Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Mengenal Ubi Talas sebagai Tanaman Mentradisi di Kampung

15 April 2024   13:24 Diperbarui: 17 April 2024   01:01 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret ubi talas (dokumentasi pribadi)

Warga Indonesia sejatinya sudah sangat akrab dengan tumbuhan yang satu ini. Baik itu karena umbinya yang dapat diolah hingga menghasilkan beraneka macam kuliner dan camilan juga tersebab dari jenis tanaman ini yang sangat adaptif dan mudah tumbuh di mana saja entah itu pada daerah-daerah dataran tinggi juga di daerah-daerah dataran rendah sekalipun. 

Secara umum, talas dikenal sebagai taro, old cocoyam, eddo, dan dasheen.

Sedangkan di Indonesia sendiri memiliki aneka nama yang lazim dijumpai di setiap daerah, diantaranya; bolang atau taleus (Sunda), kladi, tales, candung (Bali), dan rose (Flores). 

Baca: Mengenal Talas Lebih Jauh, Umbi yang Biasa Diolah menjadi Makanan Ringan

Terkait dengan manfaat dari tumbuhan ini khususnya untuk kehidupan manusia itu sendiri hemat saya telah seabrek tulisan yang membahas secara khusus terkait manfaat dari ubi talas itu sendiri, misalnya dari sisi kesehatan, ekonomi, sosial dan budaya.

Oleh karena itu, kali ini saya coba mengulas seluk beluk ubi talas itu sendiri dalam kaitannya dengan pola kebiasaan masyarakat Manggarai pada umumnya secara khusus yang ada di kampung.

Bagi masyarakat Manggarai, Flores-NTT, ubi talas ini memiliki sebutan tersendiri yakni teko atau tete teko. 

Pada umumnya, tumbuhan ini sangat mudah untuk dijumpai di Flores khususnya di daerah Manggarai Raya (Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur).

Salah satu faktor pendukungnya adalah kondisi alam wilayah Manggarai yang sangat tropis dengan kontur tanah yang subur dan kaya akan air. 

Hal ini tentunya membuat Manggarai lebih dikenal sebagai daerah pertanian dengan hampir semua jenis komoditas tani dapat tumbuh dengan subur. 

Konon, teko atau tete teko merupakan salah satu makanan pokok masyarakat, sebelum beras mulai dikenal oleh masyarakat hingga sekarang.

Biasanya, nenek moyang dulu, ketika mengonsumsi teko selalu ditemani dengan jagung dan sayur-sayuran seperti bayam dan labu kuning juga ikan, katak ataupun babi hutan sebagai lauk-pauk. Bisa dibayangkan saja, nikmatnya tak lagi sekedar nyundul langit.

Kini teko selain masih dijadikan sebagai makanan alternatif, juga kebanyakan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan ternak dalam hal ini adalah babi. 

Sebagaimana yang diketahui bahwa, babi merupakan salah satu ternak wajib bagi masyarakat. Selain karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi juga memiliki nilai yang sangat 'sakral' secara budaya. 

Dan sebagai pasokan pakan utama dalam beternak babi, warga lokal biasanya memanfaatkan semua jenis ubi yakni ubi jalar, singkong dan juga ubi talas. 

Tak heran, di setiap ladang atau kebun warga, wajib diisi atau ditanami dengan ketiga jenis ubi tersebut.

Khusus untuk ubi talas, hampir semua bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai asupan gizi untuk babi. Yaitu mulai dari isi ubinya, bonggol, batang hingga daun semuanya dijadikan pakan alternatif. 

Potret batang dan daun talas yang sudah dirilis untuk ternak babi (dokumentasi pribadi)
Potret batang dan daun talas yang sudah dirilis untuk ternak babi (dokumentasi pribadi)

Dalam olahannya sebagai pakan babi, dapat dilakukan secara langsung dan alami seperti diiris atau dicincang terlebih dahulu dan langsung diberikan kepada hewan ternak atau juga direbus terlebih dahulu kemudian langsung disajikan kepada babi.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Selain sebagai pakan utama untuk ternak, ubi talas pun merupakan makanan keseharian warga lokal. Ia menjadi hidangan kebersamaan yang menghangatkan suasana persaudaraan di kampung. 

Sebagaimana dalam kebiasaan warga lokal selama ini, kalau sudah merebus ubi apa saja termasuk ubi talas, salah satu anggota keluarga dari rumah itu secara spontan mengundang semua para tetangga terdekat untuk bersama-sama menikmati ubi rebus tersebut dengan kopi hitam khas Manggarai sambil bercerita dan bercengkrama ria tentang apa saja.

Potret ubi rebus dengan kopi hitam khas Manggarai (dokumentasi pribadi)
Potret ubi rebus dengan kopi hitam khas Manggarai (dokumentasi pribadi)

Selain itu juga, ubi talas ini pun selalu menjadi camilan pokok ketika sedang mengolah kebun atau pekerjaan kolektif lainnya di kampung. Ia selalu dihidangkan bersama dengan jenis ubi lainnya ataupun dengan pisang rebus dan lain sebagainya.

Belakang ini, semenjak industri wisata mulai merambah ke desa-desa yang melahirkan beberapa desa wisata, tak ayal ubi talas pun mulai digemari oleh para pelaku wisata untuk dijadikan camilan berupa kripik talas dan kue talas bagi para tamu wisata yang berkunjung.

Begitulah kira-kira ihwal keladi atau ubi talas dalam kesehariannya dengan warga lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun