Mohon tunggu...
Dede Amar Udi Ilma
Dede Amar Udi Ilma Mohon Tunggu... Ilmuwan - International Program For Law and Sharia ( IPOLS )

Pembelajar, Penjelajah, Pencinta Olahraga, Traveler

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tidak Semudah Itu bagi Rakyat Kecil dalam Perspektif Hukum

12 Agustus 2019   11:14 Diperbarui: 12 Agustus 2019   11:31 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak Asasi Manusia atau yang disingkat dengan HAM adalah merupakan sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya, oleh karena dia adalah seorang manusia. HAM dapat ditegakkan apabila sesama manusia belum mengakui adanya persamaan harkat dan martabatnya masing-masing. Oleh karena itu, HAM harus wajib dilindungi oleh negara, hukum, dan pemerintah.

Selama manusia belum mengakui adanya persamaan harkat dan martabat manusia maka hak asasi manusia belum bisa ditegakan. Hak dasar seseorang atau kelompok tidak diakui dan dihargai selama mereka dianggap tidak memiliki harkat dan derajat yang sama sebagai manusia. Hak asasi manusia wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Sebenarnya, pengakuan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 yang sebenarnya lebih dahulu ada dibandingkan dengan deklarasi Universal PBB yang lahir pada 10 Desember 1948.  Berikut ini pengakuan akan hak asasi manusia dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya: [1] Pembukaan UUD 1945 alenia pertama; [2] Pembukaan UUD1945 alenia keempatl; [3] Batang tubuh UUD1945.

Oleh karena itu, dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap HAM, disamping dibentuk aturan-aturan hukum, juga dibentuk kelembagaan yang menangani masalah yang berkaitan dengan penegakan HAM,antara lain: [1] Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM); [2] Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan undang-undang No.26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia; [3] Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul dari DPR berdasarkan peristiwa tertentu; [4] Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Undang-undang No.26 tahun 2000.

Terkait dengan itu, saya mencoba memberikan contoh kecil dan solusinya tentang sebuah cerita sebagai berikut:
Mari kita melihat sesuatu dengan pikiran obyektif, dengan tidak ada yang ditutupi. Aparat negeri ini terkesan lebih suka menjepit rakyat kecil yang sudah biasa menjerit karena ketidakadilan di negeri ini, bahkan mereka terkesan lebih senang membela pejabat dengan kekayaan berlipat, dibandingkan rakyat kecil yang hidup biasa dan melarat. Perlu bukti ???

Semuanya menjadi tidak mudah bagi rakyat kecil
Kasus pencurian sandal jepit yang menjadikan AAL (15) pelajar SMK asal Palu, Sulawesi Tengah, sebagai pesakitan di hadapan meja hijau. Ia mencuri sandal jepit milik salah satu anggota Brimob Polda Sulteng. karena sandal jepit, AAL terancam hukuman kurungan lima tahun penjara, meskipun dalam persidangan, ternyata sandal tersebut bukan milik yang bersangkutan. Pada akhirnya, dalam pembacaan keputusan hakim menyatakan terdakwa bersalah, akhirnya hakim mengembalikan AAL kepada orangtuanya untuk dilakukan pembinaan.

Sebelum itu terdapat kasus serupa yaitu pencurian yang dilakukan oleh Nenek Minah (55) asal Banyumas yang divonis 1,5 tahun, karena beliau telah tiga buah Kakao yang harganya tidak lebih dari Rp 10.000. Seperti yang dikutip dari kompas.com, hal yang sangat mengharukan untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek yang sudah renta dan buta huruf itu harus meminjam uang Rp 30.000 untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh.

Kasus serupa adalah terkait dengan nenek Saulina Boru Sitorus (92) tahun karena menebang pohon durian milik kerabatnya, nenek Rasmiah yang dihukum 4 bulan 10 hari karena mencuri 6 piring, nenek waliyah (57) tahun karena pencurian 5 buah permen cokelat, nenek Asyani (63) yang dihukum 1 tahun karena pencurian batang pohon jati perhutani untuk tempat tidur.

Teladan nyata jelas diberikan dalam kekhalifahan Umar bin khatab, tentang adanya seorang pencuri yang tertangkap.  Seharusnya pencuri itu mendapatkan hukuman dengan dipotong tangannya. Karena hal itu telah jelas tertulis dalam hukum islam (Al-Qur'an).

 "Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al-Maidah: 38-39).

Khalifah kedua umat islam tersebut memberikan solusi yang tidak terjebak dalam pemahaman teks pada Al-Qur'an yang kaku. Tidak literer, akan dalam mengembangkan kreativitas ilmu tafsir, Umar Bin Khatab memahami bahwa hukum bukanlah seperangkat dalil-dalil yang kaku. Hukum bukan hanya berbicara perihal kebenaran, akan tetapi juga ada unsur keadilan, hati nurani, dan kepekaan sosial.

Akan tetapi, Khalifah Umar Bin Khattab tidak serta merta untuk memutuskan memotong tangan pencuri tersebut. Justru, Khalifah Ummar menggali latar belakang kehidupannya. Setelah khalifah mengetahui sebab utama bahwa pencuri tersebut melakukan tindakannya atas dasar keterpaksaan (dia adalah seorang yang miskin dan tak mendapatkan uluran tangan dari orang-orang kaya). Maka Khalifah Umar pun membebaskannya, sungguh mulia teladan beliau.

Kita bisa melihat para elite atau pejabat yang melakukan korupsi yang nilainya sebanding dengan jutaan sandal jepit itu diperlakukan dengan terhormat oleh aparat, Mereka dapat melanggeng bebas dari hukuman yang tidak terlalu berat. Mereka pun dapat mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat.

Moral dan etika harusnya dijunjung tinggi bagi pemerintah dan aparat hukum dalam melakukan tugasnya agar dapat berjalan dengan baik dan benar. Jika moral dan etika sudah dapat dijalankan dengan baik dan benar maka peuang terciptanya hukum yang adil sangatlah besar. Banyaknya kasus-kasus dalam masyarakat diharapkan bisa menjadi proses mawas diri bagi aparat hukum dan penegak hukum di Indonesia.

Pelajaran moral dan etika pada anak anak dan generasi milenial pada khususnya perlu diberikan bukan hanya di sekolah, tapi yang terpenting ada didalam setiap keluarga. Selanjutnya hukum harus tegas dan tidak memihak kepada siapapun nampaknya reformasi hukum sangat diperlukan di negara kita.

Sebagai penutup, mengutip tulisan menarik dari Cicero sebagai berikut;

Cum tacent, clamant -- Bila mereka diam, sebenarnya mereka berteriak. Diam adalah teriakan dalam bentuk lain. Diam berbicara lebih keras dari kata-kata.

Semoga dengan "SDM unggul indonesia maju" di Dirgahayu Hut RI ke-74 dapat berjalan dengan baik, Salam merdeka!!!

Semoga Bermanfaat
Copyright @Amar07
Referensi : 1 2 3 4 5 6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun