Sepanjang pengetahuan saya Jokowi manusia biasa saja, sangat biasa dan tidak spesial. Klo dia dipuja-puja orang karena kepiawaiannya menyulap kota solo, atau karena setumpuk penghargaan dari berbagai institusi dalam atau luar negri-pun itu biasa saja, kalau kemudian Ia menyulap Tanah abang, Waduk Ria-Rio atau membangun kampung Deret...itu pun biasa saja? Apanya yang istimewa?? Bukankah itu yang harus dilakukan seorang pemimpin....memberikan yang terbaik untuk rakyatnya?
Namun pada akhirnya saya harus jujur..bahwa kesederhanaan dan hal-hal biasa yang beliau tunjukan itulah yang menjadikannya luar biasa. Selama bertahun-tahun kondisi lingkungan sosial saya mengajarkan bahwa birokrasi pemerintah adalah hal paling memuakan, bahwa sistem pelayanan birokrasi kita ini buruk, bahwa pejabat adalah Raja, bahwa kita tidak lebih adalah budak-budak tak berdaya dari sebuah sistem ekonomi kapitalis...tidak ada harapan? sampai kemudian beliau muncul dan menjadi antitesis dari semua paradigma ini.
Sampai hari ini saya seorang lelaki yang anti komplek struktural, di mata saya pemimpin bukan semata-mata karena Ia terpilih menjadi pemimpin...tapi pemimpin adalah expresi kepemimpinan itu sendiri, ini tentang bagaimana seseorang mengekspresikan kewajiban yang melekat padanya dengan penuh amanah dan adil, dengan tulus dan sebaik-baiknya berpihak kepada rakyat. Ketika syarat itu telah dipenuhi..maka siapapun dia, seperti apapun dia Rawe rawe rantas - Malang malang putung saya akan mendukungnya.
Beliau jelas tidak sekaliber Soekarno yang begitu expresif dan menggelegar, kharismatik dan mempesona....seorang Presiden eksentrik dari negara baru saja merdeka yang dengan lantang menyatakan keluar dari PBB, kemudian mempelopori gerakan non Block lewat Konfrensi Asia Afrika, berteriak dengan lantang “Go To HeLL with your Aid!!” pada dunia, lelaki yang manuver-manuver politiknya menggetarkan Blok Barat dan blok Timur...luar biasa!. Jokowi tidak seperti itu, sekali lagi dia biasa saja...hanya menjadi walikota yang sederhana, pemimpin yang melakukan tugasnya dengan sungguh sungguh, dan dia berhasil membuktikan itu tanpa pidato-pidato yang menggelegar, tanpa manuver-manuver yang fantastis tanpa hiruk-pikuk tapi jelas mengekspresikan semangat sang Proklamator...semangat kepedulian dan cinta pada bangsanya. Saya percaya Ia melakukan ini sejak lama bukan karena keinginan jadi presiden, bukan karena pencitraan tpi sebuah expresi tulus jiwa seorang pemimpin yang perduli...
Dibalik sosoknya yang sederhana saya yakin jokowi lelaki yang tegas, disiplin, selalu sungguh-sungguh dan percaya diri, beliau tidak pernah menampilkan dirinya seperti Soekarno dengan cara meniru cara berpakaianya, cara bicaranya mungkin?, atau seperti Diponegoro dengan atribut kuda dan keris. Beliau apa adanya...sekali lagi biasa-biasa saja. Ini mengingatkan fase hidup saya sendiri....seperti ketika anak-anak, seringkali saya mengidentifikasikan diri saya sebagai superman, Batman atau satria baja Hitam RX..kemudian hal itu tidak saya lakukan lagi ketika saya dewasa?? Kenapa?...karena ketika anak-anak kita merasa lemah, tidak PD, maka kita mengidolakan sosok super Hero, menampilkan diri kita seperti mereka agar terlihat hebat. Sekarang hal-hal seperti itu tidak lagi kita butuhkan..karena kita telah menjadi diri kita sendiri, percaya pada kemampuan kita sendiri....entahlah, mungkin tidak semuanya, masih ada pria dewasa yang ke kanak-kanakan yang bagi saya jelas bukan seorang Jokowi.
Yang pasti hari ini saya dihadapkan pada dua pilihan, memilih sebuah kontradiksi..Antara figur yang lahir ditengah masyarakat, lelaki biasa saja yang besar dan mendunia karena ketekunan, kerja keras dan pengabdiannya pada masyarakat atau lelaki tampan yang menonjol dengan segala perwatakannya yang lahir, besar dan populer karena kekuasaan??
Kemudian saya teringat sebuah kalimat “Anak-anak belajar dari hidupnya....” . pada kenyataanya mereka yang pernah miskin atau paling tidak pernah berada ditengah kemiskinan akan lebih bisa berempati tentang kesusahan, mereka yang berjuang untuk sukses akan lebih bisa menghargai kerja keras, mereka yang hidup ditengah kejujuran akan belajar tulus, mereka yang hidup ditengah suasana kemasyarakatan akan lebih bisa memahami kemanusiaan.
Yah...."Anak-anak belajar dari hidupnya.."
Salam dua Jari.........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H