Sebelumnya harus clear dulu sebelum saya dituduh yang bukan-bukan. Antroposper yang saya maksudkan itu sebutan bagi orang-orang yang terlalu menganggap diri lebih tinggi dibanding yang lainnya. Ini murni hasil olahan kepala saya untuk mereka yang sok-sokan penguasa atas segala sesuatu.
Okay, saya ngerti, sobat K-ners semuanya pasti pada protes bahkan menolak dengan istilah yang saya cetak ini. Wih, wih, ada-ada saja Om Nana ini, apa tidak ada topik lain yang lebih seru, seperti politik dinasti yang lagi hot-hit terkini. Hingga serentetan celotah-celoteh lainnya dengan tujuan untuk memvonis tulisan ini tak lebihnya sebagai 'sampah' yang sedang dalam antrian untuk dihapus.Â
Terkadang, seorang penulis yang baik itu harus pandai menuruti selera pembaca, namun sebaliknya juga bahwa seorang pembaca yang baik harus mengikuti selera si penulis itu sendiri.
Baiklah, saya mau beritahu dulu, bahwa topik yang saya ulas ini tidaklah semata-mata rekaan imajinasi yang terkadang terlampau liar, seperti pasal karet yang termuat dalam UU ITE itu.
Melainkan murni atas dasar terjemahan saya seputar fenomena ketika menjalin relasi dengan sesama di kampung. Entah itu mulai dari yang paling intim yakni istri saya, orang tua, saudara dan saudari saya maupun juga dengan sesama warga lainnya di kampung. Intinya semua orang yang sudah saling kenal dan mengenali saya secara intens.
Jadi begini, saya selalu geram bahkan marah sekali ketika orang-orang yang saya sebutkan di atas, ketika melihat seekor anjing yang gemuk sehat, tiba-tiba saja langsung ngerocos anjing!!!! enak sekali ini anjing kalau diulek dengan sambal goreng atau dipanggang sekedar untuk menghabiskan satu jerigen sopi atau arak. Atau ketika lagi ke kebun dan berpapasan dengan sebuah pohon rindang tiba-tiba ditebas begitu saja gegara kaki tersandung pada akar pohon itu. Atau ada ular yang sementara mengejar tikus sebagai pengganjal perutnya saat itu, langsung dilibas dengan pohon gamal yang besar hingga bonyok dan mati seketika.
Ataupun yang paling ekstrim semisal ada tetangga yang meninggal, otaknya langsung riang gembira membayangkan lezatnya daging babi yang sebentar lagi akan dibantai. Dan lain sebagainya.Â
Fenomena-fenomena tersebut menguatkan julukan Antroposper dimana setiap orang dalam segala hal melihat dirinya sebagai yang paling berkuasa sehingga apapun yang ada di luar dirinya mentok sebagai objek semata.
 Orang-orang seperti ini pada dasarnya telah menganut aliran antroposentrisme yang adekuat alias radikal. Oleh karena itu, jika sudah mengalami langsung fenomena ini dalam diri orang-orang yang sangat dekat dengan kita, maka perlu kewaspadaan alias hati-hati. Jangan sampai kita pun terjerumus mengikuti pola demikian.Â
Para Antroposper pada dasarnya, orang-orang yang kerap menggunakan pola pikir subyek-objek dalam membangun kelangsungan hidup sehari-hari. Untuk menangkal ini memang tidak cukup dengan berkhotbah di mimbar agama semata. Sebab terkadang cikal bakal munculnya sikap tersebut justru disokong oleh dogma agama tertentu yang memandang manusia sebagai ciptaan tertinggi dari segala ciptaan lainnya.
Oleh karena itu, perlu satu kesadaran utuh saat berjumpa dengan kawan yang Antroposper yakni kita dan alam semesta merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak ada aku dan kamu melainkan kita sebagai satu kesatuan yang saling bergantung (interdependensi) satu sama lain.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H