Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengulik Tradisi Plus Pengalaman "Inung Kopi Pa'it" ala Masyarakat Manggarai Timur

23 April 2024   10:07 Diperbarui: 23 April 2024   16:58 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi para pencinta kopi tentu hari tanpa secangkir kopi itu pasti akan kehilangan gairah sama sekali. Semua rutinitas akan terasa hambar bahkan bisa-bisa akan kehilangan produktivitas dan kreativitas.

Yah, hampir tak bisa dipungkiri lagi bahwa kopi telah menjadi bagian dari gaya hidup yang paling dinikmati oleh hampir sebagian besar manusia di dunia.

Tentu akan berimbas pula secara ekonomis mulai dari para petani kopinya sendiri, para pebisnis, perusahaan-perusahaan minuman kopi hingga merajalelanya tongkrongan khusus untuk ngopi di mana saja.

Namun terlepas dari semua hal tersebut, kopi juga merupakan salah satu bagian dari tradisi hidup masyarakat. 

Salah satu daerah di NTT yang memiliki cerita menarik tentang kopi adalah di Manggarai Timur, Flores.

Faktanya bahwa, selain sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Flores, Manggarai Timur juga memiliki tradisi inung kopi pa'it alias minum kopi pahit yang masih eksis sampai dengan saat ini.

Hampir semua masyarakatnya terkenal dengan menyeduh kopi tanpa gula alias kopi pahit.

Salah satu jargon yang sangat terkenal dari daerah ini khususnya bagi para pendatang baru yakni:

"Selamat Datang di Manggarai Timur, Selamat Menikmati Manisnya Kopi Pahit".

Kenyataan ini bukan karena alasan ketiadaan gula melainkan lebih daripada itu yakni sebagai kebiasaan yang diwariskan secara utuh sejak nenek moyang dulu.

Mulai dari para orang tua hingga anak-anak semuanya sangat menikmati kopi tanpa gula hingga bercerek-cerek setiap harinya.

Bagi mereka mengonsumsi kopi pahit itu sama hukumnya dengan mengonsumsi nasi. Artinya sama-sama wajib untuk dikonsumsi setiap saat.

Bahkan porsinya pun lebih banyak si hitam pahitnya ketimbang nasi. Begitu kira-kira.

Jadi sangat wajar, tersebab kopi merupakan komoditas yang paling banyak di budidayakan oleh masyarakat. 

Sebut saja misalnya di desa Colol, Manggarai Timur, sebagai sentra penghasil kopi terbesar baik itu untuk tingkat daerah maupun tingkat Nasional. 

Adapun sebutan khusus produk kopi di sana adalah Kopi Asli Colol.

Pengalaman Bersama Kopi Pa'it

Pada tahun kemarin, saya sempat berkunjung ke daerah tersebut untuk menghadiri sebuah hajatan keluarga di sana.

Saya pun sudah tidak kaget lagi perihal hidangan kopi pahit yang menjadi kebiasaan warga di sana.

Lidah dan lambung saya yang terbiasa dengan kopi manis sebagaimana kebiasaan sehari-hari di rumah, kali ini bersiap-siap untuk sedikit keluar dari zona nyamannya untuk merasakan bagaimana manisnya kopi pahit di sana.

Akan tetapi rupanya kali ini warga di sana sudah mulai progresif.

Artinya sebelum menyuguhkan tamu dengan kopi hitam, mereka memberikan tawaran atau pilihan terlebih dahulu.

Atau mengantarkan kopi plus dengan gula di dalam gelas khusus dan membiarkan tamu menikmatinya sesuai dengan selera. Terutama dalam hal ini adalah bagi tamu atau keluarga dari luar daerah.

Saya sendiri, karena sudah menyiapkan diri secara lahir dan batin dari rumah, lebih memilih kopi pahit. 

Sekaligus dalam momen ini saya coba menggali hal ihwal bagaimana masyarakat di sana sangat identik dengan kopi pahitnya.

Dan dari semua jawaban yang saya rekam semuanya bermuara pada satu identitas yakni corak budaya yang dilestarikan selalu sejak dahulu kala.

Terkait dengan proses pembuatannya hingga menghasilkan bubuk hitam, semuanya masih dilakukan secara alami atau tradisional sebagaimana kebiasaan mereka sejak dulu.

Dan jelas sekali kenikmatan yang didapatkan dari proses yang serba natural ini sangatlah khas dan jauh berbeda dari yang serba mesin-mesin canggih atau teknologi modern ala perusahaan mewah.

Lalu, saya pun kembali meminta pendapat mereka perihal risiko kesehatan bila terlalu keseringan mengonsumsi kopi pahit.

Sebagian dari mereka justru agak merasa geli dengan soal yang saya ingin ketahui dari mereka.

Dan memang semua paparan mereka, bahwa terkait dengan risiko kesehatan dari keseringan mengonsumsi kopi pahit justru tergantung dari masing-masing orang. 

Namun, itu perihal lain dan wajar saja, sementara kebiasaan mengonsumsi kopi pahit tetap menjadi identitas yang wajib dilestarikan sepanjang masa. 

Bahkan justru dalam pengamatan saya, jumlah keluarga yang berusia lanjut sangat banyak dan selalu dijumpai dari rumah ke rumah.

Dan kenyataan inilah yang justru memantulkan sinyal kuat dalam hipotesis saya bahwa mengonsumsi kopi pahit justru bisa mengawetkan usia dan semangat muda dalam beraktivitas.

Ditambah pula yang tak kalah menarik adalah bagaimana pesona gadis-gadis di sana yang terkenal dengan manis dan berlesung pipi, bisa jadi sebagai buah dari asupan kopi pahit yang telah mentradisi tersebut. 

Dengan demikian, berkat kopi plus minuman kopi pahitnya, masyarakat tidak hanya sejahtera secara ekonomi melainkan keakraban dan kehangatan terlestari secara bijak dan bajik selalu dalam kehidupan bersama sepanjang hayat.

Selamat menikmati manisnya kopi pahit di Manggarai Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun