Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hujan, antara Berkah atau Kutukan?

28 Januari 2020   08:43 Diperbarui: 28 Januari 2020   08:51 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Medcom.id/M Rizal

Kembali ke akar   

Akar dari semua persoalan tentang hujan adalah manusia. sebagaimana adanya, hujan merupakan peristiwa alam yang telah ada sejak alam semesta terbentuk. Ketika semua ciptaan ada dan manusia semakin bertambah banyak, hujan diproyeksikan seturut kepentingan manusia. Dengan demikian, dampak yang dibawa serta oleh hujan sejatinya akibat dari buah pikiran dan karya manusia sendiri.

Sejak awal para pemikir Cina meyakini bahwa melalui perwujudan potensinya, manusia dapat menemukan harmoni dan mencapai pemenuhan dalam relasinya dengan alam. 

Pertama, ia melibatkan kesempurnaan batiniah yang tercermin dalam damai dan keharmonisan relasinya dengan alam. Kedua, ia melibatkan tingkah laku lahiriah bermutu tinggi, yaitu kemampuan untuk hidup baik secara praktis, sambil menghormati dan menghargai konteks sosial eksistensi batiniah.

Lao Tzu mengatakan bahwa jika seorang tidak mengenal dan tidak hidup menurut hukum batiniah alam semesta yang disebutnya "normal", ia akan terpuruk dalam malapetaka. Akan tetapi dengan mengikuti norma alam semesta, segala sesuatu dapat tercapai.

Dengan demikian, hujan merupakan peristiwa alam yang normal. Entah dipandang sebagai berkah atau kutukan semuanya bergantung pada kesempurnaan batiniah untuk menerima dan mengalaminya. 

Sebagaimana si bijak yang mistis, yang meletakkan dasar Taoisme di atas: tidak mengetahui hal norma berarti ada tanpa dasar. Jadi, peristiwa hujan merupakan sesuatu yang normal.

Penyakit manusia di abad 21 ini adalah kehilangan cara pandang batiniah. Tolak ukur kehidupan adalah hal-hal lahiriah semata seperti kekayaan, kehormatan dan kekuasaan. Ketika bencana datang segalanya lenyap. 

Sikap antropesentrisme yang menguat adalah awal dari kejatuhan. Alam dipandang menurut kacamata ekonomi, politik dan pembangunan. Padahal hidup yang sesungguhnya adalah harus selaras dengan alam. Semuanya akan terwujud bila cara pandang batiniah menjadi pegangan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun