Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sembahyang Giliran sebagai Perekat Bertetangga di Kampung

20 Oktober 2022   14:30 Diperbarui: 20 Oktober 2022   14:33 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian, doa Rosario sebagai sebuah instrumen manusiawi yang mengandung nilai solidaritas dalam kesederhanaan. 

Ihwalnya bahwa, semua anggota kelompok yang ada di setiap KBG khususnya di kampung, adalah kaum sederhana dan bersahaja. 

Dalam rumah yang seadanya dan penerangan yang secukupnya, semua berhimpun dan menyatu dalam suasana kasih persaudaraan yang terpancar dari kasih sang Bunda. 

Setelah doa selesai juga biasanya tuan rumah wajib menyuguhkan mamiri khas kampung yaitu ubi rebus atau pisang rebus dan semacamnya ditemani dengan kopi khas ala kampung. 

Kedua, sebagai momen penumpahan pengalaman ataupun cerita-cerita renyah lainnya. Semunya saling bercengkrama ria dalam suasana yang gembira dan kecakapan yang sederhana. 

Mulai dari anak-anak hingga para sesepuh semuanya turut berceloteh ria tanpa terkecuali. 

Hingga giliran malam berikutnya, kebiasaan seperti ini selalu bergulir dari rumah ke rumah hingga sampai di akhir bulan.

Walaupun terkadang ketika keluar dari rumah waktu pulang kadang ada kisah ironis muncul yaitu, kadang sandal tukeran atau hilang sebelah bahkan hilang sama sekali. (Hmm! ) 

Sekalipun demikian, warga kampung sudah mengetahui hal ini dan terkadang sudah menjadi lumrah. 

Itulah makna laten dari seremoni sembahyang giliran khususnya doa Rosario di kampung. Adalah sebagai instrumen perekat relasi dengan tetangga juga sebagai kesempatan pembumian rasa solidaritas terhadap satu sama lain.**

Sungguh indah dan menarik bukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun