Mohon tunggu...
Amar Amir S Nahdi
Amar Amir S Nahdi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fisip Uhamka

Mohon bimbingannya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Media Sosial Penghilang Empati pada Kalangan Remaja

15 Januari 2022   01:02 Diperbarui: 18 Januari 2022   14:05 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua tahu, dimasa seperti ini media sosial sangat berperan penting untuk penyampaian informasi serta sarana komunikasi. Media sosial sendiri bila kita lihat dari pengertiannya merupakan sebuah media yang disediakan demi memudahkan kita berkomunikasi dan bersosialisasi satu sama lain, dan dilakukan dalam ruang lingkup online yang memungkinkan kita dapat berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Dan menurut Van Dijk (2013), yang dikutip oleh Dr.Rulli Nasrullah M.Si  dalam bukunya yang berjudul Media Sosial (2016), bahwa “Media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktifitas maupun berkolaburasi, Karena itu media sosial dapat dilihat sebagai medium( fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial".

Kegiatan berkomunikasi dengan orang lain guna membuat sebuah hubungan yang baik ini memang sangat dinikmati oleh berbagai kalangan. Tentu interaksi yang seperti ini banyak menarik minat berbagai kalangan usia, tak terkecuali bagi para remaja yang menjadi acuan kemajuan teknologi di masa depan. Banyak sekali platform media sosial yang menyediakan berbagai fitur unik guna membantu kemudahan berkomunikasi, oleh karena itu dibalik semua fitur unik tersebut media sosial seringkali digunakan sebagai pelarian bagi para remaja ini untuk singgah, karena mereka merasa dunia nyata terlalu mengisolasi bahkan membosankan dan juga bagi mereka yang merasa kesulitan dalam berinteraksi, media sosial lah jalan pelariannya.

Bisa kita lihat sendiri penggunaan media sosial akan menjadi lebih baik bila para remaja menggunakannya untuk menambah teman atau mencari pengetahuan , akan tetapi semua menjadi berbanding terbalik setelah beberapa remaja menganggap bahwa dalam kebebasan berekspresi dan perkataan pada media sosial tidak memiliki sebuah peraturan yang tercatat pada undang-undang, hal inilah yang membuat maraknya komentar berbau membenci atau mengadu domba dan bahkan hingga terjadi cyberbullying. Pemikiran seperti inilah yang membuat para remaja seringkali kelewatan dalam membuat sebuah argumen atau melontarkan kata-kata ejekan yang cenderung menyerang orang lain dengan dalih hanya bercanda. Tentu saja bila dilihat sejenak, remaja-remaja ini memang secara mental mereka seharusnya belum bisa mengatur emosi dan dalam fase labil ini menggunakan sosial media dapat menjadi pelarian dari masalah hidup. Dan pada dasarnya anak remaja sudah dibekali pengetahuan tentang empati sedari dini, empati sendiri merupakan kemampuan seseorang merasakan apa yang dirasakan orang lain. Joseph A. Devito dalam bukunya yang berjudul Human Communication: The Basic pada tahun 1993, mengatakan bahwa “ is to feel the same feeling in the same way as the other person does ”. Empati akan digunakan untuk memahami sebuah emosional dan intelektual, apa yang sedang dialami oleh orang lain.

Anak remaja yang tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana berempati dan beretika di sosial media, akan membawa sebuah permasalahan yang bisa terus terjadi pada remaja-remaja lainnya. Sering terjadinya bullying di sosial media khususnya pada remaja karena kurangnya empati mereka, seringkali mereka belum bisa membedakan apa itu kritik dan mencemooh sebuah karya maupun sebuah insiden yang sedang terjadi. Tidak adanya batasan antara ruang privat dan publik di sosial media akan berdampak negatif pada pola perilaku remaja, aksi-aksi seperti bullying, pencemaran nama baik, pelecehan seksual akan terus berkutat pada permasalahan moral para remaja.

Lalu apakah para remaja ini akan terjebak dalam permasalahan ini terus menerus?, tentu tidak. Bila mereka diberikan sebuah pengetahuan dan tata cara bertutur kata menggunakan sebuah platform media sosial yang sehat, kita dapat mencegah mereka melakukan hal bodoh. Bukan dengan membatasi mereka untuk bermain media sosial, akan tetapi mengedukasi dan mengawasi mereka akan jauh lebih baik tanpa membebani mental mereka. Pembekalan yang bertahap ini akan membuat para remaja memahami cara menggunakan sosial media yang baik.

Amar Amir S. Nahdi 

Mahasiswa Fisip Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun