Dengan demikian, kehadiran HP atau media digital sejenisnya mengandaikan pelbagai sarana atau instrumen pendukung lainnya turut terpenuhi. Seperti akses sumber daya listrik yang memadai dan jaringan telekomunikasi (internet) yang memadai dan sama rata ke seluruh peta geografis negara.Â
Sebab, salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa di zaman IT saat ini adalah terpenuhinya sarana atau perangkat Informatika dan Teknologi yang memadai dan selaras dengan konteks zaman yakni era digital.Â
Itulah sebabnya, jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia hingga saat ini masih terbelakang soal pembangunan akses jaringan IT yang memadai. Negara lain sudah mulai berikhtiar untuk merancang kehidupan di planet lain selain di bumi, kita masih sibuk mengurus sistem politik yang penuh koruptif.
Apalagi korupsi yang justru menghambat pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi itu sendiri. Tentu ini sebagai suatu yang sangat ironis.Â
Kembali ke topik awal, bahwa zaman sekarang adalah zaman rebahan. Dari atas tempat tidur atau sambil ngopi di bale-bale, orang bisa mendatangkan sekotak nasi secara cepat ataupun sebaliknya orang bisa berjualan sambil tidur-tiduran. Atau pun sebuah artikel untuk Kompasiana dapat ditayangkan seketika sambil berpangku kaki di atas sofa. Dan rupa-rupa aktivitas lainnya baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, semuanya selalu dengan cara online.Â
Segala tindakan rebahan sebagaimana yang dimaksud ini, lumrah terjadi bagi masyarakat atau orang-orang yang tinggal pada daerah yang surga akan perangkat IT mulai dari sarana listrik hingga perangkat jaringan yang mewah. Mereka merebah sambil online sambil ngecas dan sambil nikmatin burger, martabak dan sebagainya.Â
Sesuatu yang sangat tidak lazim bagi daerah lain yang sangat terbelakang akan akses infrastruktur terutama listrik dan jaringan internet. Situasinya kurang lebih demikian, ada HP tapi tidak listrik kan nihil. Kalau mau ngecas silahkan mampir ke rumah warga yang memiliki Genset sebagai sumber daya listrik. Atau HP sudah terisi daya (ngecas) lalu sinyal tidak ada juga sama sekali nihil. Belum lagi soal pulsa. Sesuatu yang sangat tidak lazim.Â
Pilihan rebahan yang selalu dilakukan ialah ke pinggir hutan, duduk santai di atas batu besar sambil menikmati suasana alam yang segar. Di situlah tindakan klik berlaku. Namun, santai sekaligus menantang. Antara klik atau ngusir nyamuk atau jaga-jaga bila batu tiba-tiba terguling atau ranting pohon tumbang menghantam kepala. Belum lagi kondisi jaringan yang ada itu GSM alias Geser Sedikit Mati.Â
Untuk menyaksikan bagaimana hebatnya pidato pembangunan Jokowi di Jakarta sana juga para menteri kabinetnya harus bisa memanjat batu besar dulu. Sehingga dari balik batu itulah  senyuman manis para pemimpin negara beserta jajarannya dapat disaksikan. Entah apa maksud dari senyum itu? Entahlah.Â
Dan di bawah rindangan pohon besar, berbagai jenis iklan belanja dan jualan online muncul dan berserakan. Dan dari balik batu besar juga, zoom meeting dapat diselenggarakan dengan lancar. Plus untuk mendapatkan jodoh semuanya dari balik batu yang sama. Jadi, ada Udang ada di balik batu, itulah yang terjadi.Â
Demikianlah situasi rebahan yang terjadi pada daerah susah sinyal. Lazim atau tidaknya kondisi demikian, tentu kita semua sedang berjuang untuk mengambil bagian dalam gaya hidup rebahan. Online tapi ternyata oh-lain. Mau bagaimana lagi, selain menikmatinya sambil bermimpi bagaimana nikmatnya rebahan masyarakat digital di kota. Entah sampai kapan bisa terwujud?Â