“Satu orang saja yang buat!, Masa tiga orang sarjana mengerjakan itu”. Demikian sindir sang direktur kepada kami bertiga yang tengah asyik ngeroyok bahan presentasi sebagai bahan rapat dengan salah satu BUMN perbankan. Kejadian tersebut 12 tahun yang lalu, tapi saya masih teringat dan senyum-senyum sendiri mengenangnya. Perasaan malu jelas kami rasakan waktu itu. Memang kami akui tugas tersebut cukup dikerjakan satu orang saja.
Ketika menonton Undercover Boss di saluran BBC. Ada episode ketika di suatu perusahaan satu orang karyawan dapat mengerjakan sedemikian banyak pekerjaan yang memang dibebankan kepadanya. Dari sana saya memahami tentang pentingnya pendelegasian tugas. Seperti halnya sang direktur saya di atas sang pemimpin harus memastikan suatu pekerjaan dapat didelegasikan dengan orang yang tepat sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Ketika Presiden Jokowi berkunjung ke suatu daerah, adakalanya seusai acara beliau membagi-bagikan kaos oblong maupun amplop. Acara membagi-bagikan sesuatu tersebut adalah hal biasa yang dilakukan oleh presiden. Paling getol beliau membagi-bagikan kartu sakti, sampai-sampai ada yang berkelakar bahwa saat ini kita memasuki Orde Kartu.
Semoga saja kebiasaan membagi-bagikan kaos oblong atau kartu tersebut tidak lagi diteruskan oleh beliau. Mengapa demikian? Pertama karena saat ini bukan lagi masa kampanye, warga masyarakat kita sudah mengetahui bahwa beliau adalah presidennya. Sehingga tidak usah lagi pencitraan, Hal yang kedua adalah karena beliau presidennya, ketika presiden memandang bahwa program kartu sakti itu penting dan mengharuskan kartu sakti itu terdistribusi dengan baik, maka sepatutnya program dan sistem-lah yang menjalankannya dan biarkanlah staf beliau yang bekerja.
Menyinggung mengenai kartu-kartu ini, bagi para pekerja sosial yang berada di pelosok hutan yang jauh dari jangkauan pemerintah terkadang cemburu melihat di televisi presiden membagi-bagikan kartu sakti baik KIP maupun KIS di kota-kota sedangkan di pelosok sangat minim bantuan pemerintah. Sungguh sangat pesimistis apabila kartu sakti tersebut dapat sampai ke pelosok. Beruntung jika di pelosok ada investor yang masuk dan membangun daerah tersebut sehingga dapat membantu program pendidikan, kesehatan dan sosial lainnya. Bahkan, mungkin akan lebih baik apabila membagi-bagikan kartu sakti tersebut dihentikan saja seremonialnya. Cukuplah staf bapak presiden setingkat camat atau bahkan kepala desa yang membagi-bagikannya.
Dalam suatu organisasi, penting untuk menentukan peran dan tanggung jawab suatu fungsi individu. Hal tersebut dilakukan untuk menjawab apa saja fungsi, kegiatan serta tugas yang harus dilakukan dan siapa yang harus melakukannya. Model yang tepat untuk menentukan itu salah satunya adalah RACI yang merupakan kepanjangan dari Responsible, Accountable, Consulted dan Informed.
Penjabarannya adalah sebagai berikut : Responsible, merupakan individu yang berkewajiban atau mereka yang secara langsung menyelesaikan tugas. Mereka berkewajiban atas pelaksanaan tindakan/implementasi. Selanjutnya Accountable, adalah individu penanggungjawab, yakni mereka yang bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaan. Sedangkan Consulted, adalah individu yang diajak berkonsultasi. Adalah mereka yang harus diajak berkonsultasi sebelum suatu keputusan akhir ditetapkan. Biasanya mereka memberikan masukan serta dukungan bagi kegiatan yang akan dilaksanakan. Dan terakhir adalah Informed. Individu yang perlu diberikan informasi bilamana suatu keputusan atau tindakan telah diambil. Disini cukup dilakukan komunikasi satu-arah.
Apabila proses pemetaan fungsi dan tanggung jawab dapat dilakukan dengan baik, maka fungsi organisasi dapat berjalan dengan lancar. Hal ini jelas dapat menentukan peran dan kebajiban bagi seluruh individu dan fungsi, meningkatkan kerjasama dan kerja antar fungsi, menentukan produktivias melalui tanggung jawab yang jelas, mengidentifikasi peluang penyederhanaan struktur organisasi dengan menghapuskan lapisan yang tidak perlu, dan menempatkan kewajiban dan tanggungjawab yang semestinya.
Ingatkah kita dengan Insiden Tolikara dimana ada liputan yang memberitakan bahwa presiden mengundang pimpinan GIDI ke Istana Negara. Saya ingat banyak yang berkomentar negatif kepada presiden di sebuah group alumni kampus terkait keputusan untuk mengundang itu, salah satunya adalah istana Negara tempat yang terhormat, tidak tepat apabila mengundang ke Istana Negara. Atau undangan tersebut merusak proses penyelidikan yang sedang berlangsung oleh kepolisian, atau ada yang bernada nyinyir dengan menyatakan ‘mudah sekali ke istana Negara, setelah membakar bisa langsung bertemu presiden ke istana negara’.
Lagi-lagi ini tentang sebuah keputusan dari seorang leader. Di Insiden Tolikara, dapat saja Presiden memerintahkan Menteri atau Gubernur atau bahkan cukup saja Bupati untuk menasihati bahkan menegur para pihak atau cukup memerintahkan ke Kapolri untuk bekerja menyelesaikan kasus tersebut. Biarkan para staf presiden bekerja. Presiden cukup berfungsi Informed atau Consulted saja.
Presiden perlu untuk memberdayakan sumberdaya yang beliau miliki yakni para pembantu dan jajaran pemimpin daerah hingga kepala desa. Ibarat kata beliau tinggal menghubungi Menteri atau Gubernur. ‘Pak Menteri, tolong stanby di Riau dua minggu, pastikan jangan pulang sebelum asap hilang di Riau! Pastikan support apa saja yang diminta Gubernur Riau untuk itu’. Atau boleh juga sampaikan dengan teguran : “Pak Menteri, itu asap gimana? Tidak perlu saya turun ke lokasi lagi kan?”. Oke. Ini hanya contoh becandaan saja, Hehehe.