Semuanya dikupas mentah-mentah serta ala kadarnya saja, sebab dalam forum yang sarat dengan nilai kekeluargaan itu tidak ada tokoh elegan setingkat professor atau dosen dikampus yang isi kepalanya penuh dengan tetek bengek pengetahuan ilmiah untuk dijadikan narasumber. Melainkan setiap penutur merupakan narasumber itu sendiri. Asalkan dikemas secara baik agar mudah dipahami oleh yang lainnya.
Dalam kenyataan lainnya, setiap orang suka men-share-kan hal-hal yang prestisius. Baik itu prestise pribadinya sendiri, orang lain maupun kelompok-kelompok di tempat lainnya.
Mereka kemudian membandingkannya dengan keadaan atau situasi di kampungnya sendiri bahkan hingga mengharapkan hal demikian benar-benar terjadi.
Ada pula yang lainnya lebih cenderung mengkritik kinerja pemerintah yang lamban dalam menerapkan misi pembangunan ketimbang di daerah-daerah lainnya. Biasanya kalau sudah sampai demikian, setiap orang yang menaggapinya juga mengafirmasi kritikan tersebut sambil membandingkannya dengan daerah yang lainnya yang lebih maju.
Memang demikiannlah warga kampung Pacar, kalau berbicara tentang politik semuanya pasti blak-blakan. Berangkat dari situasi yang dibincangkan, membuat mereka memiliki pandangan tersendiri menyangkut politik yakni: "politik itu kotor" dan sebagainya.
Sampai disini, saya patut menyimpulkan bahwa, kekayaan terbesar yang terkandung dalam kebudayaan yang dianut oleh orang Pacar (Manggarai umumnya) adalah kebersamaan dan persatuan yang teguh. Barangkali remah-remah dari peribahasa bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh telah mengakar kuat dalam budaya kebersamaan tersebut.
Kemudian saya teringat kembali dengan pemikiran salah satu filsuf kenamaan era post-modern yakni Jurgen Habermas tentang basis dari demokrasi deliberatif adalah kualitas hasil kehendak dan opini publik yang digembleng melalui proses diskursus.
Untuk itu dibutuhkan sebuah ruang publik (public spehere) yang berfungsi secara kritis sebagai mosaik yang menciptakan ruang social perbincangan bagi opini-opini yang bertentangan.
Dengan demikian, budaya kebersamaan melalui obrolan 'basa-basi' merupakan salah satu entitas serentak locus bagi warga kampung Pacar sebagai salah ruang ruang publik untuk saling berdiskursus tentang kehidupan (lebenswelt).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H