Mohon tunggu...
Amara Azzahra
Amara Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Sedang belajar mengemukakan pendapat dan menuangkannya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perjalanan Indonesia Menjadi Masyarakat Ideal

6 Desember 2022   12:19 Diperbarui: 6 Desember 2022   12:20 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Meresapi alam tropis Indonesia adalah keindahan bagi kita semua. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya. Indonesia memiliki keunggulan tersendiri yang berbeda dari negara lain. Kekayaan ini juga dapat dibuktikan melalui keberadaan pulau yang berjumlah lebih dari 17.000 dan menjadikan Indonesia berada di posisi atas sebagai negara kepulauan. Hal ini merupakan akar keragaman di Indonesia. Terdapat berbagai macam ras, suku, budaya, bahasa dan kepercayaan, sehingga Indonesia dapat dikatakan sebagai bangsa besar yang majemuk.

Memiliki keragaman budaya, mengharuskan masyarakat Indonesia memiliki rasa toleran yang tinggi. Sejak dahulu, toleransi ditegakkan atas dasar menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab, serta menjunjung tinggi rasa persatuan, sebagai salah satu faktor pendukung kemerdekaan Indonesia.

Sebagai negeri yang kaya, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam kemerdekaannya. Khususnya pada Era Kolonialisme. Beberapa sumber mengatakan bahwa Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Selain itu negara lain yang tercatat pernah menjajah Indonesia adalah Portugis, Spanyol, Inggris dan Jepang. Dalam Era Kapitalisme tersebut, diskriminasi, perbudakan, dan hak masyarakat dirampas dan ditindas. Tidak hanya sampai situ saja, bahwasanya Indonesia pernah mengalami era di mana pemerintah dianggap otoriter selama bertahun-tahun, yakni pada masa Orde Baru. Masa di mana masyarakat Indonesia tidak memiliki hak bersuara dan berperikemanusiaan sehingga diselimuti rasa ketakutan setiap saat. Selama itu, masyarakat bertahan dengan adanya harapan kemerdekaan yang utuh serta menuju masyarakat ideal.

Masyarakat Ideal

Masyarakat ideal seringkali disebut dengan nama masyarakat Madani (Civil Society). Istilah Madani ini berakar pada Kota Madinah pada saat pemerintahan Nabi Muhammad saw. Menurut Farid Wajid Ibrahim (2012), sebelum kedatangan Nabi, Kota Madinah bernamakan Yastrib. Budayanya sudah amat maju, lebih terbuka, demokratis, open dan tidak kaku. Pada saat itu, berhala berhasil dihancurkan oleh Mush'ab bin Umar dan masyarakatnya, serta mendirikan salat secara terang-terangan. Meski tidak 100% penduduk dan pemerintahan merupakan orang yang baik, namun oknumnya bisa dihitung oleh jari.

Karena itulah ketika Rasul datang, Rasul melihat adanya prospek perkembangan yang akan signifikan pada kota ini, sehingga diberi nama Madinah yang berarti "Kota". Peradabannya maju baik secara fisik maupun moral, sehingga masyarakat yang majemuk dan memiliki banyak perbedaan justru bisa hidup rukun dan damai serta memiliki sifat keterbukaan. Kota Madinah mengizinkan setiap orang agar bebas berpendapat dan saling berkontribusi satu sama lain, sehingga keadilan tegak berdiri. Selain itu, ilmu pengetahuan dijunjung tinggi sehingga dapat memunculkan peradaban baru tanpa ada perilaku destruktif.

Menurut Prof. Naquib Al-Attas yang juga memahami konsep Al-Mujtama' Al-Madani, yang pada prinsipnya, mengatakan bahwa masyarakat Madani adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi, berkeadaban dan menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan).

Dalam perspektif lain, Cicero, seorang filsuf dan orator dari Barat memulai istilah "Societas Civilis" untuk kepentingan filsafat politiknya. Cicero menerangkan bahwa istilah tersebut bermakna sebagai masyarakat yang memiliki dan paham akan praktik politik yang beradab, serta memiliki kode hukum tersendiri.

Indonesia yang memiliki kemajemukan dalam bermasyarakat bisa dikatakan sejalan dengan kondisi kemasyarakatan yang ada pada masa masyarakat Madinah saat itu. Karena memiliki rasa cinta yang tinggi pada Tanah Airnya, masyarakat Indonesia berusaha untuk tetap saling menghargai. Perbedaan yang ada justru membuat masyarakat lebih dekat dan bisa memiliki wawasan baru mengenai daerah dan budaya lain. Indonesia memiliki karakteristik masyarakat yang unik yang berbeda dengan sikap pengertian antar masyarakat dibarengi dengan adanya sangsi moral sosial.

Dari beberapa perspektif di atas, bisa disimpulkan bahwa masyarakat Madani merupakan masyarakat ideal yang masyarakatnya memiliki pemikiran yang terbuka dengan wawasan yang luas, memiliki rasa toleransi yang tinggi terhadap kemajemukan, dan menjunjung ilmu pengetahuan. Hal inilah yang bisa menjadi modal perkembangan yang pesat pada sebuah negeri.

Berpikir Kritis

Ketika kita menemukan suatu hal yang dapat membuat kita bertanya-tanya akan esensi dari keberadaan hal tersebut, otak kita pada akhirnya melakukan pemikiran kritis. Dijelaskan oleh Facione (2006) dalam bukunya "What It Is & Why It Counts" mengatakan bahwa berpikir kritis berperan sebagai pengaturan diri dalam memutuskan sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Berpikir kritis memunculkan buah ide terhadap suatu isu atau permasalahan yang bisa dikembangkan dan diulas dalam berbagai perspektif.

Dalam melihat perjalanan Indonesia untuk memiliki masyarakat ideal, perlu adanya pemikiran kritis yang tepat agar bisa membuahkan kritik dan saran yang membangun. Karena itu, dalam berpikir kritis Facione juga menambahkan adanya indikator pendukung hasil suatu pemikiran, yaitu:

  1. Interpretasi, atau kemampuan untuk mengekspresikan dan mencoba mengerti memahami situasi dan lainnya yang bervariasi.
  2. Analisis, yang merupakan kemampuan mengklarifikasi kesimpulan data dari hubungan pada pertanyaan dalam masalah dan informasi yang didapat.
  3. Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai kredibilitas.
  4. Inference, yang merupakan kemampuan mempertimbangkan informasi agar lebih rasional untuk mengidentifikasi elemen yang dibutuhkan.
  5. Penjelasan, maksudnya adalah pernyataan penalaran dengan bukti kredibel ketika memberikan statement pada suatu permasalahan.
  6. Regulasi diri, agar memiliki kesadaran dalam memeriksa kognitif diri unsur-unsur yang digunakan dalam kegiatan tersebut, serta hasilnya, dengan menggunakan kemampuan analisis dan evaluasi, dalam rangka melakukan konfirmasi dan validasi mengoreksi kembali hasil penalaran yang telah dilakukan sebelumnya.

Cita-Cita Bangsa Besar

Menjadi masyarakat ideal merupakan cita-cita besar bangsa Indonesia. Cita-cita tersebut tertanam rapi pada naskah-naskah resmi negara setelah kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Harapan tersebut dituangkan, dengan tujuan agar masyarakat senantiasa mengingat perjuangan dan menerapkan serta mewujudkan negara yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satunya, adalah yang tertuang pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara, yang berbunyi: "Ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Setelah kolonialisme, Indonesia memasuki Orde Lama sebagai bentuk pemerintahan pasca merdeka. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang pesat seraya memaksimalkan pembangunan bangsa dan negara. Mulai dari perkembangan radio yang awalnya sebagai media untuk menyampaikan kekalahan Jepang pada 1945 dan kemudian tumbuh menjadi radio nasional pertama bernama Radio Republik Indonesia, perakitan dan pengembangan pesawat terbang sebagai pelopor dirgantara dunia.

Orde Baru meredam jauh cita-cita Indonesia sebagai masyarakat Madani. Bagaimana tidak, dalam bidang politik kepemimpinan yang cenderung dianggap otoriter dan menjamurnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, membuat kurangnya partisipasi masyarakat. Namun di sisi lain, Orde Baru juga menguatkan posisi negara di segala bidang. Pada saat itu aspek sosial-ekonomi Indonesia bisa terbangun karena kelas menengah dapat berkembang dan meningkatkan kesadaran pendidikan.

Era Revolusi setelah Orde Baru jatuh, kembali memberikan harapan dan cita-cita yang cerah bagi masyarakat Indonesia menjadi masyarakat ideal. Adanya pemenuhan hak dan kewajiban warga dijamin oleh negara. Era Revolusi membawa Indonesia pada masa kemasyarakatan yang lebih terbuka dan kebebasan berpendapat, sehingga partisipasi masyarakat lebih tinggi daripada era sebelumnya.

Sejak Era Revolusi hingga saat ini, Indonesia telah melewati jatuh-bangun perjalanan kemerdekaan. Sangat indah dan mulia cita-cita bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar. Namun rasanya, cita-cita besar menjadi masyarakat ideal seperti Kota Madinah masih belum memuaskan . Menurut Suroto (2019), permasalahan masyarakat Indonesia sejak Era Orde Lama hingga saat ini menunjukkan pola yang sama dan belum terselesaikan dengan baik sehingga menghambat terwujudnya masyarakat madani sebagai cita-cita bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut tidak lain adalah orang "miskin" dan orang yang merasa "miskin" terus berkembang, lembaga swadaya masyarakat makin menjamur sehingga makna dan keberadaannya makin tidak jelas, pers yang berkembang sangat cepat namun justru mengangkat "Pesimisme" pada masyarakat, para cendekiawan lebih berorientasi pada kekuasaan dan senantiasa merasa rendah diri atau kurang percaya diri untuk bersaing.


Menjadi Masyarakat Ideal

Perjalanan Indonesia sejak sebelum merdeka hingga saat ini cukup panjang, namun sejarah yang bisa ditelaah kembali membuka fakta bahwa Indonesia belum bisa melakukan revolusi secara cepat dalam mendukung perkembangan menjadi masyarakat ideal sesuai dengan cita-cita bangsa. Sebaliknya, untuk menjadi masyarakat ideal, Indonesia memerlukan waktu lebih lama dan cenderung statis untuk lebih menanamkan nilai serta membenahi berbagai aspek yang dapat menghambat kemajuannya.

Di bidang politik, Indonesia saat ini masih belum bisa memuaskan masyarakat. Masih banyak kubu fanatik yang memungkinkan memecah belah masyarakat di Indonesia. Beberapa kasus korupsi, kolusi dan nepotisme masih marak terjadi. Di bidang perekonomian, Indonesia kini sedang menghadapi ancaman resesi dunia. Di bidang sosial, Indonesia belum sepenuhnya saling menghargai karena beberapa kasus organisasi masyarakat yang membuat khawatir dan kembali memecah belah. Meski tidak semua hal dalam masyarakat Indonesia memiliki konotasi negatif, namun tantangan Indonesia dalam menjadi masyarakat ideal itu nyata. seperti yang kembali dijelaskan Suroto, yaitu:

  1. Sikap demokratis. Meski Indonesia merupakan negara yang menjunjung demokrasi, yang bahkan tertuang pada dasar negaranya, namun dalam praktiknya, ini seringkali justru menjadi permasalahan utama, terutama dalam bidang politik. Skor demokrasi Indonesia pada tahun 2021 melalui penelitian yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) berjumlah 6,71. Nilai ini lebih tinggi daripada skor sebelumnya di tahun 2020 yaitu 6,30. Artinya dalam skala 0-10 nilai ini berarti masih sedang. Demokrasi masih berjalan selaras dengan suap, korupsi dan permasalahan lainnya. Maka dari itu, untuk mencerminkan masyarakat madani, sikap demokratis perlu ditanamkan kembali sehingga tidak hilang makna esensinya.
  2. Sikap toleran. Di tengah keberagaman Indonesia, toleransi dan kompromi memudahkan terwujudnya persatuan Indonesia. seperti masyarakat madani yang bersatu karena keberagaman, hal ini bisa mendukung kemajuan karena tingkat partisipasi masyarakatnya yang tinggi. Indeks kerukunan umat beragama di Indonesia yang dirilis oleh Kementerian Agama Republik Indonesia 2021, menunjukkan adanya sikap toleransi yang tinggi yaitu berada pada angka 72,39.  Jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang menempati angka 67,46. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia bisa terus mengembangkan toleransi seperti masyarakat madani.
  3. Saling pengertian. Perbedaan pendapat oleh setiap individu adalah hal yang lumrah. Maka dari itu, setiap masyarakat harus bersedia menampung aspirasi dan ide sebanyak-banyak dan seluas-luasnya, agar bisa mengembangkan pemikiran yang kritis dan bersifat membangun.
  4. Berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa. Ketuhanan Yang maha esa di Indonesia memiliki posisi tertinggi dalam Pancasila. Sebuah negara yang berketuhanan akan senantiasa meminimalisir adanya tindakan yang tidak diinginkan. Kehidupan dan pendidikan beragama yang benar membawa perubahan-perubahan yang baik pula seperti yang terjadi pada masyarakat madani yang dipimpin oleh Rasulullah.
  5. Berwawasan global. Kita hidup bersama umat dan warga negara lain di bumi ini. globalisasi tidak selamanya buruk. Banyak manfaat yang bisa terjadi karena globalisasi, tentunya dalam perkembangan pendidikan, pola pikir dan teknologi. Sehingga dalam berwawasan global, bisa membuka mata kita dengan lebar mengenai bagaimana hidup maju dan terus belajar dari kegagalan sejarah yang telah terjadi.

Kembali pada masyarakat ideal yang dimaksud memiliki ciri sebagai sebuah masyarakat yang bebas mengemukakan pendapat, demokratis, memiliki rasa toleransi tinggi dan berketuhanan, memiliki masyarakat yang majemuk namun tetap bisa menjaga keadilan sosial bagi masyarakatnya.

Untuk menjadi masyarakat ideal, Indonesia masih harus menempuh jalan yang panjang. Dalam mewujudkan hal tersebut dibutuhkan adanya pemahaman dan pengembangan sumber daya, baik dalam bentuk pemanfaatan dan pelestarian kekayaan alam maupun dalam bentuk pendidikan dan modernisasi pada masyarakat. Indonesia masih bisa mencapai cita-citanya menuju masyarakat ideal yang dapat mendukung kesejahteraan masyarakat, hal ini dapat dilihat melalui data dan fakta yang terjadi di lapangan.

Pemberdayaan masyarakat dapat dimulai dari revitalisasi para cendekiawan. Tujuannya tentu agar pengembangan dilakukan berdasarkan informasi, data dan elemen lainnya yang bersifat kredibel dan mumpuni. Yang paling dasar sebagai strategi ini adalah dengan tetap memberikan pendidikan kewarganegaraan bagi masyarakat, sehingga bisa mendorong persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan bukan hanya sebatas pengalaman dan pengetahuan sejarah berkewarganegaraan, namun lebih dari itu, pendidikan kewarganegaraan mendorong adanya format yang jelas ke arah cita-cita bangsa sebagai masyarakat ideal. Dalam pendidikan anak, sebagai penerus bangsa, pendidikan kewarganegaraan akan tertanam dan menggerakkan anak-anak Indonesia untuk hidup secara damai dan sejahtera pada masa yang akan datang. Hal ini juga bisa dibuktikan seperti pada masa Orde Lama dan Orde Baru, di mana tokoh penggeraknya adalah anak-anak penerus bangsa yang memiliki nilai tinggi dalam memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Referensi

Ayu, Dewi Indah. (2021). Indeks Kerukunan Umat Beragama Tahun 2021 Masuk Kategori Baik. Kementerian Agama Republik Indonesia. https://www.kemenag.go.id/read/indeks-kerukunan-umat-beragama-tahun-2021-masuk-kategori-baik.  Diakses pada 6 Desember 2022, pukul 8.40 WIB.

Facione, Peter. (2015). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. (Online). Insight Assessment. https://www.researchgate.net/publication/251303244_Critical_Thinking_What_It_Is_and_Why_It_Counts. Diakses pada 3 Desember 2022, pukul 20.21 WIB.

Ibrahim, Farid Wajdi. (2012). Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia Melalui Civic Education. Jurnal DIDAKTIKA, Vol. 13:1, halaman 130-149.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. (2018). Pendalaman Materi Sejarah Indonesia PPG Dalam Jabatan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. https://docplayer.info/79858920-Perkembangan-ilmu-pengetahuan-di-indonesia-atno.html. Diakses pada 3 Desember 2022, pukul 16.41 WIB.

Rahayu, Kurnia Yunita et.al. (2022). Skor Indeks Demokrasi Indonesia Membaik, Tetapi Tantangan Masih Besar. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/02/14/peningkatan-skor-indeks-demokrasi-2021-tak-serta-merta-tandai-perbaikan-kualitas-demokrasi-indonesia.  Diakses pada 6 Desember 2022, pukul 08.32 WIB.

Suprayogo, Imam. (2015). Membangun Masyarakat Madani Indonesia. https://uin-malang.ac.id/r/150301/membangun-masyarakat-madani-indonesia.html.  Diakses pada 3 Desember 2022, pukul 19.35 WIB.

Suroto. (2015). Konsep Masyarakat Madani di Indonesia Dalam Masa Post-Modern (Sebuah Analisis Kritis). Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 5:9, halaman 664-671

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun