Mohon tunggu...
Amar Fahri
Amar Fahri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa asal Palembang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tak Terima Dituduh Tidur Saat Rapat, DPR Nekat Keluarkan UU Cipta Kerja

18 November 2020   23:01 Diperbarui: 19 November 2020   08:26 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah yang pertama kali muncul dibenak anda ketika mendengar bahwa DPR RI mengeluarkan UU cipta kerja pada 5 oktober lalu? Bahagia? Sedih? Atau malah sebaliknya? Yang pasti itu semua berdasarkan dari presfektif anda menilai UU Cipta kerja tersebut nantinya.

Dimana sebagian masyarakat terutama kalangan bawah seperti buruh, petani, dan nelayan secara tegas menolak keputusan DPR RI ini karena dinilai lebih menguntungkan atau memihak kepada masyarakat kalangan atas. 

Sebagaimana Sekretaris Jenderal KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) Susan Herawati, menilai RUU Cipta Kerja merugikan nelayan skala kecil karena kebijakan tersebut tidak memberikan indikator khusus terhadap definisi nelayan skala kecil.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati, juga berpendapat bahwa pengesahan UU Cipta Kerja menjadi UU adalah cermin kemunduran demokrasi. Nur mengatakan bahwa pengesahaan UU Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang.

Sehingga pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR ini terbilang mengejutkan publik. Ditambah lagi pengesahan UU Cipta Kerja tersebut dilakukan pada saat negara dan masyarakat mati matian menghadapi masalah bangsa yaitu pandemi virus Corona.

Buntutnya, UU Cipta Kerja ini mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, mulai dari akademisi, organisasi masyarakat, mahasiswa hingga kalangan buruh dan lainnya. sehingga sejumlah aksi massa diberbagai daerah terjadi sejak UU tersebut disahkan oleh DPR pada tanggal 5 Oktober lalu, Baik melalui media massa hingga turun langsung kejalan-jalan.

Dimana aksi massa menolak UU Cipta Kerja itu bahkan sempat berakhir ricuh dan menegangkan sehingga mengakibatkan aparat kepolisian pun melontarkan gas air mata untuk membubarkan sejumlah massa pendemo. Segala usaha pun telah dilakukan sebagian masyarakat dalam mengupayakan penolakan terhadap pengesahan UU tersebut oleh DPR bahkan ada juga yang menggugat UU Cipta Kerja melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Demo besar besaran pun telah dilakukan sampai-sampai sejumlah media asing pun menyoroti aksi demonstrasi di Indonesia yang menuntut pengesahan Undang-undang Omnimbus Law Cipta Kerja dibatalkan. Seperti media Inggris, The Guardian Menyoroti soal polisi Indonesia yang menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran. 

“Polisi Indonesia telah menggunakan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa yang menentang Undang-undang ketenagakerjaan baru di dua kota pulau Jawa dan menangkap 23 orang,” demikian tulis Guardian.

Sementara itu, media internasional berbasis di Qatar Aljazirah juga mengangkat tema tentang pekerja Indonesia yang melakukan protes tehadap Undang-undang ketenagakerjaan baru . ”Undang-undang pasti akan mempengaruhi status kepegawaian kita,” kata Anwar Sanusi, anggota Serikat Pekerja FSPMI di kota Tangerang Barat Jakarta dikutip Aljazirah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun