Cukla amannusa duduk menghadap perempuan itu, menatapnya lekat-lekat..bola matanya masih bening dan tenang seperti ketika pertama kali lelaki itu mengenalnya, ia menatapnya dalam-dalam, tanpa gestur dan ekspresi..hanya mengungkapkan jutaan perarasaan sembari bercerita tentang kebekuan hatinya selama ini dalam melewati beribu-ribu malam hening tanpa bersuara lewat matanya, malam itu hanya hatinya yang bercerita....hanya hatinya.
Perempuan itu diam, menatap cukla amanusa dengan penuh simpati , dalam keanggunan yang sempurna, mengegenggam tangan lelaki dihadapannya kemudian mengalihkan pandang menyusuri sisa-sisa genanga air hujan ditiap inci tubuh lelaki itu, mengngegam tangannya lebih erat merasakan kebekuan di kulit lelaki itu yang memucat.....sejenak pandangan matanya berubah menjadi khawatir dan penuh iba...kemudian ia beranjak dari duduknya meninggalkan lelaki itu tanpa sepatah katapun. Mungkin perempuan itu tidak pernah tau bahwa detik-detik itu adalah saat-saat jiwanya terasa hidup kembali setelah bertahun tahun membeku dalam keheningan rasa. Beberapa saat kemudian perempuan itu kembali membawa handuk kering...memberikannya pada lelaki itu, membuatkanya segelas teh tubruk dengan penuh ketekunan dan tulus seperti seorang Ibu.....
Cukla amannusa kembali menggenggam jari-jemari perempuan itu ketika perempuan itu kembali duduk dihadapannya
“Aku hanya berusaha menepati janjiku, maaf...” ucapnya pelan dengan suara datar, perempuan itu mengangguk pelan...,ia ingin berkata lebih banyak lagi tapi tak sanggup..keduanya kembali tenggelam dalam komunikasi diam, mengunggkapan jutaan perasaan tanpa bersuara, cukla amannusa menatap mata beningnya dalam dalam, tersesat disana..mengembara kedalam dasar jiwanya...dan merasa begitu tenang disana..
Sudah hampir tengah malam ketika Cukla amannusa mendapati kedua mata bening perempuan itu berkaca-kaca..ia sama sekali tak rela, tak pernah lagi ia menginginkan perempuan itu menangis, tak pernah, Ia genggam jari-jemari perempuan itu lebih erat dengan segenap rasa dan seluruh khidmat...sementara ia berusaha, menyeka wajah perempuan itu dari air mata agar tetap indah dan selalu bening...ia sendiri tak mampu menahan sejuta rasa yang menderu dan bergejolak dihatinya...wajah anggun didepannya memudar dalam bias pandangannya, semakin membuyar dalam cahaya, dan ia tau mata-nyapun mulai berkaca-kaca saat itu ...Ia tak sanggup lagi untuk lebih lama disana, semua cerita tentang kerinduan dan seribu malam telah Ia curahkan, Ia telah menepati janjinya, ia telah mengungkapkan dan menjaga cintanya..dikecupnya lembut kening perempuan itu tiga kali dengan kesahajaan yang dalam..kemudian ia pergi sambil berjanji pada dirinya untuk menempatkan perempuan bermata bening ini di hatinya sebagai yang terindah....
Itu adalah suatu malam 22 january 2010, setelah 6 tahun berlalu dan ia pernah berjanji pada perempuan itu bahwa ia akan datang entah dalam kondisi seperti apapun, untuk berada dihadapan perempuan itu dengan seluruh cinta yang masih terjaga di dalam hatinya. Itu adalah suatu malam setelah penyesalan panjang seribu malam dalam kehampaan hatinya setelah malam-malam tanpa batas penuh bait-bait doa dalam rokaat-rokaat khusyu di sepertiga malam terakhir ia berdialog panjang dengan Tuhannya,...itu adlah suatu malam setelah perjalanan panjang purwokerto bandung dengan hujan paling kejam tanpa henti dan sejuta cinta...
**Dari Cukla Amannusa_Trimakasih buat Mz.Hendrix untuk waktu dan 3 lempeng kerak telor yang akhirnya ngeboN..., trimakasih bwtr Mz.Langtiep kopeta utuk tumpangan bubu nya dan udah ngajak muter2 bandung,..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H