reformasi, siklus ini kembali terjadi, di mana mereka yang sebelumnya menjadi korban kekuasaan, kini justru menjadi bagian dari sistem yang menindas.

Sejarah kekuasaan di Indonesia, meskipun telah melalui berbagai rezim, menunjukkan pola siklus kekuasaan yang berulang. Mereka yang awalnya muncul sebagai pembebas akhirnya justru menjadi penindas. Perubahan politik belum berhasil memutus siklus ini, dan oligarki tetap menjadi kekuatan dominan dalam menjaga kekuasaan tetap berada di tangan segelintir elite.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun