Mohon tunggu...
Amar Alfian
Amar Alfian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasaman Barat

Amor Fati Fatum Brutum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Korban Menjadi Penindas: Siklus Kekuasaan dalam Sejarah Indonesia

15 September 2024   08:42 Diperbarui: 15 September 2024   08:42 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan Presiden Sukarno memperburuk ketimpangan antara pusat dan daerah. Banyak daerah merasa terabaikan dalam distribusi kekuasaan dan sumber daya, yang pada akhirnya memperkuat perlawanan dari berbagai kelompok regional. Ketimpangan ini menjadi salah satu alasan yang memicu ketidakpuasan di daerah-daerah, terutama di luar Pulau Jawa, di mana banyak sumber daya alam berada namun sering kali hasilnya lebih banyak dirasakan di pusat kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari munculnya pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera dan Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) di sulawesi.

Ketidakstabilan ekonomi juga menjadi masalah utama pada masa itu, dengan inflasi yang mencapai angka dramatis hingga 600 persen pada tahun 1965. Pemerintah Sukarno tidak mampu mengatasi ketidakstabilan ekonomi yang kian memburuk. Program-program pembangunan nasional tersendat oleh konflik politik, dan sumber daya negara semakin terkuras akibat ketegangan internasional, seperti konfrontasi dengan Malaysia.

Fenomena ini dapat dilihat melalui lensa power transition theory, di mana perubahan dalam distribusi kekuasaan sering kali mengarah pada konflik dan penindasan baru. Kekuasaan, yang seharusnya digunakan untuk membebaskan rakyat, sering kali berubah menjadi alat untuk mempertahankan kendali.

 

Orde Baru: Dari Pembebas Menjadi Penindas Baru

Ketika Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan pada tahun 1966 melalui apa yang disebut sebagai Supersemar, Indonesia sekali lagi berada di persimpangan sejarah. Orde Baru lahir dengan janji stabilitas, kemajuan ekonomi, dan penegakan hukum. Jenderal Soeharto, yang dipandang sebagai penyelamat dari kekacauan Orde Lama, berjanji membawa perubahan yang lebih baik.

Namun, kenyataan yang terjadi di bawah pemerintahan Orde Baru tidak sesuai dengan janji-janji awalnya. Pada akhir 1960-an, peristiwa G30S PKI menandai transisi kekuasaan yang penuh kekerasan. Pembantaian massal terhadap mereka yang dituduh komunis menjadi salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Indonesia, dengan korban jiwa diperkirakan mencapai setengah juta hingga satu juta orang. Dalam laporan internasional, pembantaian ini disebut sebagai salah satu genosida terbesar di abad ke-20.

Jenderal Soeharto menggunakan kekuatan militer untuk mengonsolidasikan kekuasaannya dan menciptakan sistem politik yang terpusat. Meskipun ekonomi Indonesia tumbuh pesat selama tahun-tahun awal Orde Baru, pembangunan ini dilakukan dengan mengorbankan kebebasan politik. Sentralisasi kekuasaan yang dikritik para aktivis pada era Presiden Sukarno justru diperkuat oleh Jenderal Soeharto. Soe Hok Gie, seorang aktivis gerakan 66, menyoroti bagaimana para pemuda rekan sejawatnya sesama aktivis yang dulu berjuang menentang otoritarianisme Presiden Sukarno, kemudian justru mendukung sentralisme Jenderal Soeharto setelah mendapatkan tempat di DPRS dan kabinet. Aktivis-aktivis ini akhirnya mendukung kebijakan Soeharto yang semakin memperkuat kendali pusat atas daerah-daerah.

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin merajalela di bawah Orde Baru. Fakta-fakta tentang praktik-praktik ini terbukti di banyak proyek pembangunan, seperti pembangunan jalan tol, proyek-proyek pertanian, dan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh kroni-kroni Soeharto. Skandal besar seperti kasus Pertamina pada tahun 1970-an, di mana perusahaan minyak negara tersebut hampir bangkrut karena pengelolaan yang buruk dan korupsi, menunjukkan bagaimana ekonomi Indonesia dikelola dengan cara yang tidak transparan.

Pandangan George Orwell tentang lingkaran tirani sangat relevan dalam konteks ini. Dalam novel Animal Farm, Orwell menggambarkan bagaimana revolusi yang dimulai dengan niat baik berakhir dengan bentuk penindasan yang sama atau bahkan lebih buruk. Rezim Orde Baru Soeharto dapat dianggap sebagai ilustrasi nyata dari fenomena ini, di mana janji untuk membebaskan rakyat justru berubah menjadi alat untuk memperkuat kontrol dan dominasi elite politik.

Reformasi: Harapan yang Perlahan Memudar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun