Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Gerakan Pramuka dan Penerapan Kurikulum Merdeka di Sekolah: Sebuah Catatan Kontekstual

10 April 2024   22:21 Diperbarui: 10 April 2024   22:32 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kegiatan Pramuka pada malam menjelang 14 Agustus tahun lalu di lapangan sepak bola Nara-Macang Pacar, Manggarai Barat Flores-NTT (Dokpri)

Sejak diterbitkannya Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 yang menggeser kegiatan Pramuka di sekolah sebagai salah salah kegiatan pilihan atas dasar kesukarelaan, maka polemik argumentasi pun tak urung menggeliat di berbagai platform media massa dan media sosial.

Muatan dasar dari Permendikbudristek tersebut sejatinya bertolak dari bunyi UU Nomor 12 Tahun 2010 (tentang Gerakan Pramuka) yang menyatakan bahwa gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan non politis.

Maka, dengan demikian terbitnya Permendikbudristek 12/2024 hendak menegaskan kembali terkait prinsip kesukarelaan. Bahwa keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka, bersifat sukarela.

Bdk. https://news.detik.com/berita/d-7271813/aturan-baru-menteri-nadiem-pramuka-tak-lagi-jadi-ekskul-wajib-bagi-siswa

Menyikapi perubahan tersebut maka tak ayal, publik pun bergejolak untuk berkomentar entah itu sebagai pendukung ataupun sebagai penyanggah dengan argumentasi masing-masing dengan muara pembicaraan adalah pada soal wajib dan tidak wajib.

Rata-rata pihak yang berkomentar tersebut adalah dari kalangan pendidik, tokoh pendidikan, para pemerhati pendidikan dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini pun, saya cukup berbagi bagaimana situasi kepramukaan di sekolah tempat di mana saya juga pun mengabdi dan juga pernah ikut-ikutan selebrasi Pramuka tepatnya menjelang hari peringatan Pramuka pada 14 Agustus setiap tahun.

Realitas Kegiatan Kepramukaan Di Sekolah

Meskipun keberadaan sekolah terbilang di pelosok Nusantara ini, Pramuka tetaplah menjadi kegiatan wajib dan rutin diselenggarakan setiap tahunnya. 

Pernah diselenggarakan secara internal sekolah. Artinya hanya diselenggarakan secara sendiri-sendiri oleh semua instansi pendidikan yang ada di sekitar kampung, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah.

Namun, kegiatan yang dilakukan seturut pengalaman saya hanyalah apel Pramuka saja sebagai kegiatan inti. Jadi terlihat kurang seru begitu. Malah terkesan kaku dan (mohon maaf) membosankan.

Melihat pengalaman yang kurang seru ini, akhirnya dibuatlah kesepakatan baru, bahwa untuk peringatan hari Pramuka selanjutnya dibuatkan secara bersama dengan melibatkan seluruh instansi yang ada, mulai dari kecamatan, desa hingga semua lembaga pendidikan yang ada di dalam lingkup kecamatan tersebut untuk membentuk sebuah gugus Pramuka dan diselenggarakan pada sebuah lokasi yang strategis.

Nah, ini yang serunya udubilah begitu. 

Ada sekian banyak kegiatan yang wajib dibawakan oleh masing-masing peserta Pramuka sebagai utusan dari lembaga-lembaga yang ada. 

Mulai dari persiapan bahan-bahan pembuatan kemah, yel-yel Pramuka mulai dari yang paling biasa seperti tepuk Pramuka hingga lagu-lagu yang agak nyeleneh tapi mengandung komedi tentunya merupakan bentuk kreatif dari masing-masing regu yang mana kreatornya adalah kakak-kakak pembina, hingga atraksi saat menyalakan api unggun di malam hari, upacara bendera pada hari puncaknya dan sampai pada kegiatan penutup sebelum pembubaran. Biasanya ditutup atau diakhiri dengan goyang rame-rame. Pokoknya seru sekali.

Potret pembuatan kemah Pramuka secara bergotongroyong (dokumentasi pribadi)
Potret pembuatan kemah Pramuka secara bergotongroyong (dokumentasi pribadi)

Sewaktu diselenggarakan kegiatan tersebut, saya merasa bangga karena bisa turut berpartisipasi di dalamnya meski bukan sebagai kakak-kakak pembina melainkan sebagai pendamping saja, alias tukang motret aja (kameramen).

Dari penyelenggaraan kegiatan kepramukaan tersebut, ada banyak nilai pendidikan (kehidupan) yang sejatinya tertanam secara langsung dalam diri semua peserta Pramuka yang ada. Tentu semua nilai tersebut esensinya jelas mencakupi;

Pertama, Memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani;

Kedua, Menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia, dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik, dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa, dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam lingkungan.

(Dikutip dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Pramuka_Indonesia).

Bila ditelaah secara mendalam, penerapan nilai dasar dari gerakan kepramukaan yang dibangun secara historik kini agaknya dirampok oleh apa yang dimuat di dalam kurikulum merdeka yang baru terbentuk di era sekarang.

Untuk itulah, bagi pihak yang kontra dengan Permendikbudristek Nomor 14 Tahun 2024 yang menggeser kegiatan Pramuka ke dalam ruang fakultatif di sekolah, akan sama saja mematikan secara perlahan-lahan karakter manusia yang ditimba dari sumur dasar pembentukan Pramuka itu sendiri.

Jika berkaca secara realistis, sampai dengan saat ini, penerapa kurikulum merdeka khususnya pada konteks sekolah kami yang di pelosok sebagaimana yang saya alami secara langsung hanyalah masih sebatas jargon lepas dan mentok pada perubahan data-data administrasi sekolah semata.

Sungguh masih jauh panggang dari api khususnya dalam penerapannya dalam diri peserta didik. Bahkan demi pemenuhan administrasi kurikulum itu sendiri, para peserta didik dibiarkan terlantar.

Sekali lagi ini hipotesis saya kalau saja dalil dari pihak pemerintah terkait penggeseran praktek Pramuka menjadi tidak wajib atau sukarela, hanya atas dasar jargon-jargon baru yang muncul dari kurikulum merdeka itu sendiri seperti Profil pelajar Pancasila, Berakhlak mulia dan berkebhinekaan global, bergotongroyong dan lain sebagainya. Namun untuk konteks sekolah di pelosok, slogan-slogan tersebut kuat diucapkan namun masih terlampau nihil untuk diilhamkan. Sungguh sangat ironis.

Selain itu, masih pada konteks persekolahan kami di pelosok Nusantara, sejak dari zaman Siti Nurbaya hingga zaman tik-tok hari ini, pilihan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah masih sangat minim. 

Problem dasarnya adalah, terkait dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Itulah sebabnya mengapa kegiatan Pramuka tetap dilakukan sebagai kegiatan wajib bagi semua peserta didik.
 
Kalau dilihat-lihat, para peserta didik justru terlihat sangat MERDEKA bila mengikuti kegiatan kepramukaan ketimbang di dalam kelas mengikuti arahan dari kurikulum merdeka.

#Salam Pramuka#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun