Cara pandang ini kemudian semakin terpelihara dan dirawat secara keras dalam konstruksi budaya yang sangat patriarkis dan feodalis.
Tentu keadaan dan bentuk peradaban inilah yang sejak awal menjadi misi perjuangan Kartini.Â
Ia sejatinya telah berhasil mendekonstruksi keadaan demikian dan sesegera mungkin kesetaraan dan keadilan sejarinya bermukim.
Realitas Hari Ini
Akan tetapi bila kita menelisik keadaan hari ini, cita-cita emansipasi tersebut di atas, tentu masih jauh dari panggang api perihal penerapannya.Â
Meskipun Indonesia telah berada di masa yang seharusnya kebebasan dan kesetaraan tidak lagi menjadi soal-soal yang sangat eksistensial untuk digaungkan selalu melalui pelbagai gerakan entah itu lewat jalur feminis ataupun jalur akademis.
Sebab, biar bagaimanapun juga kondisi ketidaksetaraan justru semakin berkembang, tidak lagi lewat jalur kolonisasi yang kelihatan melainkan secara laten dalam setiap praktik-praktik kebudayaan dan (mungkin) juga praktik agama yang ada di masyarakat.
Tentu yang menjadi aegumen pendukung terkait problem ini adalah, bila di setiap kebudayaan yang ada masih kental dengan sifatnya yang patriarkis dan feodalis, maka perjuangan emansipasi masih menjadi bahasa laki-laki semata.
Meskipun dalam konteks politik hari ini, keterlibatan perempuan telah diatur lewat angka-nagka persentase dan juga melalui pelbagai program-program yang dibuat oleh pemerintah di masyarakat, seperti membina UMKM di mana perempuan sebagai promotornya.Â
Akan tetapi dalam praksisnya, justru yang paling berperan di sini adalah perempuan-perempuan elit atau berstatus sosial tinggi di masyarakat atau yang memiliki ikatan khusus dengan para pengatur kebijakan itu sendiri.
Artinya belum mampu untuk mencakup semua perempuan yang ada di masyarakat.