Akan tetapi, belum sebulan lamanya, sudah muncul keluhan-keluhan seperti kehabisan pulsa. Selang seminggu meteran listrik selalu nyit-nyit menagih asupan rupiah yang baru. Bahkan ada yang terpaksa kembali gelap dulu, tahan-tahan tunggu ada uang baru menikmati terang lagi.
Ada pula yang mengeluh setiap kali bangun pagi, kalau-kalau tidak pernah menikmati tidur yang nyenyak selama PLN masuk, lantaran tetangga selalu karaoke live sepanjang malam, sambil mabok dan teriak-teriak.Â
Yah, begitulah ironi dari sebuah kemajuan. Tak ada yang serta merta mampu menciptakan sesuatu yang mencerahkan, melainkan selalu memunculkan chaos yang baru.Â
Apalagi konteks masyarakat yang menjadi subyek penikmatnya adalah berlatar belakang kampung dengan kekuatan feodalis yang kuat dalam diri, justru mengalami gejala delirium yakni ingin menampilkan kebebasan individual namun justru dibayang-bayangi oleh kekuasaan komunitas dalam hal ini tradisi dan adat.
Sebagaimana yang terjadi sejak sebulan telah menikmati PLN, perabot rumah tangga penuh dengan barang-barang elektronik yang justru menyedot arus dan uang pulsa yang banyak, sementara pemasukan rupiah tidak pasti.Â
Namun, biar bagaimanapun, patut disyukuri bahwa sejak zaman sebelum merdeka, masa setelah kemerdekaan dan masa reformasi, masyarakat di kampung baru menikmati apa yang namanya listrik negara pada tahun 2024 ini.Â
'Habis gelap terbitlah terang'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H