Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Tuhan "Terselip" dalam Dagangan

6 Maret 2021   07:46 Diperbarui: 6 Maret 2021   09:56 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak awal tahun 2021 ini, ketika korona semakin menggerogot ruang gerak kehidupan warga kampung, saat itu pula celah-celah usaha baru pun mulai merajalela. Kesempatan untuk berbisnis yang berkedok kesehatan mulai mengemuka ke seluruh pelosok kampung. Warga yang setiap hari sibuk dengan aktivitas ekonomi ketika berpapasan langsung dengan dagangan obat-obatan seakan-akan tak berdaya. Hal ini terjadi bukan tanpa sebab, melainkan karena pandainya si pedagang obat menghipnotis isi kepala mereka melalui kata-kata yang syarat akan promosi. Sifatnya mengajak sekaligus 'memaksa' agar produknya cepat laku.

Hal ini saya alami sendiri bersama keluarga, ketika seorang penjual obat 'bertamu' di rumah. Dia memperkenalkan dirinya sebagai utusan perusahaan untuk membawa kabar gembira tentang kesehatan. Memulai promosi obat jualannya, ia berkhotbah tentang Tuhan. Mulutnya seolah khusuk berbicara mengenai kuasa Tuhan. Bagaimana Tuhan menciptakan manusia dan bagaimana sikap manusia untuk bertanggung jawab dengan sang Penciptanya.

Kami semua mulai tergiring bak bola billiard sebagai target yang siap menuju lubang promo yang dilontarkannya. Beliau pun berlanjut berbicara mengenai sakit dan penyakit. 'Membedahnya' bak seorang dokter yang paten lalu menanyakan keluhan dan sebisanya mendiagnosa tanpa alat. Kebetulan waktu itu ibu saya memiliki keluhan mudah pusing-pusing. Lalu sang 'dokter' mulai mengkaji sebab-sebab bagaimana sakit itu berawal lalu sekenannya langsung mendiagnosis lambung parah. Ketika sudah mengafirmasi dengan 'pasti' kalau itu adalah sakit lambung, tak tahan-tahannya sang 'dokter' mulai berputar-putar menyalahkan segala macam makanan yang sering dikonsumsi.

Singkatnya, apa yang kita konsumsi katanya adalah 'racun' seperti beras yang nota bene berpupuk kimia, katanya. Kemudian, menanyakan sering konsumsi obat apa. Ibu saya memang mengalami pusing-pusing sudah lama dan selalu resep obat di apotik untuk menenangkannya. Lumayan mendingan dan terbantu sekali katanya setelah mengonsumsi obat tersebut.

Aka tetapi sang 'dokter' justru menyalahkan itu. Jangan konsumsi obat kimia dari dokter. Itu racun bagi tubuh kita. Dan beliau sangat yakinkan itu, sedang kami pun hanya termangu-mangu. Kemudian secara frontal sang 'dokter' lagi mengandalkan kata-kata bertuhan agar semuanya mutlak sehingga tidak ada keraguan lagi dari 'pasien'. Bahwa tubuh kita itu ciptaan Tuhan jangan dirusak dengan yang kimia atau jangan sakit. Kalau sakit, kita sudah melanggar Tuhan. Barangkali singkatnya begitu. 

Lalu sesudah dirasa kalau 'tangkapannya' sudah berhasil masuk ke dalam lubang promosi obat-obatannya, si dokter pun mulai membuka tasnya untuk menunjukkan botol-botol obat yang sedang dijualnya itu. Semuanya itu herbal katanya. Kalau sudah herbal berarti tidak ada efek samping, yakin beliau. Ia pun menunjukkan khusus obat lambung dan kalau konsumsi itu otomatis pusing-pusing langsung lenyap. Dan pada kesempatan itu ia pun menunjukkan herbal untuk mengusir korona. Dijamin korona tidak akan menyentuh tubuh kita bila konsumsi itu. Sembari ia langsung menunjukkan label harga dan katanya murah-murah saja. Sebab yang mahal itu adalah kesehatan. Oh, sungguh 'tepat' sekali ini si 'dokter' penjaja obat. 

Ketika ibu saya sudah 'pulas' dalam tuturan promo si 'dokter' ia lalu mulai menawarkan untuk membelinya. Ternyata syaratnya tidak bisa ditawar, sebab semuanya itu adalah harga perusahaan. Dan saat itu ibu pun membeli satu botol sirup khusus untuk lambung. Bahkan sesudah obatnya dibeli ia pun mendoakan obat itu agar bekerja dengan baik dengan gaya uniknya sendiri.

Ketika dirasa sudah berhasil, si 'dokter' pun pamit menuju rumah-rumah lainnya. Sambil menitip pesan agar segera menghubunginya bila 'dibutuhkaan' lagi.

Oh! ternyata, 'Tuhan' sudah berhasil terselip dalam barang dagangan. Tutur saya dalam hati. Atau 'Tuhan' sudah berhasil menghipnotis pembeli untuk membeli barang jualan si 'dokter' tersebut. Yah, begitulah bisnis, Tuhan pun selalu menjadi modal promo yang paling 'mutlak'.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun