Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Roto dan Kesejatian Hidup Kaum Hawa di Kampung

12 Oktober 2022   22:53 Diperbarui: 18 Oktober 2022   09:45 1286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret seorang nona Manggarai sedang membawakan roto menuju kebun (sumber gambar: Facebook Flora R.) 

Bertolak dari realitas ini, maka roto sejatinya memiliki nilai tersendiri khususnya di balik senyuman dan kemolekan kaum hawa di kampung. 

Dalam keseharian rutinitas tani di kampung, seperti ketika hendak bergegas ke kebun atau ke ladang, ada dua kewajiban yang mesti dilaksanakan, yaitu laki-laki atau bapa-bapa wajib membawakan parang yang ikatkan pada pinggang, sedangkan wanita atau mama-mamanya, wajib memikul/membawa sebuah roto. 

Dua kewajiban ini telah mendarah daging sejak leluhur kampung dahulu. Sebaliknya, sangat jarang terlihat laki-laki membawa roto dengan cara menyunggi ala kaum hawa. Karena bagi mereka, itu melawan kodrat.

Lalu, di dalam roto tersebut ada berbagai perlengkapan termasuk bekal yang hendak dibawa ke kebun. Seperti beras, air minum, tepung kopi, gula, sabit, rokok si bapak dan lain sebagainya. Sejauh apa pun jarak yang ditempuh dari rumah menuju kebun, roto selalu menjadi sahabat perjalanan kaum hawa Manggarai. 

Kemudian cara menyunggi roto adalah dengan kedua talinya dikaitkan di atas kepala yang telah dahulu dialas dengan handuk ataupun kain, biar kepala tetap aman. Berbeda kalau laki-laki yang membawanya yaitu dengan gaya ransel seperti tas.

Sudah sejak kecil, kaum hawa Manggarai memang sudah diajarkan cara membawa roto itu demikian. Mereka dilatih oleh mama-mama ataupun nona-noa yang sudah dewasa. Dan tidak diperkenankan untuk meranselkannya. Jika begitu, mama-mama pasti langsung marah, karena melanggar 'kodrat'. 

Begitu juga ketika beraktivitas di kebun, seperti saat musim panen hasil ladang berlangsung, semuanya terlebih dahulu ditaruh di dalam roto. Seperti ketika saat panen buah kopi, pili biji kemiri, panen jagung, mengetam padi ladang dan memanen semua jenis sayur-sayuran yang ada di kebun. 

Lalu roto juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menakar hasil panen. Misalnya, ada istilah sebonteng; maksudnya seukuran satu buah roto sedang. Sebonteng jagung, padi, kopi dan lain sebagainya kemudian sewega; takaran sesuai ukuran roto tertentu. 

Ketika pulang dari kebun pun, roto berfungsi untuk memikul hasil panen dari kebun serta oleh-oleh yang mau dibawa ke rumah. Ini khusus untuk kaum hawa, karena kaum adamnya selalu menggunakan karung.

Setiap hendak pulang dari kebun, roto selalu diisi dengan sayur-mayur hasil ladang, ubi-ubian, jagung muda dan lain sebagainya. 

Dan biasanya kaum hawa, mesti mengisi roto sampai benar-benar penuh baru bisa pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun