Semua mata yang menyaksikan pasti bersatu padu dalam menyorakan hujatan sedangkan bagi sesama maboker (profesi pemabuk) mulai mencari panggung dengan retorika 'moral' atau sok-sokan bijak dengan maksud, bro yang berulah itu salah. Sedangkan tuan hajatan repot menyelamatkan perkakas pesta yang ada. Hingga tak ayal sang tuan pesta pun kena getah juga. Wadohhh.Â
Cukup sampai disini, mau pake rasionalitas model yang mana lagi untuk menyelesaikan persoalan ini, selain dijadikan sebagai bahan cerita esok lusa dalam berbagai rutinitas yang ada.
Terkait dengan persoalan ini, serta Merta semua berkesimpulan bahwa semuanya itu karena tuak (benda mati tak berakal) dan karena mabok (efek kausalitas dari tuak). Padahal dalam praksisnya, tukang bandar terlalu formal dalam memainkan perannya yakni rela menanggung sloki yang bukan gilirannya. Hingga diapun rela 'disalibkan' di antar maboker lainnya.Â
Huffffttt......Sampai di sini saya pun masih pukul-pukul kepala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H