Angin segar bagi petani yang memiliki kebun durian di kampung, ihwal nilai rupiah yang didapat dari buah durian itu sendiri mampu membuat merangsek perekonomian warga.
Kondisi ini bermula sejak buah-buah duren yang ada mulai berjatuhan sejak pertengahan Desember yang lalu. Hingga menjelang akhir tahun ini, menjadi puncak banyaknya buah yang berjatuhan.
Panen durian tahun ini untuk konteks di kampung saya memang terbilang cepat. Dari yang biasanya (normalnya) sekitar pertengahan Januari hingga Februari kini lebih awal di akhir tahun ini.
Kondisi demikian diduga kuat dipengaruhi oleh kondisi iklim alam yang tak menentu. Antara musim hujan dan kemarau akhir-akhir ini tampak tak beraturan.
Akibatnya pun macam-macam, termasuk salah satunya adalah pada tanaman. Sebut saja contoh nyatanya adalah musim bunga, buah dan panen pada tanaman durian di kampung saya. Dari yang biasanya panen di bulan Januari kini lebih awal yakni di Bulan Desember.
Pertanyaannya, apakah ini merupakan sesuatu yang menggelisahkan khususnya bagi para petani?
Bisa saja iya dan bisa juga tidak.Â
Bagi petani durian, perubahan ini merupakan sesuatu yang menggembirakan. Ihwalnya ialah, berkat durian, pemasukan ekonomi keluarga sedikitnya bisa untuk membeli sekarung atau berkarung-karung beras yang nyatanya hingga kini harganya masih melangit.
Panen durian di musim paceklik ini, bagi para petani duren di kampung rasanya seperti oase di tengah gurun pasir.
Untuk diketahui, jenis durian yang ada dan dimiliki oleh semua petani di kampung adalah berjenis durian lokal dengan ciri-ciri pohonnya besar dan tinggi menjulang.