Di setiap guratan keningnya, ia menyembunyikan rahasia hatinya,
Dunia mengenalnya sebagai putih melati yang  mampu mengharumkan belukar kefanaan.
Tapi sayang, putih pesonanya tak mampu menopang tangkai jiwanya yang rapuh terbentur duri patriarkis.
Tubuh dan perasaannya terkurung rapat di dalam rambu-rambu 'suci' yang sengaja tercipta, sekedar 'menyucikan' hasrat liar dari para pemuja nafsu dan kuasa.
Ia bagaikan kanvas, tempat dunia  melukis  hasrat dan kekuasaan.
Di setiap tepi waktu,
Wanita itu tertunduk lesu, hendak memungut kembali setiap kepingan jiwanya yang hilang bahkan tercabik-cabik oleh amukan kuasa dan tipuan patriarkis. Bangunan jiwanya telah runtuh.
Kembali tersemat dari guratan keningnya,
Betapa wanita itu sedang merindukan kanvas dirinya, untuk benar-benar melukis kembali jiwanya yang patah,
Serta kuas penghapus lukisan dirinya yang sudah terlanjur laku di pasaran patriarkis.
Rumah, 08/03/2024
#Selamat hari perempuan se-duniaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H