Secara historis, masyarakat Manggarai pada umumnya sangat identik dengan budaya kebersamaan yang dirancang bangun melalui istilah lonto leok. Secara harafiah lonto leok berarti duduk melingkar. Maksudnya, duduk bersama dalam memecahkan segala persoalan yang terjadi di kampung. Makna secara realisnya adalah duduk bersama, mengadakan pertemuan terutama dalam memecahkan semua persoalan di kampung. Selama pertemuan atau lonto leok tersebut semua ide atau gagasan muncul hingga sampai pada kata sepakat maka dalam praksinya pun selalu mengedepankan prinsip kope oleh todo kongkol artinya dilaksanakan secara bersama dalam persatuan yang kuat.
Persoalan yang paling sering terjadi yang membutuhkan solusi bersama adalah masalah keluarga seperti ketika hendak kawin terutama menyangkut mahar atau belis yang hampir setiap tahun berlangsung. Bagi warga Manggarai, belis atau mahar merupakan sebuah budaya yang dilangsungkan dalam perkawinan adat berupa material seperti uang dan hewan yang bila dirupiahkan pastilah sangatlah besar terutama dari pihak laki-laki untuk pihak wanita. Namun berapa pun besarnya nominal yang dituntut akan menjadi ringan bila di selesaikan secara lonto leok dengan prinsip kope oleh todo kongkol.
Begitu pun terhadap persoalan-persoalan lain menyangkut kehidupan bersama di kampung. Jadi, secara kasat mata sejak dahulu hingga saat ini budaya kebersamaan sejatinya telah termanifestasikan secara nyata melalui prinsip budaya yang dipegang teguh. Tentu harapannya warisan budaya kebersamaan tetap dilestarikan dan jangan sampai hilang ditelan roda zaman yang terus menerjang.
Â
Catatan: bila penasaran untuk mengetahui secara mendalam tentang kebersamaan di kampung di Manggarai, silakan mampir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H