Di antara lintasan kaki bukit berbulu hijau, tempat angin berceloteh ria dan terik surya bersandar,
Tampak para petani sawah haru biru melukis jejak pada carikan petak yang ditenun indah.
Dengan segala firasat, mereka menggoreskan sketsa musim: bilamana langit mengumandangkan nyanyian hujan ke bumi, semua sungai menari ria, Â dan mujair-mujair kembali berbulan madu penuh gempita,
pertanda bahwa musim menabur tiba.
Mereka menghidangkan benih yang anggun untuk dibiarkan bertunangan dengan tanah yang matang nan subur.
Tidur pun tak nyenyak selama hari yang indah pernikahan terjadi di bawah kaki bukit berbulu hijau.
Hingga menuai pun tiba, mereka sungguh menikmati buah dari perkawinan itu: untuk menyambung nyawa sampai bergilir di musim yang sama pada perkawinan yang dinanti. Antara benih yang cantik dan tanah
yang subur di bawah kaki bukit berbulu hijau itu.
Saat itu juga mereka akan menuai berkali-kali lipat benih dan buah dari sketsa nasib yang telah mereka taburi di bawah kaki bukit berbulu hijau itu.
Romang, 21 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H